Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image publik histori_indonesia

Tak seperti Investasi Miras,Investasi Warisan Budaya Bawah Laut belum dicabut

Info Terkini | Thursday, 06 May 2021, 08:23 WIB

Investasi Miras tercantum di dalam Lampiran Peraturan Presiden (Perpres) No 10 tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal khusus yang mengatur soal investasi minuman beralkohol. Jokowi akhirnya mencabut Perpres ini setelah mengundang banyak kontroversi dari berbagai kalangan. Termasuk dari organisasi keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah, PUI dan lainnya."Saya putuskan, lampiran Perpres pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol dicabut," kata Jokowi dalam konpers pada tayangan YouTube di Istana, Jakarta, Selasa (02/03/2021). setelah dicabutnya lampiran untuk investasi miras, terjadi kembali polemik terkait investasi izin pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) atau yang sering disebut harta karun. polemik ini menjadi hangat ketika konferensi pers Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menjelaskan lewat UU Cipta Kerja ada 14 bidang usaha telah dibuka, salah satunya adalah pengangkatan berharga muatan kapal tenggelam. Namun, apabila ada investor yang tertarik untuk mencari harta karun di bawah laut harus memenuhi beberapa syarat ketat dari BKPM. "Jadi, kalau mau cari harta karun di laut bisa kau (investor) turun. Syarat izinnya datang ke kita (BKPM), untuk bisa dapatkan izin," jelas Bahlil dalam konferensi pers, Selasa (2/3/2021). Penjelasan dari kepala BKPM ini langsung menuai berbagai respon dari beberapa pihak seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudijiastuti. Dan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan permohonon khusus kepada Presiden Joko Widodo terkait izin pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Mohon dengan segala kerendahan hati untuk BMKT dikelola dan diangkat sendiri oleh pemerintah kata Susi dalam akun Twitter-nya @susipudjiastuti pada Rabu, 3 Maret 2021. IAAI merespon dengan mengadakan webinar yang bertema NASIB WARISAN BUDAYA DI LAUT DALAM PERPRES NO. 10 TAHUN 2021 pada hari Rabu, 10 Maret 2021. Dilansir dari RUMUSAN WEBINAR NASIB WARISAN BUDAYA DI LAUT DALAM PERPRES NO. 10 TAHUN 2021 Pengantar Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) menjelaskan Maksud diselenggarakannya diskusi ini adalah untuk menanggapi disahkannya Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Peraturan Presiden tersebut telah mengatur Pengangkatan barang muatan kapal tenggelam (BMKT) yang dalam terminologi pelestarian budaya disebut warisan budaya bersifat kebendaan di laut termasuk ke dalam bidang usaha tersebut. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai pandangan dan penafsiran baik pelestari maupun masyarakat bahwa warisan budaya yang seringkali dianggap sebagai harta karun boleh diperjualbelikan oleh negara. Berdasarkan diskusi dari pembicara (Drs. Surya Helmi/ahli arkeologi, Prof. Dr. Dra. MG. Endang Sumiarni, S.H., M.Hum., dan Dr. Andi Achadian, M.Si.), pembahas (Drs. Gatot Ghautama, MA dan Dr. Supratikno Rahardjo), serta penanggap (Dirjen Kebudayaan, Sesditjen Kebudayaan, Direktur PLTLK Ditjenbud, dan masyarakat), dari webinar tersebut disampaikan beberapa pandangan-pandangan yang sekiranya penting untuk diketahui kita bersama. Penulis hanya merangkum atau menulis kembali sebagian dari rumusan asli yang dikeluarkan oleh IAAI. rumusan sebagai berikut:

1. Pandangan ideologis a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat 1 mengamanatkan "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Wujud budaya yang dimanatkan adalah yang bersifat benda dan takbenda. b. Warisan budaya kebendaan di laut adalah bukti sejarah dalam menunjukkan perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai simbol identitas bangsa, warisan budaya tidak ternilai harganya. Dalam keterbatasannya (kuantitas dan kualitas) perlu dilestarikan agar nilai-nilai penting yang terkandungnya dapat sampai kepada setiap generasi. Oleh karena itu, tidak boleh lagi disebut sebagai harta karun. c. Warisan budaya kebendaan di laut tidak bisa lagi dianggap sebagai BMKT. BMKT dalam pengertiannya hanya menunjukkan wujud sebagai benda. Warisan tersebut tidak sekadar kebendaan secara kontekstual tidak dapat dilepaskan dari yang menyertainya. Ada pengetahuan yang tersimpan di dalamnya, kapal, situs, jalur dagang, hubungan budaya, pertukaran teknologi antar bangsa, hubungan antar negara, dan lain-lain. Apabila dilepaskan dari konteksnya akan tercabut dari seluruh nilai pentingnya.

2. Pandangan hukum a. Seluruh warisan budaya bersifat kebendaan baik di darat maupun di air diatur secara khusus (lex specialis) oleh UU No 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam Konsideran UU Cagar Budaya jelas dinyatakan bahwa Cagar Budaya adalah kekayaan budaya, memiliki arti penting, dan harus dilestarikan. b. Pengangkatan warisan budaya kebendaan di laut (dalam UU Cipta Kerja disebut BMKT) dalam UU Cagar budaya termasuk sebagai pencarian. Kegiatan ini harus dilakukan mengikuti kaidah ilmiah arkeologi. c. UU Cipta Kerja dan Perpres No 10 Tahun 2021 telah membuat reduksi nilai warisan budaya sebagai komoditas. Fokus peraturan ini hanya memperhatikan aspek pemanfaatan. Aspek pelindungan dan pengembangan yang diamanatkan oleh UU Cagar Budaya diabaikan. d. Kemendikbud memiliki kewenangan penuh dalam memberikan perizinan, sementara koordinasi dengan kementerian lain hanya terbatas pada pendukungan.

3.Pandangan Pengelolaan a. Warisan budaya kebendaan di laut memiliki high rik, high cost, dan high technology. Hal itu menyebabkan banyak yang belum diurus. Permasalahan ini harus diselesaikan. Konsekuensi pengaturan melalui UU Cagar Budaya kepada negara adalah: mendirikan lembaga pengelola, menyiapkan dana untuk riset, penyiapan SDM, dan program kompetensi khusus. Kemendikbud harus siap dengan mendirikan pusat studi dan museum sebagai tindak lanjut pengangkatan WBK. Kerja sama pendidikan antar universitas untuk SDM Arkeologi Bawah Air b. Pemanfaatan warisan budaya kebendaan di laut tidak harus dijual, tidak harus meninggalkan aspek ekonomi. namun harus melalui manajemen warisan budaya yang memperhatikan asas berkelanjutan. c. Pengelolaan warisan budaya kemaritiman diusulkan melalui sebuah lembaga yang masuk ke dalam struktur pemerintahan. Sementara itu lembaga yang mengelola situs kapal bisa dalam bentuk Badan Pengelola seperti halnya Kawasan Cagar Budaya Nasional atau melalui pendirian museum di setiap wilayah titik penemuan. d. Warisan budaya hasil pengangkatan sebelum lahirnya UU Cagar Budaya harus diperlakukan sebagai Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) seperti diamanatkan dalam UU Cagar Budaya. e. Kemendikbud harus segera melaksanakan program pembuatan narasi atau kandungan intelektual atas warisan budaya. 4. Tindak lanjut a. Harus ada wacana apakah kebijakan pemerintah membuka peluang kerusakan atau tidak, dan bertentangan dengan dengan UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dengan berbagai ahli dan kementerian terkait. b. Apabila kesimpulan akhir dari wacana tersebut menyatakan sangat jelas melanggar peraturan dan perundang-undangan serta mengabaikan pelestariannya, Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) akan mengajukan jucial review atas Perpres No 10 Tahun 2021 tentang Penanaman Modal Usaha yang menyangkut BMKT.

Sudah saatnya semua pihak memandang tinggalan bawah laut sebagai warisan budaya dan bukan sebagai harta karun karena warisan budaya kebendaan di laut tidak bisa lagi dianggap sebagai BMKT. BMKT dalam pengertiannya hanya menunjukkan wujud sebagai benda. Warisan tersebut tidak sekadar kebendaan secara kontekstual tidak dapat dilepaskan dari yang menyertainya. Ada pengetahuan yang tersimpan di dalamnya, kapal, situs, jalur dagang, hubungan budaya, pertukaran teknologi antar bangsa, hubungan antar negara, dan lain-lain. Apabila dilepaskan dari konteksnya akan tercabut dari seluruh nilai pentingnya. Dan jika investasi ini akan tetap diperbolehkan oleh pemerintah semoga g perubahan persepsi dari berbagai stakteholers (ikatan profesi, komunitas, hingga instansi pemerintah) sepakat tidak menggunakan kata Barang tetapi Warisan sehingga bersama2 mengajukan judicial review atas peraturan atau ijin tersebut. atau mencabutnya seperti investasi miras

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image