Puasa Melatih Kejujuran
Agama | 2022-04-10 22:58:25Tujuan ibadah puasa yang tercantum di dalam Alqur’an surat Albaqarah ayat 183 adalah membentuk karakter manusia yang bertakwa. Salah satu simbol ketakwaan tersebut adalah kejujuran. Ini merupakan esensi ibadah puasa itu sendiri, membuahkan kejujuran dan menyingkirkan kebohongan.
Puasa adalah amanah dari Allah SWT yang bersifat rahasia. Kualitas ibadah puasa tersebut hanya diketahui pelakunya sendiri dan Allah SWT. Sejak masuknya waktu imsak sampai waktu berbuka, Allah menilai kejujuran hamba-Nya yang sedang berpuasa.
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”(HR Bukhari Muslim). Apa yang terlintas dalam fikiran kita saat membaca penggalan kalimat hadis “puasa adalah untuk-Ku”? Hal ini menimbulkan penasaran dan ingin tahu, apa hikmah dibalik kalimat tersebut terkait dengan ibadah puasa.
Menurut Quraish Shihab, ada dua makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, melatih keikhlasan. Orang berpuasa ditantang berbuat ikhlas hanya untuk Allah SWT. Sebab, orang yang berpuasa dengan yang tidak pun sama, sama-sama terlihat tidak makan dan minum. Kedua, orang yang berpuasa hendaknya meniru sifat-sifat Tuhan, seperti tidak butuh makan, tidak butuh hubungan seks pada siang hari, sifat ilmu yang artinya harus selalu belajar, dan sifat-sifat Allah selainnya.
Ketika berpuasa dituntut untuk jujur, baik ucapan, perbuatan, maupun sikap. Berbohong atau berdusta, mengaku dirinya sedang berpuasa, orang lain tidak akan tahu tapi Allah Mahatahu. Jelaslah, bahwa puasa melatih kejujuran seorang hamba kepada Allah SWT dan juga kepada antarsesama manusia.
Secara psikologis, kejujuran mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman jiwa. Sebaliknya, kebohongan akan meresahkan dan menimbulkan kejahatan baru, seperti, kezaliman dan ketidakadilan. Kejahatan ini akan merusak diri sendiri dan orang lain. Muncullah perilaku menyimpang, seperti, korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, suap, penyelewengan dan sebagainya.
Dari Ibnu Masud RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu berbuat jujur hingga di tulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa pada kejahatan, sedangkan kejahatan menghantarkan ke neraka. Dan seseorang akan senantiasa berdusta hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta”. (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, berpuasa bukanlah tradisi, seremonial, atau hanya simbol keagamaan belaka. Namun, dibalik semua itu, ibadah puasa mengandung banyak hikmah, salah satu di antaranya ialah melatih dan mendidik kita menjadi orang-orang yang jujur.
Sebagai bukti keimanan seseorang mestinya ia jujur. Jika ia tidak jujur berarti tidak beriman. Karena, panggilan untuk menunaikan ibadah puasa itu hanya untuk orang beriman. Maka tidak ada manfaat ibadah puasa bagi seorang pembohong. Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR Bukhari).
Wallahu a’lam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.