Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Koiyudh

Ada Hikmah di Balik Pemecatan Mou

Olahraga | 2021-04-22 03:22:12
Sumber: Republika.co.id/EPA

Mou, sapaan akrab Jose Mourinho, termasuk pelatih fenomenal. Namanya melambung ke langit sejak bikin Porto juara Liga Champions pada 2004. Pria 58 tahun ini menjungkirbalikkan prediksi banyak orang waktu itu.

Porto klub sepak bola asal Portugal. Sejarah mereka di kompetisi tertinggi Eropa memang belum terlalu signifikan. Bisa dibilang kalah mentereng. Apalagi dibandingkan Manchester United dan Real Madrid, dua peserta paling diunggulkan saat itu. Namun, bak kisah dongeng, mereka tembus final. Porto bertemu tim kuda hitam lain, Monaco, dan menang telak 3-0.

Sukses ini mengejutkan banyak orang. Tidak heran, klub-klub besar lantas terpincut pada Mou. Chelsea salah satu yang akhirnya mampu menggaetnya. Mourinho pun hijrah ke klub London Barat pada 2 Juni 2004. Ia dikontrak tiga tahun.

Julukan "The Special One" sebenarnya bermula dari sini. Ya, memang media yang menyebarkannya. Namun sejatinya itu terucap dari mulut Mou sendiri saat jumpa pers pertama di Stamford Bridge: "Tolong jangan sebut saya sombong, saya juara Eropa dan saya pikir saya special one," kata dia dengan wajah semidatar khasnya.

Mou memang punya kelakuan eksentrik dan percaya diri tinggi. Namun omongannya bukan sekadar cuap-cuap belaka. Ya, betul, selama di Chelsea ia didukung dana miliaran dari taipan minyak pemilik klub Roman Abramovich. Tapi berkat strategi dan kepintaran Mou jualah, mereka sukses meruntuhkan duopoli Arsenal dan Manchester United ketika itu. Si Biru bisa menang dua gelar Liga Inggris. Tambahan lain adalah satu gelar FA Cup, dan dua Piala Liga.

Tiga tahun di London, Mou terbang ke Inter Milan pada 2008. Nah, melatih tim ini mungkin catatan paling ajibnya sepanjang karier. Ia membuat Nerrazuri menjadi tim pertama di Italia yang mampu meraih treble. Treble maksudnya tiga gelar sekaligus dalam satu musim.

Inter sukses memborong gelar Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champions pada tahun sama 2010. Gara-gara itu Mou dinobatkan sebagai Pelatih Dunia Terbaik Tahun Ini oleh FIFA. Ia bahkan masuk daftar lima pelatih langka, menang Liga Champions dengan dua klub berbeda dalam sejarah.

Kenyang bikin prestasi di Italia, Mou lagi-lagi kembali hijrah. Kali ini mendarat di Santiago Bernabue, markas klub bertabur bintang Real Madrid. Musim pertama di sana ia berhasil juara La Liga Spanyol. Ia juga kemudian mempersembahkan piala Copa del Rey dan Supercopa de Espana.

Bak kutu loncat, Mou lompat lagi keluar dari Madrid pada 2013.

Liga Inggris sepertinya masih membuatnya penasaran. Ia memutuskan "pulang" ke Stamford Bridge untuk memanajeri Chelsea. Lagi-lagi ia sanggup menjuarai Liga Premier plus tambahan bonus satu Piala Liga. Namun, sayang performa The Blues perlahan tidak stabil. Pada 2015 ia dipecat. Katanya sih secara baik-baik.

Pemecatan pertama itu bukan kendala. Pada 2016, dia malah gabung Manchester United. Musim pertama, gelar UEFA Europa League, Piala Liga, dan FA Community Shield didapatnya. Tapi pada 2018, MU kok malah jeblok. Buntutnya Mou kembali merasakan dipecat pada 2019.

Tottenham Hotspur-lah yang datang menyambut sebagai penyelamat. Mereka menggaetnya pada 20 November 2019. Entah keputusan tepat atau bukan. Ibarat status pemain di gim playstation PES (Pro Evolution Soccer), Mou saat itu lagi panah oranye condong ke bawah statusnya. Sedang kurang baik. Musim pertama di sana, ia hanya mampu menempatkan Spurs di rangking keenam klasemen Premier League.

Lampu hijau sebenarnya menyala terang awal musim Liga Inggris tahun ini. Ia sempat membawa Spurs ke puncak klasemen. Bahkan digadang-gadang jadi penantang kuat gelar juara liga. Nahas, performa Spurs malah berangsur-angsur merosot. Lilywhites sementara ini baru bisa duduk di peringkat ketujuh klasemen Liga Inggris dengan selisih lima poin dari West Ham di empat besar.

Mourinho juga dikabarkan punya hubungan buruk dengan para pemain. Kabarnya itu memang kerap terjadi di klub-klub sebelumnya. Ia bahkan beberapa kali tidak segan kasih kritik terbuka pada pemainnya sendiri. Dele Alli dan Gareth Bale termasuk korbannya tuh di Spurs. Ini bikin manajemen klub galau. Apalagi sejumlah pemain bintang mereka konon mengancam hengkang kalau Mou masih melatih di sana. Harry Keane salah satunya.

Keputusan itu akhirnya datang. Setelah 18 bulan menunggangi tim London putih, Mou dipecat. Meski bukan pertama, ini catatan terburuknya sepanjang karier. Ia keluar tanpa mengemas gelar satu pun. Stasistik terakhir Mourinho bersama Spurs adalah melakoni 88 pertandingan dengan memetik 44 kemenangan, 19 seri, dan 23 kekalahan. Pemecatan terakhir ini menjadi sorotan media Inggris. Julukan baru sampai disematkan ke dia. Dari the Special One, kini menjadi the Sacked (didepak) One.

Well..ini memang bukan akhir perjalanan si kontroversial Mou. Masih ada klub-klub lain yang rasanya masih mau menampungnya. Namun, bila kita rehat sejenak, duduk, dan memandang agak bijak, ada hikmah yang setidaknya bisa dipetik di balik pemecatan Mou. Kata orang, kamu boleh saja pernah berada di atas, namun bola kehidupan selalu berputar. Suatu saat kamu bisa berada di bawah.

Yap, terkesan klise memang... :) Tapi ini mungkin yang sedang terjadi sama Kang Mou sekarang. Sedang waktunya saja ia berada di bawah.

Publik pun kini hanya bisa menanti dan bertanya. Apakah Mourinho bisa kembali bergulir ke atas? Atau tetap tertunduk meratapi rumput. Kita tunggu saja episode berikutnya dari si fenomenal pada masa mendatang. Cayoo!...Mou...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image