Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fenti Fempirina K

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Kasus Ibu Gorok Anak di Brebes

Agama | Saturday, 26 Mar 2022, 14:22 WIB

Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi, tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia..

(Kasih Ibu- SM Mochtar)

Siapa yang familiar dengan lagu di atas? Lagu yang sangat populer ini menggambarkan ketulusan cinta dan kasih seorang Ibu pada anaknya. Betul kiranya ungkapan yang menyatakan bahwa "Tak ada cinta yang lebih tulus dibandingkan cinta Ibunda pada anaknya".

Lantas, pernahkah terbayang oleh kita jika seorang ibu akan tega menyakiti bahkan membunuh anaknya sendiri? Sangat sulit dibayangkan, namun kejadian tersebut nyata adanya.

Baru-baru ini, publik digemparkan dengan berita seorang Ibu asal Brebes yang tega menggorok leher ketiga anaknya. Karena aksi keji sang Ibu, seorang anak tewas di tempat kejadian sedangkan dua lainnya menderita luka berat di bagian dada dan leher.

Dari pemeriksaan yang dilakukan pihak berwajib, Pelaku diduga menderita depresi akibat tekanan ekonomi dan masalah rumah tangga yang ia alami. Menurut pengakuan Pelaku, tindakannya tersebut dimaksudkan untuk menyelamatlan sang anak agar tidak menderita dan tidak mengalami kesedihan seperti dirinya.

Kejadian ini mengundang banyak reaksi. Uniknya, bukan hanya hujatan yang dilontarkan, namun banyak simpati dan peduli ditunjukan oleh publik atas peristiwa nahas tersebut. Saya yakin, hal tersebut bukan sebagai bentuk pembenaran atas kejahatan pelaku, namun untuk membangun awareness agar kejadian serupa tidak berulang.

Sebagai seorang muslim, kita didorong untuk selalu mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, termasuk dari peristiwa nahas ini. Dari sini, kita mendapatkan gambaran tentang pentingnya seorang ibu memiliki ketahanan mental yang kuat agar terhindar dari depresi. Dalam hal ini, lingkungan memegang peranan penting karena depresi banyak dipengaruhi faktor eksternal, baik relasi dengan suami, hubungan sosial maupun kondisi ekonomi.

Semua pihak terutama para suami, perlu sangat menyadari bahwa menjadi seorang istri dan ibu, bukanlah hal yang mudah. Banyak waktu, tenaga, pikiran dan emosi dicurahkan seorang perempuan demi menjalankan amanahnya sebaik mungkin. Namun, terkadang upayanya tidak dihargai dan disepelekan. Ditambah lagi, kondisi ekonomi yang sulit turut memaksa para ibu untuk memikul beban tambahan sebagai pencari nafkah bahkan tulang punggung keluarga. Bayangkan, betapa berat beban yang harus ditanggung kaum ibu dewasa ini. Setelah berlelah-lelah mencari nafkah, tak ada waktu istirahat karena tanggung jawab lain telah menanti sesampainya di rumah. Lingkungan yang menonjolkan gaya hidup sekuler-materialisme juga memiliki andil dalam memupuk depresi pada diri seorang ibu. Salah satunya karena gaya hidup tersebut akan mengosongkan jiwa-jiwa dari petunjuk agama.

Dari sini kita bisa melihat, kesehatan mental seorang ibu bukan hanya dipicu kondisi internal namun berkaitan erat dengan problem sosial dan permasalahan multidimensional. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah ini dan mencegah persoalan serupa muncul kembali, tak cukup dengan pemberian konseling dan kelas healing. Namun, perlu disentuh berbagai ranah pemicu depresi, baik relasi keluarga, sosial hingga ekonomi. Tentunya, peran negara sangat diperlukan dalam hal ini.

Sebagai contoh dari aspek ekonomi, penting bagi negara untuk menciptakan kestabilan ekonomi dan menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Sangat penting bagi Negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang luas terutama bagi kaum lelaki agar ia bisa memangku tanggungjawabnya memberi nafkah pada keluarganya. Tak hanya itu, negara perlu memastikan ketersediaan dan keterjangkauan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya bagi seluruh rakyatnya. Dengan kondisi seperti ini, diharapkan akan mampu mengurangi beban hidup bagi rakyat Indonesia terutama kaum ibu.

Terakhir, saya ingin mengutip hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar mengatakan,"Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.".

Semoga hadits diatas mampu menggugah kita, termasuk para pemimpin bangsa untuk bersungguh-sungguh melaksanakan amanah sebaik mungkin. Kita sebagai anggota masyarakat memiliki tanggungjawab untuk turut menjaga sesama kita. Mari kita tunjukan kepedulian dan empati barangkali ada orang di sekitar kita yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Begitupun Negara, ia bertanggung jawab untuk mengurusi urusan rakyatnya, amanah dan bijak dalam kepemimpinannya. Wallahu’alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image