Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

Pendidikan Punyam

Guru Menulis | Sunday, 27 Mar 2022, 09:07 WIB

(Bagian 2: Mendamba Pendidikan Mendamba Kemajuan Bangsa)

Entah memang telah menjadi bagian dari budaya kita, kebiasaaan untuk tidak meneruskan dan menuntaskan rasanya telah berlangsung lama. Satu gagasan besar dan baik, karena alasan tertentu kemudian ditiadakan. Wajar, apabila di benak masyarakat terpatri istilah ganti menteri ganti kebijakan. Ganti rezim berubah pula tatanan yang telah dirintis dengan susah payah dan sebenarnya berupaya menyiapkan kehidupan masa depan.

Merunut sejarah, Presiden RI Seoekarno pada awal kebangkitan telah berupaya mengirimkan sejumlah mahasiswa ke luar negeri. Kebijakan yang diambil ini berdampak Indonesia dikenal luar negeri. Hal ini ditunjang pula kepiawaian para mahasiswa yang studi di sana. Tidak mengherankan, jika gengsi kita sebagai bangsa yang baru merdeka semakin diperhitungkan.

Tindak lanjut dari kebijakan tersebut, digagaslah proyek-proyek yang dikenal dengan istilah proyek strategis-fundamental. Kita pernah mencatat Proyek Pembangunan Waduk Asahan, reaktor nuklir, dan pabrik baja. Sayangnya, sebelum gagasan itu terwujud Soekarno sudah dilengserkan.

Hingar bingar isu persatuan dan kesatuan bangsa digagas pula Pendidikan Civic atau Kewarganegaraan dan kelak berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila. Dari SD hingga perguruan tinggi, semua siswa dibekali dengan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Adakah yang keliru dari kebijakan ini? Selama rezim Orde Baru berkuasa, tampak adem ayem kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena lebih mengental suasana politisnya, maka dunia persekolahan tak begitu disorot. Pergantian kebijakan pemerintah melalui menteri pendidikan pun seolah diterima mentah-mentah. Pada masa Orde Baru, kita tidak pernah menyaksikan demo besar-besaran hanya untuk menentang kebijakan yang seolah hanya milik negara- tanpa melibatkan masyarakat. Jika dibandingkan dengan keadaan sekarang, keadaan berbalik. Sekecil apa pun kebijakan yang akan diterapkan sudah menuai kritik tajam.

Ratusan Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli pendidikan pun bermunculan. Keberadaan mereka selalu kritis terhadap derap langkah Kemendikbudristek. Tidak mengherankan jika “perang” pemikiran dalam membenahi pendidikan nasional terus bergulir.

Di lain pihak, gagasan besar yang merupakan pondasi bagi perkembangan pendidikan kita sayangnya tidak dilanjutkan dengan kebijakan yang bervisi ke depan. Ibarat sinyal telepon seluler, terasa benar putus nyambungnya(punyam). Seakan melanjutkan kebijakan program yang digariskan pendahulunya, namun kenyataannya sering membuat kebijakan baru. Tambal sulam inilah yang dirasakan bangsa ini dalam penerimaan perlakuan pendidikan.

(Bersambung)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image