Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andri Mastiyanto

Mengenal RS Khusus Ketergantungan Narkoba Satu-Satunya 'RSKO' Contoh Nyata Hadirnya Negara

Eduaksi | Wednesday, 12 May 2021, 16:13 WIB
Deskripsi : RSKO Jakarta merupakan Rumah Sakit Khusus Ketergantungan Narkoba satu-satunya I Sumber Foto : RSKO

Apa yang diharapkan masyarakat dari negara ? tentunya masyarakat ingin hidup sejahtera, tentram, ayem, aman dan negara hadir di segala aspek kehidupan termasuk penyalahgunaan obat / narkoba atau NAPZA.

Salah-satu yang menjadi bukti adanya peran negara adalah dengan hadirnya Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus pelayanan bagi individu yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba / NAPZA. Layanan kesehatan ini merupakan Unit Pelayanan Teknis dibawah naungan Kementerian Kesehatan RI.

Pusat layanan one stop service pemulihan pecandu narkoba / NAPZA ini terletak di kawasan Cibubur, lebih tepatnya di Jalan Lapangan Tembak no.75 keluruhan Cibubur, kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Lokasinya berseberangan dengan Pasar Jaya Cibubur.

Kenapa penulis menggunakan garis miring (atau) disamping kata Narkoba ? karena di RSKO Jakarta menggunakan kata NAPZA dibandingkan kata populer di masyarakat untuk zat adiktif 'Narkoba'.

Pengertian NAPZA Menurut Undang - Undang RI No.22/1997 (diperbaharui UU RI No. 35 Tahun 2009) tentang Narkotika dan No.5/1997 tentang psikotropika, merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya adalah bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologis seseorang (pikiran, perasaan dan prilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis.

RSKO Jakarta yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) bisa dikatakan tidak menguntungkan bila dilihat dari pembiayaan pengeluaran Rumah Sakit tahun 2020 dari Rupiah Murni / APBN Rp. 71.516.625.000, sedangkan BLU / pendapatan rumah sakit Rp. 24.969.089.000,- (dapat dilihat di website RSKO Jakarta).

Hal ini menunjukkan besar jumlah subsidi negara 3 (tiga) kali lipat dari pendapatan RSKO sendiri. Bila RSKO bukan rumah sakit pemerintah bisa jadi rumah sakit ini sudah kolaps.

Sebagai BLU yang dimana diberi kewenangan dalam pengelolaan keuangan secara mandiri tentunya RSKO Jakarta lebih layak non BLU, tetapi karena ada Undang Undang Rumah Sakit yang mewajibkan Rumah Sakit sebagai BLU maka RSKO Jakarta harus tetap menjalani.

UU RUMAH SAKIT NO. 44 TAHUN 2009 PASAL 7 AYAT 3 berbunyi "Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Untuk itu negara hadir menyelamatkan keuangan RSKO Jakarta agar bisa terus bertahan, alasannya mungkin tugas negara menyelamatkan generasi yang sudah terjerumus penyalahgunaan narkoba.

RSKO Jakarta merupakan rumah sakit khusus narkoba satu-satunya di Indonesia bahkan ada yang mengatakan di dunia, hal ini mungkin RSKO Jakarta diselamatkan agar bisa menjalankan pelayanan.

Penulis yang berkerja sebagai penyuluh kesehatan masyarakat di RSKO Jakarta pun heran kalau disebutkan satu-satunya di dunia, kenapa negara lain tidak tertarik memiliki rumah sakit khusus penyalahgunaan narkoba ?

Bila diketik di search engine dengan kata kunci 'rumah sakit khusus narkoba' ; kita akan menemukan RSKO Jakarta.

Jika searching dengan kata kunci drug dependence hospital maka kita akan menemukan RSKO Jakarta tercantum di United Nation Office and Drugs and Crime.

RSKO Jakarta bisa dikatakan sebagai one stop service dibidang layanan narkoba dimana menggabungkan layanan medis penyalahgunaan NAPZA dengan rumah rehabilitasi narkoba, serta layanan pasca rehabilitasi.

Tidak banyak rumah sakit diberbagai negara yang seperti RSKO Jakarta, di Indonesia saja satu-satunya.

RSKO Jakarta yang telah berdiri sejak 1972 menjadi rujukan atau tempat belajar bagi rumah sakit lain yang memiliki rawat inap penyalahguna NAPZA, rumah rehabilitasi narkoba, unversitas dan masyarakat dari dalam dan luar negeri.

Penulis mendapatkan cerita dari para senior bahwa dahulu Badan Narkotika Nasional (BNN) saat akan mendirikan Balai Besar Rehabilitasi Narkoba, Lido, Jawa Barat belajar dari RSKO Jakarta.

Balai Rehabilitasi Narkoba Lido pun tidak berbentuk rumah sakit, kenapa BNN tidak tertarik menjadikannya Rumah Sakit Khusus Narkoba ? Apakah tidak pas layanan rehabilitasi narkoba berbentuk Rumah Sakit ? ...mungkin saja..

Apa yang membuat RSKO Jakarta tidak seperti Rumah Sakit lainnya yang dapat mengoptimalkan pendapatannya ?

RSKO Jakarta sebagai rumah sakit pemerintah belum memberikan pelayanan pembiayaan melalui JKN-KIS BPJS Kesehatan karena terkendala belum keluarnya ijin operasional tetap masih sementara.

Aset tanah 1,5 hektar RSKO Jakarta yang merupakan UPT vertikal Kemenkes RI masih dimiliki Pemda DKI Jakarta dan kawasan RSKO Jakarta merupakan area pendidikan bukan kesehatan sehingga mengganjal ijin operasional tetap keluar.

Didepan pintu masuk RSKO Jakarta ada seperti prasasti yang berbunyi "tanah ini milik Pemda DKI Jakarta", entah kenapa sejak 1972 sampai saat ini RSKO Jakarta yang amat melegenda tidak memiliki aset tanah sendiri.

Begitu sulitkah hibah atas tanah antar institusi pemerintah ? sulitkah perubahan area pendidikan menjadi kesehatan ? Sulitkan BPJS Kesehatan meloloskan RSKO Jakarta ?

Dampaknya masyarakat enggan mendatangi rumah sakit ini karena disekitar RSKO Jakarta seperti Rumah Sakit, dan Klinik sudah menerima layanan JKN-KIS BPJS Kesehatan.

Akhirnya tersia-sianya fasilitas di RSKO Jakarta bagi masyarakat umum (bukan pecandu narkoba) seperti : Poliklinik Rawat Jalan, Radiologi, Laboratorium, Fisioterapi, Psikososial dan MCU.

Biaya layanan rawat inap NAPZA yang sebagian besar kelas III sekitar 4,5 s/d 5 juta perbulan (30 hari) diluar biaya kesehatan tambahan lain.

Bila dibandingkan dengan perawatan tifus 3 s/d 5 hari berdasarkan nilai klaim BPJS untuk RS Kelas B dikisaran 4,3 s/d 4,7 juta Rupiah.

Bila dilihat dari perawatan tifus (3 s/d 5 hari) dibandingkan rawat inap rehab (30 hari) tidak jauh beda, maka secara jelas bahwa RSKO Jakarta di design tidak untuk untung.

Itu baru perawatan tifus bagaimana bila dibandingkan dengan perawatan penyakit lainnya, bisa jauh sekali bedanya.

Kendala lainnya Pada PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2020 TENTANG PENYELENGGARAAN INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR pada BAB IV Pasal 10 berbunyi "Pembiayaan penyelenggaraan pelayanan di IPWL bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan Narkotika warga negara Indonesia yang tidak mampu yang dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan didasarkan pada kiteria sebagai penerima bantuan iuran jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan"

Pembiayaan bagi pasien pecandu narkoba yang di rehabilitasi tidak bisa dibayarkan oleh Pemerintah melalui IPWL jika pasien tidak memiliki kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan berstatus Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Layanan rawat inap saja bisa menyentuh 5 juta, jika ditambahkan kebutuhan lainnya diluar medis (kebutuhan pribadi) bisa menyentuh 7 s/d 8 juta perbulan bahkan lebih.

Sedangkan waktu rawat bila diputuskan rehabilitasi NAPZA minimal 3 bulan, bahkan ada pasien yang menyentuh rawat inap diatas setahun lamanya.

Dapat dinyatakan bagi pasien dengan keluarga tidak kaya akan sulit mendapatkan layanan rehabilitasi di RSKO Jakarta bila tidak memiliki JKN-KIS PBI.

Bila pasien memiliki kartu JKN-KIS Non PBI bisa dipastikan tidak akan mendapatkan layanan dan harus merogoh kocek sendiri.

RSKO Jakarta juga tidak memiliki layanan yang dapat meningkatkan pendapatan seperti kebidanan, ICU, Hemodialisa, Rawat Inap Umum, dan layanan Kamar Operasi, dan Jantung,.

Memang RSKO Jakarta tidak di design untuk untung karena bila banyak layanan dirangkul akan menghilangkan status sebagai Rumah Sakit Khusus Penyalahgunaan Obat.

Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit langka yang memang perlu tetap diselamatkan oleh Pemerintah.

Patut dipahami bahwa ASN dan Pegawai RSKO Jakarta untuk remunerasinya tidak dibiayai oleh APBN tapi melalui pendapatan BLU yang kecil (untuk standar Rumah Sakit).

Hal ini tentunya akan berdampak pada keenganan ASN atau tenaga medis untuk berkerja / ditempatkan di RSKO Jakarta.

Rumah Sakit Khusus Ketergantungan Obat bila dibiarkan kondisi seperti ini akan menjadi tempat pijakan sementara ASN yang mutasi ke wilayah Jakarta untuk nantinya bisa rotasi ke RS lainnya.

Berujung RSKO hanya berharap pada ASN / Pegawai yang ikhlas mengabdi atau ASN / pegawai yang sudah memiliki pekerjaan sampingan di luar RSKO Jakarta.

Padahal kasus yang dihadapi perawat yang dianiaya di Palembang sering kali dihadapi oleh pegawai di RSKO Jakarta .....miris. bukan !...

Presiden Joko Widodo pada awal masa jabatannya sangat peduli terhadap para pecandu narkoba untuk dipulihkan dari ketergantungan zat adiktif.

Beliau RI 1 mengeluarkan keputusan untuk menjalankan program 100.000 pecandu narkoba di rehabilitasi tapi aturan main dibawahnya mengebiri keinginan baik sang Presiden.

---

Salam hangat

Andri Mastiyanto

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image