Antara Perjanjian dan Akad Dalam Transaksi
Gaya Hidup | 2021-05-15 10:43:12Dalam bermuamalah atau bertransaksi sudah tidak menimbulkan sengketa maka harus ada perjanjian atau akad antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Akad merupakan salah satu cara untuk mengikat kesepatan dalam syariat Islam. Dengan akad inilah cara yang diridhai Allah dan harus di tegakkan isinya, sebagaimana dalam Al-Quran disebutkan surat al-Maidah (5) ayat 1 menyebutkan:
Â
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Dalam pengikatan transaksi dalam bermuamalah dikenal dengan dua konsep yaitu :
1). Perjanjian
Perjanjian merupakan perwujudan dari sebuah perikatan. Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sehingga dapat disimpulkan perjanjian akan menimbulkan perikatan antara para pihak yang membuat perjanjian. Dengan kata lain perikatan adalah pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau sesuatu peristiwa.
Batasan perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melaksanakan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.
Agar suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.Adapun syarat-syarat sahnya suatu perjanjian ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3) Suatu hal tertentu
4) Suatu sebab yang halal
Menurut Rutten dalam Purwahid Patrik ada tiga asas hukum yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yaitu :
a. Asas konsensualitas, artinya bahwa perjanjian itu lahir karena adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak dari para pihak.
b. Asas kekuatan mengikat, artinya para pihak apabika telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pembuatnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
2) Akad
Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran), dan qabul (penerimaan). Lafal akad berasal dari lafal Arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan al-ittifaq. Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqih adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya atau pengaitan ucapan salah seorang yang berakad dengan yang lainnya secara syara pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.
a) Rukun dan Syarat Akad
1) Aqid, adalah orang yang berakad terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa beberapa orang.
2) Maqud alaih, ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah.
3) Maud ual-aqd, yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad maka berbedalah tujuan pokok akad.
4) Sighat al-aqd, ialah ijab Kabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad. Kabul ialah perkataam yang keluar dari pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.
b) Macam-macam Akad
1) Akad tabarru Akad tabarru merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad tabarru adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadiah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.
2) Akad tijarah Akad tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for profit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lainlain.
c) Asas-asas Akad
Dalam suatu akad tentunya terdapat asasasas yang harus menyertai dari akad itu sendiri, macammacam asas akad antara lain :
1) Asas Ibahah, asas Ibahah merupakan asas umum dalam bidang muamalat secara umum. Asas ini dirumuskan dalam kaidah fiqh, asal sesuatu adalah boleh, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
2) Asas Kebebasan Berakad, hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam Syariat dan memasukkan klausa apa saja dalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan jalan batil.
3) Asas Kesepakatan, asas konsensualisme adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, maka lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu.
4) Asas Janji itu Mengikat, Dalam Al-Quran dan Hadis terdapat banyak perintah agar memenuhi janji. Dalam kaidah usul fiqh, Perintah itu pada asasnya menunjukkan wajib. Ini berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi.
5) Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan), dengan asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa akad dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan yang memberatkan (masyaqqah).
6) Asas Amanah, dengan asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beriktikad baik dalam transaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak memanfaatkan ketidaktahuan pihak lainnya. Dalam hukum perjanjian Islam dituntut adanya sikap amanah pada pihak yang menguasainya untuk diberikan informasi yang sejujurnya kepada pihak lain yang tidak banyak mengetahuinya.
7) Asas Keadilan, Keadailan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Allah memerintahkan untuk berbuat adil agar setiap orang yang berbuat adil akan lebih dekat dengan ketaqwaan. Keadilan merupakan inti setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
d) Berakhirnya Akad
Para ulama menyatakan suatu akad dapat berakhir apabila;
1) Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad tersebut memiliki tenggang waktu.
2) Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat.
3) Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dianggap berakhir jika :
a.Jual beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan, salah satu rukun atau syarat tidak terpenuhi.
b. Berlakunya Khiyar
c. Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak
d. Tercapainya tujuan akad itu secara sempurna
4) Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia untuk akad-akad tertentu.
3. Kesimpulan
Seperti sudah dipaparkan diatas bahwa pada prinsipnya antara akad dan perjanjian hampir sama akan tetapi ada perpedaan masalah Sighat al-aqd dan juga dalam akad menghadirkan Allah Taala dalam pengikatan transaksi.
Daftar Pustaka
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
Ahmad Nuryadi Asmawi, Akad dan Fiqh Maghrib (Diklat Kuliah Informal Ekonomi Islam FEUI Semester Genap Tahun 2002)
Fajruddin fatwa, et.al., Ushul Fiqh dan Kaidah Fqhiyah (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013)
Hasan, Ali M, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta:Kencana,2012)
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2014)
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari UU) ( Bandung : Mandar Maju, 1994)
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2014)
Subekti, Hukum Perjanjian, ( Jakarta: Intermasa, 2005)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.