Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Bambang

Jual Beli Online Dropship Tinjauan Fikih Muamalah

Bisnis | 2021-05-11 14:22:28

ABSTRAK

Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini sudah lazim kita temui transaksi melalui media internet, salah satunya adalah jual beli dengan sistem dropship yaitu menjual barang dengan cara memajang foto suatu produk beserta dengan keterangan produk atau deskripsi secara jelas namun penjual sebagai dropshipper belum memiliki barang tersebut. Apabila ada pembeli atau customer maka penjual tersebut akan meminta pembeli mentrasfer total harga barang yang sudah disepakati oleh penjual dan pembeli kemudian penjual akan memesan barang kepada pemilik barang atau suplier dan mentrasfer harga sesuai kesepakatan penjual dengan pemilik barang juga meminta pemilik barang untuk mengirimkan barang ke alamat pembeli tanpa melewati tangan penjual terlebih dahulu. Dengan mencantumkan label pengiriman nama toko penjual yaitu dropshipper. Hukum asal jual beli adalah halal, selama tidak mengandung hal yang terlarang. Sudah seharusnya setiap pebisnis menjadikan ilmu di depan segala amalnya agar perdagangan atau bisnis yang dijalankan tidak terjerumus dalam perkara haram.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam praktik jual beli sistem transaksi dropship termasuk jual beli yang terlarang (haram). Karena tidak terpenuhinya syarat jual beli, yaitu di mana dropshipperbelum memiliki barang dagangan sehingga tidak memiliki kekuasaan terhadap barang untuk dijual, dan bertindak tidak jujur atas label pengiriman barang yang seolah-olah dropship adalah pemilik dan pengirim barang yang sesungguhnya.

Kata kunci : Transaksi Dropship, Muamalah Kontemporer.

A. PENDAHULUAN

Konektivitas bisnis dan teknologi yang terjadi sekarang ini mendorong perkembangan perniagaan yang modern dan fleksibel. Cara pelaku bisnis untuk berniaga atau bertransaksi dalam jual beli dengan menggunakan media internet saat ini telah lazim kita temui, hal ini untuk memudahkan proses transaksi dengan cara komunikasi jarak jauh kapanpun dan dimanapun juga mudah dijangkau oleh semua orang. Pelaku bisnis maupun pembeli dapat melakukan transaksi antar daerah, antar pulau bahkan sampai keseluruh dunia dengan proses yang lebih ringkas dan waktu yang makin singkat.

Sebelum melangkah jauh berbisnis online banyak hal yang harus diperhatikan supaya transaksi perniagaan di era modern yang mengandalkan kemajuan teknologi agar menjadi sah (halal) secara hukum Islam.Syariat Islam dengan hikmah dan rahmatnya mengharamkan segala hal yang membahayakan terhadap agama dan dunia.Sehingga dalam Islam mempunyai peraturan sendiri dalam wilayah ekonomi seperti muamalah.Muamalah mengatur hubungan seseorang dengan orang lain, seperti kegiatan jual beli atau tukar menukar harta. Maka dari itu muncullah fiqh muamalah sebagai hukum yang bersifat praktis dan diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci untuk mengatur hubungan keperdataan seseorang dengan orang lain dalam hal persoalanekonomi.[1]Pada prinsipnyakaidah muamalah hukum asalnya adalah Mubah/Boleh dan halal, sepanjang saling ridha, jujur dan adil tanpa ada unsur kebatilan dan kezaliman.

Islam telah mengatur keseluruhan aspek hidup manusia secara global hingga pada permasalahan ekonomi, khususnya masalah jual beli.Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, tentu saja mengatur hal jual beli dalam rangka memberikan kemaslahatan agar tidak terjadi kemudharatan atau dampak buruk dari transaksi yang dilakukan.Jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain yang menerimanya sesuai dengan perjanjian dan ketentuan yang telah dibenarkan syara dan disepakati.[2]

Jual beli era baru banyak mengalami transformasi dengan cara transaksi online yaitu dilakukan dengan cara pihak pedagang maupun pihak pembeli tidak harus bertemu secara langsung atau kontak fisik (face to face). Praktik muamalah dengan menggunakan media internet belakangan ini yang sedang marak adalah jual beli online dengan menggunakan sistem transaksi dropship.Dropshipping merupakan penjualan produk yang memungkinkan dropshipper menjual barang ke pelanggan dengan menggunakan foto dari supplier/toko (tanpa harus menyetokbarang) dan memasarkannya dengan harga yang ditentukan dropshipper atau kesepakatan harga bersama antara supplier dengan dropshipper.[3]

Secara singkat praktik system dropship adalah memasarkan atau menjual barang melalui internet kepada pemesan atau customer dengan bermodalkan deskripsi barang secara terperinci tanpa memiliki barang sebelumnya.Bagi pelaku bisnis praktik dropship ini banyak keunggulan dan juga saling menguntungkan antara dropshipper dan supplier. Diantaranya bagi supplier atau penyedia barang, akan sangat terbantu karena pemasaran barang semakin luas. Sedang bagi dropshipper berpeluang mendapatkan penghasilan tanpa modal.

Dan ini menimbulkan ketidakjelasan status hukum dropshipping dalam konsep jual beli secara ekonomi syariah.Maka untuk mengulas hal tersebut penulis menjadikannya sebagai telaah ilmiah yang disusun dalam Tinjauan Fikih Muamalah Kontemporer Terhadap Jual Beli Online Dengan Sistem Transaksi Dropship Dan Solusinya.

B. PEMBAHASAN

a) Jual Beli Dalam Perspektif Hukum Islam

Jual beli (al-bay) secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan: Baa asy-syaia jika dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan baahu jika dia membelinya dan memasukkannya kedalam hakmiliknya, dan ini masuk dalam kategori nama-nama yang memiliki lawan kata jika disebut ia mengandung makna dan lawannya seperti perkataan al-qur yang berarti haid dan suci.Jual beli disyariatkan berdasarkan konsensus kaum muslimin.[4]Karena kehidupan umat menusia tidak bisa tegak tanpa adanya jual beli. Allah berfirman:

 

275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (Al-Baqarah: 275).

Demikian juga dengan perkataan syara artinya mengambil dan syara yang berarti menjual. Allah SWT berfirman: Dan mereka menjualnya dengan harga yang sedikit, artinya mereka menjual Yusuf, karena masing-masing pihak telah mengambil ganti dan memberi ganti, yang satu sebagai penjual dengan yang ia beri dan pembeli dengan apa yang ia ambil maka kedua nama ini layak untuk dijadikan sebagai sebutannya.
Tetapi menurut bahasa orang Quraisy mereka memakai istilah baa jika ia mengeluarkan barang yang dijual dari hak miliknya, dan isytara jika dia memasukkan barang itu dalam hak miliknya dan inilah yang masih dipakai sampai sekarang. Penejelasan ini terdapat pada Al-Bahjah dalam Syarah At-Tuhfah karya Abu Al-Hasan Ali bin Abdussalam Al-Mutawalli, 2/2.Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut: menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.[5]

b) Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun Jual Beli

Rukun Jual beli ada tiga: kedua belah pihak yang berakad (aqidan), yang diakadkan (maqud alaih), dan shighat (lafal).[6]Atau bahasa dalam buku Fiqh Muamalah Hendi Suhendi, rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan makud alaih (objek akad). Shighat yaitu ijab dan qabul adalah rukun yang paling penting.

Syarat-syarat Sah Ijab Kabul

Masalah ijab dan kabul ini para ulama fiqh berbeda pendapat, di antaranya berikut ini. Menurut Ulama Syafiiyah ijab dan kabul ialah: Tidak sah akad jualbeli kecuali dengan sighat (ijab qabul) yang diucapkan.[7]Berhadap-hadapan pembeli dan penjual harus menunjukkan shighat akadanya kepada orang yang sedang bertransaksi dengannya yakni harus sesuai dengan orang yang dituju.Dengan demikian tidak sah berkata, Saya menjual kepadamu!. Tidak boleh berkata, Saya menjual kepada Ahmad, padahal nama pembeli bukan Ahmad.

Ditujukan pada seluruh badan yang akad tidak sah berkata, Saya menjual barang ini kepada kepala atau tangan kamu.Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab, orang yang mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak bertransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab kecuali jika diwakilkan.Harus menyebutkan barang dan harga.

Macam-macam jual beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi.Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.[8] Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dibagi menjadi 3 bentuk: jual beli itu ada tiga macam: 1) jual beli benda yang kelihatan, 2) jual beli benda yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3) jual beli benda yang tidak ada.[9]

Larangan dalam Jual Beli

v Riba

Literatur fikih pada umumnya menjelaskan ragam riba dengan versi bermacam-macam.Sebagian Ulama menyebutkan ragam riba itu ada dua, yaitu riba fadhl dan riba nasiah. Sebagian Ulama yang lain menyebutkan ragam riba itu ada tiga, yaitu riba fadhl, riba nasiah, dan riba yad. Sebagian ulama yang lian menyebutkan di anatara ragam riba ada riba sharf dan riba nasa.

Apakah bentuk-bentuk riba itu ada berapa?Perbedaan para ulama di atas adalah perbedaan istilah atau substansi dan ragam riba menjadi jelas.Jika merujuk pada dalil-dalil Al-Quran, as-Sunnah, bisa disimpulkan bahwa riba terbagi dua: riba qardh dan riba buyu tersebut mencakup riba al-fadhl dan riba nasiah.[10]

v Gharar

Menurut ahli fikih, gharar adalah sifat dalam muamalah yang menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur al-aqibah).[11]Secara operasional, gharar bisa diartikan; kedua belah pihak dalam transaksi yang tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak kedua dirugikan.

Gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang pasti menjadi tidak pasti.26 Bai gharar hukumnya haram berdasarkan Alquran dan hadis.

Dalil haram bai gharar dari Alquran adalah firman Allah Taala:

 

90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan

91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (QS Al-Maidah 90-91)

c) MengenalDropship

Sistem dropshipping banyak diterapkan pada saat ini oleh para penggiat toko online.Mereka tidak mesti memiliki barang.Cukup mereka memasang iklan di website atau blog, lalu jika ada pesanan, mereka tinggal menghubungi pihak produsen atau grosir.Setelah itu pihak produsen atau grosir selaku dropshipper yang mengirimkan barang langsung kepada buyer (pembeli).

Hadirnya sistem dropshipping di tengah masyarakat bak hembusan angin surga bagi banyak orang untuk dapat mewujudkan impian besar mereka menjadi pengusaha online tanpa modal.Betapa tidak, dengan sistem dropshipping pengusaha online dapat menjual produk bahkan berbagai produk ke konsumen.Semua itu tanpa butuh modal atau berbagai piranti keras lainnya.Yang dibutuhkan hanyalah foto-foto produk yang berasal dari supplier/toko.Pegiat juragan online dapat menjalankan usaha dengan sistem ini walau tanpa membeli barang terlebih dahulu.Namun demikian juragan onlinedapat menjual produk dimaksud ke konsumen dengan harga yang ditentukan oleh dropshipper.

Dalam sistem dropshipping konsumen terlebih dahulu melakukan pembayaran baik tunai atau via transfer ke rekening dropshipper.Selanjutnya dropshipper melakukan pembayaran kepada supplier sesuai dengan harga beli dropshipper disertai dengan ongkos kirim barang ke alamat konsumen. Sebagaimana dropshipper berkewajiban menyerahkan data konsumen; berupa nama, alamat, dan nomor telpon kepada supplier. Bila semua prosedur di atas telah selesai, maka supplier bertugas mengirimkan barang yang dibeli kepada konsumen.

Namun perlu dicatatkan; walau supplier yang mengirimkan barang, akan tetapi nama dropshipper-lah yang dicantumkan sebagai pengirim barang. Dengan demikian, konsumen tidak mengetahui bahwa sejatinya ia membeli barang dari supplier (pihak ke dua) dan bukan dari dropshipper (pihak pertama).


Keuntungan Sistem Dropshipping: [12]

Dropshipper, mendapatkan keuntungan atau fee atas jasanya memasarkan barang milik supplier.

a) Tidak butuh modal besar untuk dapat mengikuti sistem ini.
b) Sebagai dropshipper, anda tidak perlu menyediakan kantor dan gudang barang.
c) Walau tanpa berbekalkan pendidikan tinggi, asalkan anda cakap dalam berselancar di dunia maya (berinternet) maka anda dapat menjalankan sistem ini.
d) Anda terbebas dari beban pengemasan dan pengantaran produk.
e) Sistem ini tidak kenal batas waktu atau ruang, alias anda dapat menjalankan usaha ini kapanpun dan dimanapun anda berada.

d) Hukum Dropshipping.

Untuk mengetahui status hukum halal haram suatu perniagaan, maka harus melihat tingkat keselarasan system dropship tersebut dengan prinsip-prinsip dasar perniagaan dalam Syariat.Bila perniagaan tersebut selaras dengan prinsip syariat maka halal untuk dijalankan.Namun bila terbukti menyeleweng dari salah satu prinsip atau bahkan lebih maka sudah sepantasnya anda mewaspadainya.

Berikut beberapa prinsip syariat dalam perniagaan yang perlu dicermati karena berkaitan erat dengan sistem dropshipping:

1. Prinsip Pertama : Kejujuran.

Berharap mendapat keuntungan dari suatu perniagaan bukan berarti menghalalkan dusta. Karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya arti kejujuran dalam perniagaan, diantara melalui sabdanya:

()

Kedua orang yang terlibat transaksi jual-beli, selama belum berpisah, memiliki hak pilih untuk membatalkan atau meneruskan akadnya.Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka akad jual-beli mereka diberkahi.Namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan.Muttafaqun alaih.

2 Prinsip Kedua :Tidak Boleh Menjual Barang Yang Tidak Belum Dimiliki.

Islam begitu menekankan kehormatan harta kekayaan umatnya. Karena itu, islam mengharamkan atas umat Islam berbagai bentuk tindakan merampas atau pemanfaatan harta orang lain tanpa izin atau kerelaan darinya. Allah Taala berfirman:

 

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu

(An Nisa 29),

()

Tidak halal harta orang muslim kecuali atas dasar kerelaan jiwa darinya. Riwayat Ahmad, dan lainnya.

Begitu besar penekanan Islam tentang hal ini, sehingga Islam menutup segala celah yang dapat menjerumuskan umat Islam kepada praktek memakan harta saudaranya tanpa alasan yang dibenarkan.

3 Prinsip Ketiga : Hindari Riba Dan Berbagai Celahnya.

Sejarah umat manusia telah membuktikan bahwa praktek riba senantiasa mendatangkan menghancurkan tatanan ekonomi masyarakat. Wajar bila islam mengharamkan praktek riba dan berbagai praktek niaga yang dapat menjadi celah terjadinya praktek riba.

Diantara celah riba yang telah ditutup dalam Islam menjual kembali barang yang telah anda beli namun secara fisik belum sepenuhnya anda terima dari penjual. Belum sepenuhnya anda terima bisa jadi:

- Anda masih satu majlis dengan penjualnya.
- Atau fisik barang belum anda terima walaupun anda telah berpisah tempat dengan penjual. Pada kedua kondisi ini anda belum dibenarkan menjual kembali barang yang telah anda beli, mengingat kedua kondisi ini menyisakan celah terjadinya praktek riba. Sahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma mengisahkan:

.

Rasulullah melarang dari menjual kembali setiap barang ditempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing. Riwayat Abu dawud dan Al Hakim

Dan pada hadits lain beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

(. .

Barang siapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia benar-benar telah menerimanya Ibnu Abbas berkata: Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan. Muttafaqun alaih.

Sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma ditanya lebih lanjut tentang alasan larangan ini menyatakan:

.

Yang demikian itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sekedar kedok belaka).Muttafaqun alaih.

Sistem dropshippingdalam prakteknya bisa saja melanggar ketiga prinsip di atas atau salah satunya, sehingga keluar dari aturan syariat alias haram.

Seorang dropshipper bisa saja mengaku sebagai pemiliki barang atau paling kurang sebagai agen, padahal pada kenyataannya tidak demikian. Karena dusta ini bisa jadi konsumen menduga bahwa ia mendapatkan barang dengan harga murah dan terbebas dari praktek percaloan, padahal kenyataannya tidak demikian. Andai ia menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang agen atau pihak kedua, bisa saja ia mengurungkan pembeliannya.

Pelanggaran bisa juga berupa dropshipper menawarkan lalu menjual barang yang belum ia terima, walaupun ia telah membelinya dari supplier. Dengan demikian dropshipper melanggar larangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas.

Atau bisa jadi dropshipper menentukan keuntungan melebihi yang diizinkan oleh supplier. Jelaslah ulah dropshipper ini merugikan supplier, karena barang dagangan miliknya telat laku, atau bahkan kehilangan pasarnya.[13]

C. SOLUSI

Agar terhindar dari berbagai pelanggaran di atas, maka berikut adalah solusi yang dapat menjadi alternative dalam transaksi dropship:

a) Bertindak sebagai broker, dalam kondisi ini bisa mengambil keuntungan dari pihak pembeli atau produsen (grosir) atau keduanya sekaligus sesuai kesepakatan.
b) Bertindak sebagai agen atau wakil, dalam kondisi ini, barang masih boleh berada di tempat produsen (grosir) dan mereka pun bisa bertindak sebagai pengirim barang (dropshipper) ke tangan konsumen atau buyer. Jika sebagai agen berarti sudah disetujui oleh pihak produsen atau grosir, ada hitam di atas putih.
c) Jika menjual sendiri (misal atas nama toko online), tidak atas nama produsen, maka seharusnya barang sampai ke tangan, lalu boleh dijual pada pihak lain.

Bentuk dari solusi ketiga ini bisa menempuh dua cara:

Menggunakan sistem bai al murabahah lil amir bisy syira (memerintah untuk membelikan barang dengan keuntungan yang disepakati bersama). Sistem ini bentuknya adalah buyer (pembeli) melihat suatu barang yang ia tertarik di katalog toko online. Lalu buyer memerintahkan pada pihak toko online untuk membelikan barang tersebut dengan keuntungannya yang telah disepakati. Barang tersebut dibelikan dari pihak produsen (grosir). Namun catatan yang perlu diperhatikan, sistem al aamir bisy syiro tidak bersifat mengikat. Pihak buyer bisa saja membatalkan transaksi sebelum barang dikirimkan. Kemudian dalam sistem ini menunjukkan bahwa barang tersebut sudah jadi milik penuh pihak toko online. Dalam sistem ini sebagai dropshipper adalah pihak toko online itu sendiri atau bisa jadi ia menyuruh pada supplier, namun ia yang bertanggungjawab penuh terhadap kerusakan barang. Lihat bahasan mengenai bai al murabahah lil amir bisy syira.

Menggunakan sistem bai salam (uang tunai terlebih dahulu diserahkan tidak bisa dicicil, lalu barang belakangan). Bentuknya adalah buyer (pembeli) mengirimkan uang tunai kepada pihak toko online seharga barang yang hendak dia beli, kemudian pihak toko online mencarikan barang pesanan pembeli. Lalu pihak toko online membeli barang, dan selanjutnya barang dikirim ke pembeli oleh tanpa disyaratkan pemilik toko online tersebut yang mengirimnya, bisa saja pihak produsen (grosir) yang mengirimnya secara langsung pada buyer. [14]

D. KESIMPULAN

Hukum asal berbagai bentuk jual beli itu dibolehkan selama tidak mengandung salah satu jual beli yang terlarang. Sudah seharusnya setiap pebisnis menjadikan ilmu di depan segala amalnya agar perdagangan atau bisnis yang dijalankan tidak terjerumus dalam perkara haram.

Setelah penulis mengkaji dari berbagai sumber pembahasan dalam buku fikih muamalah yang ditulis oleh ulama kontemporer juga dari buku ilmiah yang membahas tentang problematika maaliyah serta dari berbagai penjelasan tokoh agama yang telah diuraikan pada penelitian tentang hukum jual beli online dengan transaksi sistem dropship, maka penulis ambil kesimpulan sebagai berikut:

a). Jual beli online dengan transaksi sistem dropship adalah menjual barang dengan cara memajang foto suatu produk beserta dengan keterangan produk atau deskripsi secara jelas namun penjual sebagai dropshipper belum memiliki barang tersebut, apabila ada pembeli atau customer maka penjual tersebut akan meminta pembeli mentrasfer total harga barang yang sudah disepakati oleh penjual dan pembeli kemudian penjual akan memesan barang kepada pemilik barang atau suplier dan mentrasfer harga sesuai kesepakatan penjual dengan pemilik barang juga meminta pemilik barang untuk mengirimkan barang ke alamat pembeli tanpa melewati tangan penjual terlebih dahulu. Dengan mencantumkan label pengiriman nama toko penjual yaitu dropshipper.

b). Jual beli sistem dropship tidaklah sah dan termasuk menjual barang yang belum dimiliki dan Rasulullah saw melarang seseorang menjual kembali barang sebelum menerimanya. Hikmah larangan untuk menjual barang sebelum menerimanya adalah dikarenakan penjual dalam hal ini dropshipper belum menanggung konsekuensi kerugian jika terjadi kerusakan atau kehilangan barang dalam proses pengiriman, dikarenakan barang tersebut masih dalam tanggungan pemilik barang atau suplier, dan Rasulullah saw melarang untuk mengambil keuntungan dari barang yang belum ditanggung (konsekuensi kerugiannya).

c). Namun praktek system dropship ini ada solusi supaya transaksi jual-belinya menjadi halal, sebagaimana dijelaskan diatas.

Demikianlah paparan singkat tentang skema dropshipping, semoga dapat menambah khazanah ilmu agama kita.Dan besar harapan saya semoga Allah Taala memudahkan dan memberkahi perniagaan kita. Wallahu Taala aalam bisshawab

[1]Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 118-119.
[2]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 68.[3]Ahmad Syafii, Step by Step Bisnis Dropshipping dan Reseller, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), hlm. 2.
[4]https://pengusahamuslim.com/69-hukum-jual-beli-definisi-klasifikasi-pembagian-dan-syarat.html
[6]Idris Ahmad, Fiqh Al-Syafiiiyah, (Karya Indah, 1986) hlm 5
[7]Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat..., 28.
[8]Abdurrahman Al-Jaziri, al-Fiqh Ala Madzahib al-Arbaah, t.th (Beirut: Dar al-Qalam), hlm 155
[9]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 75
[10]Taqiyyuddin, Kifayat al-Akhyar, terj. Abi Bakr Ibn Muhammad, (Bandung: Almaarif), hlm 329
[11]Al-Kahlani, Subul al-Salam, hlm 47
[12]Standar Syariah AAOIFI Bahrain no. 31, Haiatu al-Muhasabah wa al-Murajaah li al-Muassasat al-Maliyah al-Islamiyah, Bahrain, cet. 2010.
[13]https://arifinbadri.com/303-dropshipping-dan-solusinya.html
[14]https://rumaysho.com/3035-sistem-dropshipping-dan-solusinya.html

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Al-Jaziri, Abdurrahman, al-Fiqh Ala Madzahib al-Arbaah, t.th, Beirut: Dar al-Qalam.

Muhammad Azzam, Abdul Aziz, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam, Amzah, 2017.

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Syafii, Ahmad, Step by Step Bisnis Dropshipping dan Reseller, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013.

Syariah AAOIFI Bahrain, Standar no. 31, Haiatu al-Muhasabah wa al-Murajaah li al-Muassasat al-Maliyah al-Islamiyah, Bahrain, cet. 2010.

Tarmizi, Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017.

https://rumaysho.com/3035-sistem-dropshipping-dan-solusinya.html

https://arifinbadri.com/303-dropshipping-dan-solusinya.html

https://pengusahamuslim.com/69-hukum-jual-beli-definisi-klasifikasi-pembagian-dan-syarat.html

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image