Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ali Efendi

Semarak Ramadan di Kampung Pesisir

Agama | 2022-04-15 21:42:25
Suasana Tadarus Alquran di Musala Al-kautsar Gang Sorasem Desa Paciran

Ramadan tahun 2022 masih dalam suasana Covid-19, namun para ahli virus saat ini mengalami endemi sehingga Ramadan tahun ini lebih semarak dibandingkan dengan tahun 2020 dan 2021. Tingkat semarak terlihat partisipasi umat Islam dalam mengikuti aktivitas Ramadan lebih ramai dan meriah.

Umat Islam dalam melaksanakan kewajiban puasa Ramadan tahun ini lebih tenang dan tidak lagi dihantui bayang-bayang Covid-19. Kemeriahan Ramadan biasaya diiringi dengan beragam aktivitas ibadah sunah dan tradisi yang baik, serta kebiasaan poositif yang ada di tengah-tengah masyarakat pesisir.

Potret semarak kegiatan Ramadan terlihat di salah satu kampung Pesisir Desa/Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Kampung dengan penduduk 100% penganut agama Islam selalu ramai aktivitas setiap kali Ramadan tiba, baik kewajiban melaksanakan ibadah puasa maupun kegiatan lain yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.

Kampung Pesisir Desa Paciran memang tidak pernah sepi dari berbagai jenis kegiatan walaupun di luar bulan Ramadan. Seperti kegiatan sosial, ekononi, budaya, dan politik, bahkan setiap musim politik tiba dalam 5 tahun sekali kampung pesisir menjadi incaran empuk bagi calon legislatif untuk mendulang suara.

Aktivitas ekonomi kampung Pesisir Desa Paciran senantiasa ramai 24 jam, mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai nelayan tradisional mulai pukul 01.00 WIB untuk persiapan bekerja melaut dan datang sekitar pukul 10.00 – 12.00 WIB. Kedatangan yang selalu ditunggu oleh keluarga dengan harapan hasil penghasilan yang cukup bagus.

Tradisi Keagamaan di Kampung Pesisir

Kampung pesisir Desa Paciran merupakan salah satu kampung yang terletak di Dusun/Desa/Kecamatan Paciran. Secara geografis berada di sepanjang garis pantai Desa Paciran atau terletak di utara Jalan Raya Daedlesh KM 70 (jalur pantai utara Jawa) yang menghubungkan antara Provinsi Jawa Timur sampai dengan Provinsi Banten.

Jalur utama pulau Jawa bagian utara yang terkenal dengan kisah titik nol kilometer Anyer Panarukan. Dalam kajian sejarah kolonialisme imperialisme di Indonesia ketika pemerintahan Hindia Belanda dikendalikan oleh Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal ke-36 yang memerintah dari tahun 1808 sampai 1811.

Tingkat hunian kampung pesisir Desa Paciran tergolong sangat padat, terdiri dari 3 Rukun Warga (RW) dengan jumlah 13 Rukun Tetangga (RT) penduduknya kurang lebih 4.950 jiwa. Adapun fasilitas tempat ibadah terdapat 3 buah masjid dan 8 musala yang terdapat di masing-masing RT dan RW.

Secara sosio relegius umumnya masyarakat Pesisir Desa Paciran tergolong kelompok santri, yaitu masyarakat yang taat menjalan perintah agama Islam. Sebagaimana diskripsi yang diuraikan oleh Nur Syam dalam bukunya “Islam Pesisir” (2005), perspektif baru tentang kajian keagamaan Islam di kalangan masyarakat Jawa.

Ketaatan keberagamaan masyarakat Pesisir Desa Paciran terlihat dalam menjalankan perintah agama yang bersifat wajib dan sunnah. Seperti salat berjamaah di masjid dan musala senantiasa penuh, terutama saat salat maghrib dan isya. Partisipasi masyarakat dalam menunaikan ibadah haji dan umrah jumlahnya juga cukup banyak, padahal profesi mereka sebagai nelayan tulen.

Selain taat dan istiqamah dalam ibadah yang sifatnya langsung (mahdhoh), masyarakat kampung pesisir juga giat dalam menjalankan ibadah sosial (ghairu mahdhoh). Seperti infaq, sadaqah, kerja bakti jumat bersih, gotong royong, dan kerja sama lainnya dalam kebaikan. Jadi mereka senang apabila diminta bantuan untuk aktivtas sosio religius.

Masjid dan musala di kampung Pesisir Desa Paciran rata-rata dibangun atas biaya swadana masyarakat murni. Dana pembangunan tersebut dihimpun dari infak, sadaqah dan zakat, serta sumbangan lainnya yang tidak mengikat. Hasil sumbangan senantiasa diumumkan secara tarnasparansi setelah salat jumat sehingga jamaah (masyarakat) mendengarkan semuanya.

Masyarakat Pesisir Desa Paciran merupakan giat dalam bekerja sehingga mudah dimobilisasi untuk membantu kerja bakti atau bergotong royong seperti; bantuan tenaga untuk kegiatan pengecoran bangunan masjid, gedung sekolah/madrasah/pesantren, jalan kampung, babakan untuk landasan perahu, dan sebagainya.

Suasana Tadarus Alquran di Masjid Nadwatul Islam Jalan Sukunan Paciran

Tradisi Tadarus Alquran di Kampung Pesisir

Salah satu amalan yang disunahkan oleh Rasulullah di bulan Ramadan adalah membaca Alquran sebanyak-banyaknya. Moment Ramadan benar-benar dimanfaatkan oleh umat Islam karena pahalanya akan dilipatgandakan setiap huruf sebagai hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

Kegiatan membaca kitab suci Alquran bersama di masjid dan musala telah menjadi tradisi bagi masyarakat yang tinggal di kampung Pesisir Desa Paciran. Tradarus Alquran telah menjadi tardisi turun-temurun di tengah-tengah masyarakat sebulan penuh selama bulan Ramadan.

Tadarus Alquran bersama dimulai setalah salat sunah tarawih dan witir dan diakhiri pukul 23.00 WIB. Gema suara bacaan Alquran bersautan dari satu masjid/musala dengan masjid/musala lainnya karena masing-masing masjid/musala menggunakan pengeras suara (speker) atas.

Dalam hal ini Keputusan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Aturan Pengeras Suara Masjid dan Musala tertanggal 18 Februari 2022 di lingkungan kampung Pesisir Desa Paciran diabaikan begitu saja alias tidak berlaku.

Keunikan tradisi tadarus Alquran di kampung Pesisir Desa Paciran adalah tidak pernah sepi dari berbagai macam suguhan makanan dan minuman, terkadang berupa nasi ambeng (semacam nasi tumpeng). Ambeng masakan khas pesisir kuah lodeh kental dengan lauk ikan panggang atau goreng yang dimakan bersama dengan cara melingkari nampan (baki).

Selama Ramadan suguhan berupa makan dan minuman datang dengan sendiri diantar oleh warga masyarakat dengan spontan dan suka rela. Takmir masjid/musala tidak pernah menjadwal untuk meminta sumbangan suguhan selama tadarus Alquran berlangsung.

Setiap tahun menjelang akhir Ramadan diadakan agenda Khataman Alquran dimulai setelah salat subuh sampai selesai 30 juz. Biasanya dilanjutkan seletah salat witir di malam ke 28 atau 29 Ramadan hingga tamat dan diakhiri dengan pembacaan doa khatam Alquran.

Babak terakhir yang paling seru dan unik adalah makan ambeng bersama seluruh jamaah, masing-masing musala dan masjid berbeda-beda jumlah ambeng-nya. Di musala biasanya 20 – 23 ambeng, sedangkan untuk skala masjid 24 – 30 ambeng. Hal ini disesuaikan dengan jumlah jamaah yang mengikuti kegiatan Khataman Alquran.

Nilai-nilai dan semangat kebersamaan, serta kesalehan soasial dalam tradisi Tadarus Alquran di kapung Pesisir Desa Paciran perlu untuk dijaga dengan baik, supaya tidak hilang ditelan oleh arus perkembagan teknologi komunikasi dan informasi saat ini. Tantangan globalisasi dan digitalisasi nyata berada di genggaman tangan kita, sewaktu-waktu bisa mengancam tradisi yang telah mengakar dengan baik di tengah masyarakat. Wallahu ‘alam bishshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image