RUU Sisdiknas dan Eksistensi Madrasah
Info Terkini | 2022-04-10 21:08:00Ramadhan kali ini publik beramai-ramai menyoroti Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau disingkat RUU Sisdiknas. Alasannya ada anggapan bahwa madrasah sengaja dihilangkan dalam RUU Sisdiknas. Padahal RUU ini amat dinantikan sebagai payung hukum pembaharuan pendidikan Indonesia yang saat ini memang sedang bertransformasi.
Ada Anggapan frasa madrasah sengaja dihilangkan untuk pelan-pelan menggerus nilai keagamaan yang ada di Indonesia. Jika kita mengingat beberapa waktu ke belakang isu tentang dihilangkannya pendidikan agama juga pernah muncul kepermukaan. Tentu prasangka-prasangka itu amat berbahaya karena mengandung tuduhan yang dapat bermuatan SARA. Ditambah lagi kontestasi politik di 2024 sudah mulai menghangat, jangan sampai isu pendidikan dijadikan alat untuk mengkotakkan publik melalui isu sara seperti pemilu sebelumnya.
Sebenarnya terlalu-tergesa-gesa jika kita menuduh RUU Sisdiknas memiliki misi untuk mengikis, Menghilangkan atau menghapus Madrasah sebagai institusi pendidikan islam. Karena RUU ini masih dalam tahap perencanaan sehingga masih memiliki jalan panjang yang dapat kita sama-sama kawal.
Yang membuat prasangka ini kian menjadi bola panas di publik, publik beranggapan madrasah satu-satunya institusi yang tidak disebutkan. faktanya bukan hanya frasa madrasah yang penyebutannya di alihkan di batang tubuh RUU Sisdiknas. Namun seolah-olah hanya satuan pendidikan islam saja yang sengaja dihapus dalam RUU.
Menjawab pemberitaan yang terlanjur menjadi polemik, Mas menteri Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan kebudayaan Riset dan Teknologi membuat pernyataan resmi berupa video. Video tersebut dibuat bersama dengan Kementerian Agama melalui Menterinya Yaqut Cholil Qoumas atau akarab disapa Gus Yaqut.
Nadiem menyatakan kemendikbudristek selalu berkerjasama dan berkordinasi erat dengan Kementerian Agama terkait berbagai upaya dan program-program peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dengan mengedepankan semangat gotong royong dan inklusif, semangat tersebut juga Kemendibud bawa kedalam proses RUU Sisdiknas.
Nadiem menjelaskan sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sebuah hal yang tidak masuk akal dan tidak pernah terbersit sekalipun di benak kami.
Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh yang diatur dalam RUU sisdiknas. Namun penamaan secara spesifik seperti SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA akan dipaparkan dibagian penjelasan. Tujuannya agar satuan penamaan pendidikan tidak diikat dalam Undang-Undang sehingga jauh lebih fleksible dan dinamis.
Nadiem lebih lanjut memaparkan adapun hal pokok yang diformulasikan dalam sisdiknas antara lain pertama kebijakan standar pendidikan yang mengakomodasi keragaman antar daerah dan inovasi. Kedua kebijakn wajib belajar dilengkapi dengan kebijakan hak belajar. Ketiga kebijakan penataan profesi guru agar semakin inklusif dan profrsional. Keempat kebijakan peningkatan otonomi serta perbaikan tata kelola pendidikan tinggi.
Gus Yaqud menegaskan justru RUU Sisdiknas telah memberikankan perhatian yang kuat terhadap eksistensi Pesantren dan Madrasah. Argumentasi ini tentu membantah prasangka penghapusan Madrasah, sebaliknya justru kepentingan madrasah maupun pesantren lebih diakomodir dan banyak terfasilitasi melalui RUU ini.
Dengan demikian rupanya ada kesalah fahaman yang beredar di publik, berkaitan dengan RUU Sisdiknas. Faktanya bukan hanya frasa madrasah yang penyebutannya diatur dalam penjelasan RUU tapi ternyata Institusi pendidikan lainnya juga sama. Dengan demikian kesalah fahaman ini perlu diakhiri agar tidak memicu sensitifitas publik yang mungkin bermuara pada tuduhan memarjinalkan institusi pendidikan islam.
Madrasah sendiri merupakan intitusi yang terikat secara historis sebagai institusi pendidikan yang lebih dulu terbentuk sebelum sekolah. Madrasah telah hadir memberikan cahaya pendidikan jauh sebelum Indonesia Merdeka. Maka tidak masuk akal Kemendikbudristek dengan sengaja berniat menghilangkan institusi pendidikan yang menjadi pelopor dunia pendidikan di Indonesia.
Dari sisi pembenukan undang-undang sebenarnya saat ini kemendikbudristek masih dalam proses perencanaan. Pembentukaan undang-undang setidaknya harus melewati lima tahap sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan, Tahapan itu antara lain perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
Terkiat hal tersebut kemendikbudristek juga masih dalam proses menerima umpan balik dan menerima berbagai masukan yang diberikan pada kementerian. Karena kita menyadari bersama untuk menyempurnakan RUU dan draf naskah akademik tentu perl melibatkan banyak pihak.
Saat ini RUU Sisdiknas masih dalam penyusunan dan RUU ini masih pada tahap perencanaan. Kemendikbud telah melakukan pembahasan dengan berbagai kementerian dan telah melakukan diskusi bersama 42 organisasi Kemasyarakatan seperti Muhammadiyah dan NU, serta organisasi profesi guru, akamdemisi, pakar hukum, penyelenggara pendidikan dan berbagai pemegang kepeningan lainnya.
Kita mememerlukan sistem pendidikan nasional yang diperbaharui sesuai amanat konstitusi tapi berdasarkan hasil kajian internasional salah satunya Bank Dunia menunjukkan Indonesia dalam lima belas tahun terakhir sedikit tertinggal. Fakta ini mengharuskan kita membuka mata dengan menilai suatu kebijakan dengan objektif. RUU Sisdiknas jika dinilai secara objektif telah berupaya mewujudkan eksistensi Madrasah. RUU Sisdiknas ini juga belum bersifat mengikat dan baku masih dapat menerima saran dan masukan dari berbagai pihak agar bisa disempurnakan.
RUU Sisdiknas adalah itikad baik pemerintah merartikulasikan konstitusi kita Pasal 31 ayat 3 menyebutkan, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Konstitusi kita menegaskan kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan nasional yang mampu meningkatkan nilai-nilai keagamaan yang hidup pada diri bangsa Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.