Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image diah erna

Guru Masa Kini Menginspirasi dari Hati

Guru Menulis | 2022-03-31 07:11:50

Canggihnya teknologi memberikan ruang sangat luas bagi pengembangan beragam aplikasi, utamanya dunia pendidikan. Tentu saja ini memberikan peluang bagi kreator maupun ahli ilmu teknologi (IT) dalam membuat aplikasi yang bermanfaat dan menyenangkan. Dengan aplikasi yang telah dikembangkan tim tersebut, guru dapat berinovasi membuat media pembelajaran. Mengapa harus guru? Karena gurulah yang mengetahui seluk-beluk siswa, kebutuhan siswa, maupun tipe-tipe siswa yang dihadapi sehari-hari. Dengan analisis yang tepat, akan melahirkan media pembelajaran yang menarik dan sesuai kebutuhan. Kualitas media pembelajaran tersebut sangat menunjang keberlangsungan kegiatan belajar mengajar baik secara daring maupun luring. Oleh karena itu, garis merah dua hal tersebut adalah guru memiliki kemampuan memahami kebutuhan siswa sekaligus melek teknologi mampu menciptakan dan memilih media-media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan capaian pembelajaran.

Awal mula perubahan pola pembelajaran dari pertemuan langsung menjadi tidak langsung diberlakukan Maret 2020. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan selama masa darurat Covid-19. Salah satu poin yang digarisbawahi yaitu pembelajaran dan aktivitas di sekolah ditiadakan dan pembelajaran dilakukan di rumah. Sontak kebijakan tersebut memicu masalah baru di dunia pendidikan. Bagaimana mengajar tanpa bertemu langsung dengan anak-anak? Para guru yang tidak melek teknologi tentu hanya sekadar meminta siswa membaca buku, kemudian mengerjakan soal-soal yang terdapat di dalam buku. Apakah ini salah? Tentu saja tidak, tetapi siswa akan kesulitan memahami ragam materi baru yang dipelajari. Masalah lain yang terjadi yaitu konflik antara siswa dengan orang tua dan lingkungan pun meningkat. Mengapa ini terjadi? Orang tua sibuk bekerja dan tidak bisa fokus mendampingi anaknya belajar. Hal ini memicu perdebatan antara anak dan orang tua, sehingga anak cenderung memilih diam dan sibuk di dunia maya. Belum lagi munculnya kasus siswa yang kecanduan game online.

Ketika pemberlakuan pembelajaran daring diterapkan kembali melalui kebijakan daerah pada tahun 2022, Pak Tarmin santai menyikapinya. Padahal, guru-guru lain sangat galau. Pasalnya, para siswa banyak yang mangkir ketika diberi tugas. Bahkan, mereka justru menggunakan handphone (HP) untuk bermain, unggah status dan gambar di akun-akun sosial media, maupun menonton film. Ternyata, Pak Tarmin sangat kreatif. Meskipun kurang menguasai IT, Pak Tarmin punya banyak ide. Pak Tarmin mengajak siswanya berkolaborasi dalam membuat konten pembelajaran. “HP kalian canggih kan, aplikasinya juga banyak ya, masak hanya dipakai nonton, tiktokan, dan chatingan. Berarti kalian masih selevel dengan saya, golongan manula karena hanya bisa itu. Nah, kalau mau dicap gaul, tidak gaptek ayo buat konten kreatif.

Bagaimana dalih Pak Tarmin kepada teman-teman guru? Dia mengatakan bahwa zaman sudah berubah. Jangan salah paham dengan cara saya mengajak siswa tiktokan. Bukankah siswa akan senang dan merasa dihargai ketika bisa menghasilkan media pembelajaran? Nah, jika media itu mereka buat sendiri, tentu hal-hal yang diajarkan dalam konten akan lebih melekat dalam ingatan. Bukan hanya itu, siswa bisa membuat kreativitas lain dari pemantik yang kita berikan. Jadi, guru tidak akan kesulitan menerapkan IT juga tidak diributkan dengan tagihan tugas yang bertumpuk-tumpuk di HP. Semua rekan Pak Tarmin diam. Apakah hal yang dilakukan Pak Tarmin menjawab tantangan pendidikan di era digital?

Saya setuju dan mendukung pelibatan siswa dalam pembuatan media pembelajaran seperti yang dilakukan Pak Tarmin. Hal ini sejalan dengan arahan Kemdikbud-Ristek bahwa para guru harus bisa membuat konten-konten yang lebih menarik, interaktif, dan bermakna bagi siswa. Dengan platform digital diharapkan menjawab perubahan dan perkembangan zaman. Untuk itu, diperlukan sikap guru yang responsif terhadap perubahan dan segera menyesuaikan diri dengan pola-pola pembelajaran baru, pemikiran baru melakukan transformasi di era digital (Jumeri, 2021). Hal ini didukung pula maraknya aplikasi baru yang bisa dimanfaatkan guru dalam membuat media pembelajaran. Bahkan, sarana membuat penilaian pun banyak dibuat para kreator contohnya quizizz, kahoot, edpuzzle, dan sebagainya.

Berlandaskan hal itu guru harus memiliki daya nalar, inovasi dan kreasi dalam proses belajar mengajar. Salah satu usaha yang dilakukan para guru adalah menciptakan media pembelajaran berbasis IT untuk menarik minat belajar siswa. Syahputra (2020) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki minat belajar akan menunjukkan perasaan senang, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan selama proses belajar. Dampaknya bagi proses pembelajaran yaitu siswa akan aktif dalam kegiatan belajar meskipun dilaksanakan secara daring.

Peranan penting guru dalam sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah sangatlah jelas. Menurut Sudiarto, pentingnya guru dalam sistem pendidikan ditunjukkan oleh peranannya sebagai pihak yang harus mengorganisasi atau mengelola elemen-elemen lain seperti sistem kurikulum, sistem penyajian bahan pelajaran, sistem administrasi, dan sistem evaluasi (Sudiarto, 1993: 28). Dari berbagai peranan itu, nyata sekali bahwa gurulah pihak yang paling bertanggung jawab bagi keefektifan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas.

Peranan penting guru juga dikemukakan oleh Fuller. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, dilaporkannya bahwa guru merupakan faktor determinan penyebab rendahnya mutu pendidikan di suatu sekolah. Begitu pula penelitian yang dilakukan International Association for the Evaluation of Education Achievement menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat penguasaan guru terhadap bahan yang diajarkan dengan pencapaian prestasi para siswanya (Harras, 1994).

Perkembangan pendidikan sekarang mengalami polemik yang keras dari berbagai pihak. Banyak isu yang berkembang tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu isu sentral yang perlu diperhatikan saat ini dan masa yang akan datang yaitu relevansi hasil-hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Hasil pendidikan ini secara nyata belum menunjukkan relevansi yang signifikan dengan kebutuhan masyarakat. Bahkan, hasil pendidikan yang seharusnya dinikmati masyarakat sering menjadi beban masyarakat.

Untuk menyelaraskan perkembangan kebutuhan masyarakat dengan pendidikan, maka guru harus mengembangkan pendidikan dan pengetahuan tentang pola-pola pengajaran yang bertitik tekan pada hasil dan kualitas siswa yang bermutu. Keseimbangan ini akan terwujud jika pemerintah mampu memberikan penghargaan terhadap guru bukan meremehkan. Kenakalan remaja, turunnya indeks prestasi siswa merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini sebagai akibat pendidikan yang kurang terselenggara dengan baik. Guru belum mampu secara optimal mendidik dan memberikan contoh bagi siswa seperti pepatah Jawa mengatakan “guru iku digugu lan ditiru”. Artinya, guru adalah sosok yang merupakan teladan dan panutan bagi siswanya.

Guru bukanlah pebisnis, tetapi guru memberikan ladang bisnis bagi ahli IT untuk berkolaborasi menghasilkan media pembelajaran. Ahli IT wajib menggandeng guru dalam membuat aplikasi karena guru tahu ketertarikan dan konten materi yang harus dipelajari siswa. Selain itu, keniscayaan guru dalam mengelola media pembelajaran akan melahirkan media yang kosong. Contoh sederhananya begini, Arif membuat video pembelajaran materi Bahasa Indonesia tentang pantun. Arif hanya akan membeberkan definisi pantun, jenis pantun, syarat pantun, contoh pantun. Tampilan yang dihasilkan tentulah menarik, tetapi esensi pembelajaran tidak akan masuk. Beda halnya jika guru yang membuat media tersebut. Akan ada pengantar dalam tampilan baik sapaan, doa, salam, juga capaian pembelajaran. Bahkan, guru akan menyelipkan pertanyaan-pertanyaan pemantik terkait pantun. Bagi sebagian orang hal tersebut dianggap sepele, padahal siswa cenderung lebih menyukai konten yang secara langsung melibatkan mereka.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana seharusnya menjadi guru masa kini tanpa menghilangkan peran guru sebagai pendidik dan pengajar? Guru harus memiliki empat kriteria, yaitu kreatif, inovatif, adaptif, dan solutif. Pertama, kreatif maksudnya guru dapat mempergunakan imajinasi dan berbagai kemungkinan yang diperoleh dari interaksi dengan ide, orang lain, dan lingkungan untuk membuat koneksi dan hasil baru yang bermakna. Guru mampu mengembangkan alternatif-alternatif media pembelajaran untuk menjaga ruh pendidikan. Dalam hal ini guru mengupayakan hal-hal yang ada dikelola semaksimal mungkin agar bermanfaat untuk pembelajaran.

Kedua, inovatif maksudnya guru menciptakan hal baru dalam dunia pendidikan. Bedanya dengan kreatif yaitu pada hasil dan proses tindakan. Jika kreatif hanya mengembangkan sesuatu yang ada dengan modifikasi, sedangkan inovatif cenderung membuat gebrakan baru yang belum pernah ada. Untuk menghasilkan hal tersebut, guru wajib menjadi seorang visioner, penuh ide-ide kebaruan, dan luasnya pengetahuan. Ketiga, adaptif maksudnya guru harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Dalam hal ini, seorang guru harus melihat isu-isu perkembangan siswa dan kebutuhan siswa seperti apa. Dengan demikian, guru akan tahu hal-hal yang bisa disisipkan dalam pembuatan media pembelajaran. Hal ini penting karena pesan moral dalam kegiatan pembelajaran memberikan pengaruh besar bagi cara pandang siswa. Seorang siswa cenderung percaya kepada perkataan guru dibanding orang tuanya sendiri. Untuk menjadi guru adaptif, seharusnya guru terus menambah keterampilan-keterampilan baik peer teaching maupun teknologi sehingga berjalan berdampingan.

Terakhir, solutif maksudnya guru harus kritis dengan setiap perkembangan sehingga dapat menjadi jalan tengah untuk menemukan titik temu dari permasalahan, utamanya peningkatan pembelajaran. Untuk menghasilkan penyelesaian yang tepat, guru perlu terjun dalam kehidupan siswa agar bisa menyelami kondisi kejiwaan, perasaan, tahu masalah, dan keinginan siswa. Mengapa penting? Ternyata, pemikiran siswa dan guru itu jauh berbeda. Sebagai orang dewasa, guru akan berpikir bahwa ini penting dan sangat bermanfaat. Namun, siswa hanya akan beranggapan satu hal yaitu ini menarik atau ini tidak menyenangkan. Siswa sebagai konsumen tidak tertarik, meskipun itu penting siswa tidak akan menggunakan. Tentunya mubazir media yang dibuat. Inilah pentingnya melibatkan siswa dalam pembuatan produk pembelajaran baik media, penilaian, maupun kegiatan-kegiatan pembelajaran. Menjadi guru masa kini tentu dilakukan dengan menjadi teman, orang tua, maupun guru dengan keikhlasan hati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image