Langkah Fundamental Untuk Memajukan Bank Syariah
Bisnis | 2021-05-25 21:35:03Tahun 1983 menjadi tahun yang penting bagi industri perbankan di Indonesia. Pada tahun tersebut pemerintah secara resmi memberikan keleluasaan bagi perbankan untuk menetapkan suku bunga. Sejak tahun itulah kemudian industri perbankan menjadi jauh lebih baik dan berkembang dengan pesat. Beberapa tahun kemudian, Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan tahun 1988 (Pakto 88) dikeluarkan pemerintah. Paket kebijakan yang dikenal dengan istilah liberalisasi sistem perbankan, mampu menumbuhkan jumlah bank di Indonesia secara signifikan dan memperkuat peran perbankan dalam perekonomian nasional.
Pertumbuhan jumlah bank tersebut memunculkan keprihatinan di dalam diri para tokoh agama, dimana dari sekian banyak jumlah bank yang didirikan tidak terdapat satupun yang merupakan bank syariah. Hingga kemudian Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada tahun 1992, dan menjadi Bank Syariah pertama di Indonesia.
Setelah hampir 30 tahun sejak Bank Syariah pertama berdiri, Bank-bank Syariah di Indonesia mulai bermunculan. Namun perkembangan tersebut dirasa masih belum cukup baik untuk sebuah negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. OJK melalui surveinya menemukan bahwa hingga tahun 2021 market share Bank-bank syariah tidak lebih dari 10% atau tepatnya 9,89% per Desember 2020 dari total aset keuangan di Indonesia. Market share tersebut masih jauh jika dibanding dengan market share perbankan syariah di Arab Saudi yang mencapai 51% bahkan malaysia yang mencapai 37%.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN masih memiliki harapan dan optimisme yang kuat pada perbankan syariah agar dapat lebih berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menempatkan tiga bank syariah milik negara dalam satu rumah. Bank BRISyariah, Bank Mandiri Syariah, dan Bank BNI Syariah melebur menjadi satu yang kemudian diberi nama Bank Syariah Indonesia. Merger yang diteken per 1 Februari 2021 bahkan kini masuk dalam 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi asetnya. Merger tersebut secara nyata telah menarik perhatian masyarakat, terbukti dari naiknya harga saham hingga 3 kali lipat sejak disahkan. Namun demikian, apakah merger tiga bank syariah besar tersebut mampu memajukan perbankan syariah di Indonesia? masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.
Ada banyak faktor yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut diantaranya adalah produk yang ditawarkan oleh bank syariah belum beragam dan jauh jika dibanding dengan bank konvensional. Faktor lainnya adalah tingkat bagi hasil yang ditetapkan oleh bank syariah masih lebih tinggi jika dibanding dengan bank konvensional. Faktor ketiga adalah perbankan syariah memiliki instrument investasi yang tidak menarik. Dan faktor lainnya adalah masih rendahnya tingkat literasi masyarakat terhadap keuangan terlebih lagi keuangan syariah.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Akan tetapi dari hasil survei Ojk diketahui bahwa tingkat literasi keuangan syariah hanya berkisar 9% dan hanya naik 1% sejak tahun 2016. Dan masih tertinggal jauh dibanding dengan literasi keuangan konvensional yang mencapai 38% dan naik 8% sejak tahun 2016. Kondisi tersebut mensyaratkan perlunya peran pemerintah secara masive untuk meningkatkan indeks literasi keuangan masyarakat.
Berkaitan dengan literasi keuangan syariah, maka terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu aspek keimanan dan aspek pengetahuan. Aspek keimanan menjadi aspek dasar dan sangat fundamental dalam mengembangkan keuangan syariah. Keimanan tersebut berkaitan dengan larangan riba yang melekat pada bank konvensional. Menguatkan keimanan sama artinya dengan menjauhkan masyrakat terutama masyarakat muslim dari praktik-praktik ribawi. Keimanan yang kuat juga menjadikan seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk menambah ilmu baik ilmu duniawi maupun ilmu agama.
Aspek dasar lainnya adalah aspek pengetahuan. Pengetahuan atau literasi keuangan syariah perlu disosialisasikan dan disebarluaskan dengan lebih tepat. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar secara umum masyarakat dapat mengenali apa saja produk syariah yang ditawarkan oleh bank-bank syariah. Selain itu, program peningkatan literasi juga perlu ditekankan agar stigma negatif yang melekat pada âBankâ hilang. Stigma dari masyarakat yang mengatakan bahwa semua bank itu sama-sama mengandung riba dan hanya sebatas menggunakan istilah berbahasa arab saja perlu dihilangkan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah menjadi lebih tinggi.
Pada akhirnya tujuan dari program peningkatan literasi keuangan syariah adalah agar masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim terhindar dari transaksi keuangan ribawi. Menjadikan masyarakat yang lebih dirahmati dan diberkati oleh Allah Subhanahu Wa Taâala. Lebih jauh lagi, hal tersebut juga secara langsung akan berdampak pada perpindahan nasabah dari nasabah bank konvensional menjadi nasabah bank syariah. Dan menjadikan perbankan syariah menjadi lembaga keuangan pendorong perekonomian terbesar di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.