Sedih tak Berujung Suporter Manchester United
Olahraga | 2021-05-27 05:47:43Jari-jemari saya bergetar dan kaku saat menulis artikel ini. Tangisan pun mengiringi saya pada Rabu (26/5) waktu Gdansk atau Kamis (27/5) pagi WIB. Bukan karena putus cinta, gagal masuk kampus ternama, gagal mendapat pekerjaan impian, atau alasan lainnya, saya menangis karena tim kesayangan saya, Manchester United gagal menjuarai Liga Europa musim 2020/2021.
Lebay? Mungkin sebagian orang menganggap saya lebay karena menangisi tim sepak bola asal Inggris itu yang gagal berjaya di Eropa. Bagi saya, ini adalah kisah sedih yang tak berujung menjadi suporter Manchester United. Kenapa? Trofi Liga Europa adalah satu-satunya trofi terakhir yang bisa diangkat skuat Setan Merah musim ini.
Sayang, terkadang kenyataan tak selalu seindah ekspektasi dan angan-angan. Paul Pogba cs gagal menjuarai Liga Europa seusai bertaruang 120 menit dan melewati drama adu penalti melawan Villarreal di Stadion Miejski, Gdansk, Polandia. Adalah David de Gea yang membuat impian seluruh pemain, pelatih, staf, dan para pendukung setia Manchester United pupus.
Kiper jangkung asal Spanyol itu gagal mengeksekusi tendangan penalti sebagai penentu kemenangan Manchester United. Sebaliknya, kiper Villarreal Gerónimo Rulli menjadi pahlawan kemenangan timnya usai menaklukkan De Gea di bawah mistar gawang.
Kubu Villarreal langsung menyambut kegagalan tendangan De Gea ke gawang Rulli dengan suka cita. Tim asal Spanyol itu menahbiskan diri sebagai jawara Liga Europa musim 2020/2021 usai menang dengan skor 11-10 (1-1). Pelatih Villarreal Unai Emery juga pada saat yang bersamaan menajamkan namanya dalam tinta sejarah sebagai pelatih tersukses yang menaklukkan Liga Europa. Selamat untuk Villarreal.
Di balik sorak sorai kegembiraan kubu Villarreal, awan kelabu menyelimuti kubu Manchester United. Para suporter yang menonton langsung di Stadion Miejski juga terdiam dan sedih selepas melihat Marcus Rashford cs gagal juara.
Wajah terpukul jelas terlihat dari sosok De Gea. Kiper berpaspor Negeri Matador itu mukanya memerah penuh kekecewaan dan seakan menahan air mata. Bruno Fernandes dan Edinson Cavani juga terlihat murung dan tak berdaya karena gagal mengangkat trofi Liga Europa.
Jujur saya kesal dengan De Gea. Sumpah serapah saya ucapkan kepada kekasih Edurne itu. Beragam umpatan keluar dari mulut saya sejak De Gea gagal menepis penalti para algojo kubu Villarreal. Puncaknya, ya ketika tendangan De Gea gagal menembus gawang Villarreal yang dijaga Rulli. Sia-sia rasanya perjuangan Luke Shaw cs hanya karena tidak ada aksi penyelamatan dari De Gea saat tos-tosan, dan tendangan De Gea yang ngawur sebagai penentu kemenangan Manchester United.
Gagal di Liga Primer Inggris, Piala Liga, Piala FA, dan Liga Champions musim ini sangatlah menyakitkan. Ditambah gagal menjuarai Liga Europa yang sudah di depan mata. Rentetan kegagalan Manchester United beruntun saya saksikan musim ini. Hanya rasa cinta mendalam yang menjadi alasan saya tetap mendukung Manchester United.
Tanggal 26 Mei yang seharusnya menjadi tanggal kramat kejayaan bagi Manchester United, kali ini tak terulang. Manchester United sempat mengukir sejarah indah sebagai tim peraih treble winner pada 26 Mei 1999 di Camp Nou, Barcelona. Ya, terkadang memang sulit mengulang sejarah. Ole Gunnar Solskjaer pun kembali gagal mempersembahkan trofi buat Manchester United.
Kisah heroik Ole sebagai pemain tak dibarengi dengan sepak terjangnya sebagai pelatih Manchester United. Mungkin level dia juga belum sehebat Pep Guardiola, Juergen Klopp, Zinedine Zidane, Antonio Conte, Jose Mourinho, atau Unai Emery.
Saat ini Cavani dan kawan-kawan juga pasti sedang tenggelam dalam kesedihan seperti saya dan pendukung Manchester United lainnya. Kepala kami tertunduk dan tubuh seakan kaku. Tapi, sepak bola adalah permainan, dan permainan itu pasti ada menang dan kalah. Manchester United sudah berjuang mati-matian demi membawa pulang trofi Liga Europa ke Manchester, Inggris.
Sejak Sir Alex Ferguson pensiun, kesedihan memang kerap menyelimuti kami para suporter Setan Merah. Sejarah tim kami yang bergelimang trofi seakan terputus. Status dominator Liga Primer Inggris pun sudah kedaluwarsa sejak Ferguson angkat kaki dari Old Trafford.
Trofi bergengsi terakhir yang diraih Manchester United adalah trofi Liga Europa yang dipersembahkan Mourinho di Stockholm, Swedia, pada musim 2016/2017. Entah sudah berapa tisu habis saya pakai untuk menyeka air mata yang membasahi pipi ini. Jersey Manchester United yang membalut tubuh saya pun terkena tetesan air mata. Benar-benar sedih yang tak berujung.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.