SENYUMAN DI AKHIR RAMADAN
Eduaksi | 2022-04-20 14:37:22Bulan Ramadhan penuh dengan kemuliaan, keagungan dan banyak pejuangan di dalamnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah :185 yang berbunyi:
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu siapa saja di antara kalian yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa. Siapa saja yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib bagi dia berpuasa) sebanyak hari yang dia tinggalkan itu, pada hari-hari yang lain (QS al-Baqarah [2]: 185).
Selain beberapa peristiwa sejarah dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW, ada banyak alasan sehingga dikatakan bahwa Ramadan ini merupakan bulan perjuangan. Pada bulan Ramadan Umat Islam diperintahkan untuk menunaikan puasa. Jika sakit atau dalam perjalan sehingga berbuka maka wajib diganti sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.
Puasa dalam hal ini bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga. Akan tetapi puasa dalam hal ini berarti menahan segala hasrat dan keinginan diri terhadap perbuatan yang bisa mencerai kualitas puasa.
Menahan diri dari perilaku ketidakjujuran.
Tidak jujur dalam hal ini identik dengan sikap, perbuatan maupun tuturan yang sesuai dengan harapan. . Ada orang yang sengaja melakukan tindakan yang tidak menguntungkan diri secara ukhrawi, akan tetapi dapat menyenangkan dirinya sesaat di dunia. Hal inilah yang memicu perilaku ketidakjujuran. Perilaku ini akan dapat mengurangi kualitas puasa seseorang, bahkan dapat menyebabkan orang tersebut sekadar berlapar-lapar saja.
Menahan Diri dari Kebiasaan Mengeluarkan Perkataan yang Tdak Benar (Dusta)
Dusta atau bertutur tidak benar adalah merupakan salah satu hal yang perlu dihindari. Perkataan dusta merupakan perkataan yang tidak berbasis fakta. Perkataan ini dapat berupa rekayasa untuk menbangun legitimasi menuju tujuan yang diharapkan.
Dalam Alquran tuturan yang baik diungkapkan dengan ungkapan qaulan sadida (ucapan yang benar)
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An-Nisa: 9).
Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, assadid yaitu: perkataan yang bijaksana dan benar. Benar artinya jujur, tidak dusta, tidak menutup-nutupi atau merekayasa.. “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. AlHajj: 30).
“Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).
Uraian di atas menjelaskan betapa pentingnya kita mengungkapkan sesuatu kebenaran dalam perkataan. Dengan perkataan yang benar akan mendukung kita menjadi orang yang jujur. Jika kita selalu berkata benar, maka kepercayaan orang akan perkataan kita menjadi alasan kokoh untuk memberikan amanah kepada kita.
Menahan diri dari perilaku ketidakjujuran serta menahan diri dari kebiasaan mengeluarkan perkataan yang tidak benar akan menjadi arena perjuangan bagi kita umat manusia akhir zaman. Karena pada kenyataannya kedua hal tersebut sangat berat dilakukan. Tuntutan hidup menjadi salah satu alasan yang kadang menyebabkan orang menghianati kejujuran dan berani berkata dusta.
Harapan kita adalah semoga pada akhir Ramadan ini, kita bisa kembali terhindar dari dua hal tersebut, dan menjadi umat yang dicintai oleh Allah SWT. Perjuangan yang berat itu akan menjadi senyuman kita pada hari yang fitri kelak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.