Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Armensyah Lubis

Bank Syariah Indonesia (BSI): Angin Segar Ekosistem Perbankan Syariah Indonesia

Bisnis | Tuesday, 25 May 2021, 18:58 WIB

Sebelum lulus dari universitas, dalam pelajaran pebankan syariah dosen saya sering kali menampilkan data-data mengenai kinerja bank syariah Indonesia yang telah terbentuk sejak tahun 1992. Hal yang paling meresahkan saya atas penjelasan dosen saya pada waktu itu adalah kinerja bank syariah yang selalu ketinggalan jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini tidak terlepas dari bahwa kurang lebih 3 dekade dalam operasionalnya, market share perbankan syariah Indonesia tidak pernah menyentuh angka 10%. Sementara market share perbankan syariah di negara lain menunjukkan angka yang cukup bagus di antaranya Malaysia 25-30% dan Timur Tengah di atas 60%. Di sisi yang lain, mayoritas populasi penduduk negeri ini adalah beragama Islam yang sering dikumandangkan oleh para pengamat sebagai salah satu keuntungan industri keuangan syariah di negeri ini.

Dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 disebutkan bahwa di antara tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan syariah, yaitu modal yang belum memadai, skala industri yang dan individual bank yang masik kecil serta efisiensi yang rendah, biaya dana yang mahal yang berakibat pada keterbatasan segmen pembiayaan, produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat serta kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang belum memadai dan juga teknologi informasi yang belum dapat mendukung pengembangan produk dan layanan. Sementara dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia tertuang dengan begitu menjanjikan bahwa visi dari masterplan ini adalah untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, makmur, dan madani dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka di dunia. Secara normatif, ke dua hal di atas begitu sangat kontras.

Karenananya, berkaca pada hal di atas bahwa terdapat sebuah paradoks yakni korelasi yang negatif dimana mayoritas populasi penduduk negeri ini ialah muslim, namun akses masyarakat ke industri perbankan dan lembaga keuangan lebih cenderung ke industri konvensional. Dan juga hambatan dalam mewujudkan visi masterplan yang terbentur dengan kendala-kendala yang masih mengelilingi industri keuangan syariah. Sehingga berbagai stakeholders baik pemerintah, akademisi dan praktisi terus berupaya untuk memajukan industri ekonomi dan kuangan syariah yang kini menjadi alternatif industri keuangan baik dalam skala lokal maupun internasional.

Penantian panjang tersebut pada akhirnya terjawab dengan mergernya tiga bank syariah besar yakni BRI Syariah, BNI Syariah dan Mandiri Syariah. Sekarang, ketiganya berganti nama menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) dan merupakan bank syariah terbesar di Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan dari penggabungan tersebut ialaha untuk mendorong bank syariah lebih besar sehingga dapat memasuki pasar global dan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Lebih lanjut, penggabungan ke tiga anak usaha bank BUMN ini dinilia dapat lebih efisien dalam penggalangan dana, operasional dan belanja. Melalui merger ini, diharapkan perbankan syariah Indonesia terus tumbuh dan menjadi energi daru untuk ekonomi nasional dan akan menjadi bank BUMN yang sejajar dengan bank BUMN lainnya sehingga bermanfaat dari sisi kebijakan dan transformasi bank.

Euforia kegembiraan tampak terlihat dengan menguatnya permodalan bank syariah. Tercatat per Desember 2020 aset Bank Syariah Indonesia sudah mencapai Rp. 239, 56 Triliun. Sebagai efek dominonya ialah Bank Syarih Indonesia (BSI) langsung menempati urutas ke tujuh dalam pentas perbankan nasional yang sebelumnya tidak ada satupun bank syariah yang tertulis namanya dalam daftar top 10. Tak mengherankan sejak diresmikannya BSI ini pada tanggal 1 Februari 2021 seolah industri keuangan syariah Indonesia menghirup udara segara dari sempitnya ruang gerak industri ini. Aset yang sangat besar ini diharapkan dapat memperkuat posisi tawar bank syariah dalam mendukung pembiayaan maupun pertumbuhan ekonomi.

Jumlah Modal BSI Pasca Merger

Menurut Banjaran Surya Indrastomo bahwa bank syariah hasil merger ini memiliki prospek cerah karena akan memarisi hal-hal baik dari tiga entitas yang terlibat. Hal ini akan membuat bank syariah hasil merger mempunyai kekuatan komplit untuk memperbesar pangsa pasarnya berkat kekuatan modal. Tanggapan positif juga disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia menilai bahwa merger yang dilakukan oleh ketiga Bank Umum Syariah (BUS) mampu meningkatkan perekonomian dan keuangan syariah, serta memperkuat perbankan syariah Indonesia. Terlebih lagi dalam memacu keuangan syariah potensi untuk terciptanya halal value chain juga akan semakin terbuka lebar.

Kuatnya modal Bank Syariah Indonesia ini memiliki potensi profitabilitas yang menjanjikan. Hal ini berdasarkan pada determinan profitabilitas BRIS, BNIS, BSM sebelum menjadi BRIS dalam penelitiannya Vivi Porwati dkk dengan judul Analisis Potensi Profitabilitas Bank Syariah Pasca Merger Ditinjau dari Determinan Yang Dapat Mempengaruhinya.

Berdasarkan hal di atas terlihat bahwa profitabilitas BRIS, BNIS, BSM sebelum merger cukup bagus. Hal ini tentu akan berdampak positif dalam memperkuat dan memperkokoh Bank Syariah Indonesia dalam menciptakan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang solid. Terlebih lagi untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.

Dengan demikian, dengan adanya Bank Syariah Indonesia (BSI) ini sebagai langkah untuk mempercepat akselesari perbankan syariah di Indonesia dalam upaya untuk mencapai visi kelas dunia dan mampu menjadi pendorong ekonomi nasional melalui berbagai program dan kebijakan yang diperuntukkan bagi penguatan industri keuangan syariah.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image