Nggragas Mode On, Beneran Fix 3 Periode?
Politik | 2022-04-17 12:50:15Nggragas Mode On, Beneran Fix 3 Periode?
Oleh: Dhevy Hakim
Setali tiga uang dengan wacana penundaan pemilu 2024, gagasan masa jabatan tiga periode juga terus diperbincangkan. Pro dan kontra semakin menanas. Alhasil publik dibuat gaduh dengan wacana tersebut. Di tengah situasi masyarakat merasakan susah akibat melambungnya harga bahan pokok, susah mencari minyak goreng sampai harus rela antri panjang, justru elit politik sibuk mencari dukungan memperpanjang periode jabatan.
Miris! Sense of crisis seperti sudah melekat pada wakil rakyat. Sebagai wakil rakyat semestinya paling mengerti dan merasakan penderitaan rakyatnya. Bahkan menurut Rocky Gerung semestinya para wakil rakyat itu merasa malu jika menyetujui perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Karena secara tidak langsung bila eksekutif masa jabatannya berubah maka masa jabatan untuk wakil rakyat juga menjadi tiga periode.
Nggragas mode on. Mungkin kalimat yang bisa mewakili mereka yang memaksakan kehendak untuk memperpanjang periode jabatan. Bagaimana tidak?! Nggragas yang bisa diartikan sebagai tindakan serakah jelas sekali terlihat pada tuntutan masa tiga periode. Selain karena memaksakan konstitusi untuk diamandemen juga perpanjangan tiga periode menguntungkan sejumlah elite untuk memperbanyak masa kekuasaan.
Menunjukkan Wajah Demokrasi
Perayaan pesta demokrasi melalui pemilihan umum setiap tahunnya tidaklah memakan biaya yang sedikit. Biaya rekomendasi kepada partai maupun besarnya biaya yang diperlukan untuk kampanye membuat para wakil rakyat mau tidak mau menggandeng para pengusaha atau pemilik modal.
Perselingkuhan demokrasi dengan oligarki tak bisa dihindari. Slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tinggallah pilar saja. Kenyataan yang terjadi kekuasaan berada di tangan pemilik modal. Dalam hal ini bisa pengusaha maupun oligarki. Kebijakan yang dikeluarkan seolah dari, oleh, dan untuk pemilik modal. Inilah wajah demokrasi yang sebenarnya.
Atas nama rakyat hanyalah topeng untuk menutupi kebohongan belaka. Sifat ‘nggragas’ atau serakah pada kekuasaan sangat kentara. Apalagi jika tiga periode fix diambil, jelaslah ‘nggragas’ mode on. Bagaimana tidak, dengan seribu dalih pun masyarakat awam mengerti hal itu semata demi memperbanyak masa kekuasaan. Padahal jelas melanggar konstitusi.
Kekuasaan itu Amanah
Manusia diciptakan Allah SWT dengan memiliki naluri mempertahankan diri (garizah baqa’). Perwujudan naluri ini adalah rasa ingin dihargai eksistensinya dan keinginan untuk berkuasa atau memimpin. Oleh karenanya Allah SWT menyertakan syariat Islam untuk mengatur manusia supaya memiliki rambu-rambu dalam memenuhi nalurinya tersebut.
Kekuasaan atau jabatan menurut pandangan syariat adalah amanah. Amanah yang akan diminta pertanggungjawaban dunia akhirat. Kisah Umar bin Khattab saat mendapatkan amanah sebagai Amirul mukminin saat itu dengan mengucapkan innalilahi wa innailaihi roji'un sejatinya menunjukkan memikul amanah itu tanggung jawabnya sangat besar.
Dari perspektif ini, amanah dalam sistem Islam akan jauh berbeda dengan meraup tampuk kekuasaan di era kapitalisme. Saat ini kita dengan kasat mata melihat jabatan saling diperebutkan, pemandangan yang jelas nampak saat kampanye pemilu. Tak jarang black kampaig digunakan untuk meruntuhkan lawan politiknya.
Demokrasi dengan Trias politica yakni dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat faktanya tidak terwujud. Kenyataan yang ada hanyalah kepentingan penguasa dan pengusaha yang telah menyokong penguasa.
Berbeda dengan sistem Islam, negara dijalankan berdasarkan syariat Islam. Sehingga penguasa dan para pegawainya bekerja sesuai syariat Islam. Dengan begitu tidak ada yang namanya kekuasaan aji mumpung, kekuasaan untuk kepentingan pemilik modal, maupun kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.
Sistem Islam dengan konsep politiknya yakni riayah suunil ummah justru akan mengurusi seluruh urusan rakyatnya. Penguasa wajib hukumnya memenuhi kebutuhan warga negaranya. Insyaallah dengan sistem Islam inilah kekuasaan akan dijalankan dengan amanah dan berpihak pada rakyat.
Wallahu a’am.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.