Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Afip Miftahul Basar

Guru Sebagai Agent of Change

Guru Menulis | 2022-03-31 14:20:16
Sumber gambar: Republika.co.id

Sampai kapanpun, pendidikan merupakan modal utama untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dan bermoral dalam kelangsungan kehidupan manusia saat ini dan yang akan datang. Dan salah satu yang menjadi komponen penting dalam pendidikan yaitu guru. Guru dalam bidang pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Hal ini karena guru selalu berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan sebagai agen perubahan (agent of change).

Secara sederhana, guru menurut Zakiah Darajat (1990) adalah pendidik professional yang telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang dipindahkan para orang tua. Sebagai sebuah profesi, seorang guru wajib memiliki kompetensi dan kualifikasi akademik, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (lihat UU RI No. 14 Tahun 2005).

Mengingat peran guru dalam pendidikan sangat strategis, maka kebutuhan akan guru yang ideal menjadi sebuah keharusan di era serba digital ini untuk menuju Indonesia emas di tahun 2045 mendatang. Hal inilah yang membuat guru memikul tanggung jawab yang tidak ringan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dan bermoral. Tentunya untuk menjadi seorang agent of change, guru tidak hanya sekedar menguasai kompetensi guru yang empat, yakni kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial, namun perlu juga menguasai teknologi informasi yang lahir di era serba digital ini. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, mengharuskan seorang guru menjadi bagian agen perubahan dari kemajuan teknologi itu sendiri. Jika mereka terlahir pada generasi yang serba manual, maka ia harus belajar menguasai berbagai kemajuan yang serba digital. Jika tidak, maka mereka secara perlahan akan ditinggalkan oleh kemajuan zaman.

Untuk menyelaraskan antara perubahan zaman yang ditandai dengan kecanggihan teknologi dengan nilai-nilai budi pekerti. Dengan begitu maka sekolah bisa menjadi benteng moral bagi anak-anak sehingga mereka dapat tumbuh beriringan dengan teknologi dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang positif. Hal tersebut sesuai kebijakan pemerintah melalui peraturan presiden (Perpres) Nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter yang harus dijalankan setiap institusi pendidikan sebagai upaya untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga.

Dalam kurikulum sekolah penggerak, cara mendidik guru adalah mewujudkan cita-cita belajar secara mandiri. Potensi, kemampuan, bakat dan karakter setiap siswa menjadi acuan bagaimana guru dapat mengembangkan hasil belajar dengan mengusung konten Profil Pelajar Pancasila. Yakni keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, toleransi, gotong royong, kemandirian, bernalar kritis dan kreativitas. Penggunaan ungkapan “ikuti kata hatimu” sebagai pilihan dalam proses pembelajaran tentunya juga harus mengacu pada gagasan merdeka belajar yang mengejawantahkan filosofi pendidikan humanistik Ki Hajar Dewantara. Sekarang bukan waktunya bagi guru untuk sekedar memberikan ilmu, tetapi tugas guru harus memotivasi siswa untuk belajar secara mandiri. Begitulah proses memanusiakan manusia itu digambarkan dalam sebuah kegiatan pembelajaran.

Tidak hanya mengejar pencapaian kemampuan siswa, tetapi juga lebih memperhatikan bagaimana menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan membantu siswa memperoleh pengalaman belajar yang mengembangkan potensinya. Salah satu pola pikir yang harus dipahami oleh guru adalah guru juga harus belajar. Belajar di sini tidak hanya dalam bentuk pendidikan formal, tetapi juga melalui program-program yang saat ini ditawarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang peduli dengan masalah pendidikan. Salah satu program yang dapat digunakan untuk mengembangkan kepemimpinan pembelajaran adalah Program Guru Penggerak yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Selain itu, pemerintah pusat telah mencanangkan sejumlah program yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sebagai pendidik, seperti Pelatih Ahli Program Sekolah Penggerak, Festival Pendidik Belajar.id, dan program-program serupa yang bisa memfasilitasi guru untuk mengembangkan diri dan juga sebagai agen prubahan.

Gagasan tentang merdeka belajar bagi guru mungkin membuat kita berasumsi betapa beratnya tugas guru saat ini. Diawali dengan tuntutan kurikulum yang harus memenuhi kebutuhan siswa dan kemajuan teknologi saat ini, tuntutan dan tekanan terhadap profesionalisme guru juga semakin meningkat. Kebutuhan akan perubahan kebijakan, masalah sosial, teknologi, dan guru juga seringkali harus membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa (termasuk orang tuanya). Oleh karena itu, guru harus memiliki kemampuan mengelola diri sendiri, termasuk penguatan mental dan emosional. Selain itu, guru yang merdeka pasti bekerja sama dan berkolaborasi yang tidak hanya akan meringankan beban kerjanya, tetapi juga memperluas pengetahuan dan keterampilan belajarnya.

Tantangan yang dihadapi guru di era digital saat ini harus dilihat sebagai peluang untuk perbaikan secara terus-menerus. Guru pembelajar sebagai agen perubahan adalah guru yang selalu merefleksikan dan mengevaluasi seluruh proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Guru pembelajar juga merupakan guru yang sadar akan kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan, sehingga mereka selalu berusaha untuk mengembangkan diri melalui kesadaran diri. Untuk satu atau dua tahun ke depan, kita mungkin tidak akan merasakan dampak dari kerja keras dari guru-guru pembelajar. Namun kita harus yakin bahwa perubahan sekecil apapun dapat berdampak pada kemajuan pendidikan di negara kita tercinta ini. Mari bekerja sama menjadi guru dalam proses perubahan dan memaksimalkan profesionalisme guru.

Oleh karena itu, sebagai agen perubahan (agent of change) dalam dunia pendidikan seorang guru dituntut untuk mampu menciptakan inovasi teknologi pembelajaran yang relevan serta menerapkan model-model pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific approach), pembelajaran yang menekankan pada penilaian autentik (autentical evaluation), pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), menerapkan model pembelajaran berbasis penemuan (discovery leaarning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning) serta pembelajaran berbasis pemecahan masalah (probelm based learning) (Gunawan, 2012).

Oleh: Afip Miftahul Basar

Guru SIT Nurul Fajri Cikarang Barat – Bekasi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image