Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rita Rita

Ihtikar stockpilling Dalam Perpektif Islam dan Perdata

Info Terkini | Friday, 25 Mar 2022, 01:05 WIB

Dr. Ira Alia Maerani (dosen FH Unissula)
Penulis : Rita (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unissula)


Ihtikar ( stockpilling ) Dalam Perpektif Islam dan PerdataKelangkaan merupakan kepunahan atau menipisnya ketersediaan barang dan kebutuhan bahkan sudah tidak tersedia lagi untuk bahan konsumsi. Akhir-akhir ini banyak kisruh mengenai kelangkaan minyak goreng dimana-mana yang disebabkan oleh beberapa aspek yaitu penimbunan , Pengalihan pasar, dan panic buying ( membeli barang dalam jumlah besar). Namun poin yang menarik disini apakah benar kelangkaan terjadi karena penimbunan?. Apakah ada pelaku usaha yang menimbun barang atau memang benar adanya langka akan bahan baku disebabkan karena HET ( Harga Eceran Tertingi ) yang ditetapkan pemerintah membuat pelaku usaha rugi. Namun beberapa media juga mengabarkan bahwa setelah diadakannya sidak ternyata ada beberapa pelaku usaha yang menimbun barang hingga menunggu harga barang itu naik . Sehingga saat ini pemerintah meminimalisasi aksi pelaku usaha tersebut. Penimbunan yang haram dilakukan ialah :

1. Kelebihan dari kebutuhannya

2. Menunggu saat-saat memuncak harga barang 3. Dilakukan saat manusia membutuhkan barang ditimbun.

Faktor penimbunan:Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penimbunan Suatu usaha dapat memperoleh keadaan seperti karakteristik penimbunan diatas, karena disebabkan oleh banyaknya hal. Hal-hal yang memungkinkan timbulnya penimbunan/ monopoli pada umumnya adalah:

1. Produsen (penjual-pen) mempunyai hak paten untuk output yang dihasilkan. Seperti hak pengarang, merk dagang, nama dagang.

2. Produsen (penjual-pen) memiliki salah satu sumber daya yang sangat penting dan merahasiakannya atau produsen (penjual-pen) memiliki pengetahuan yang laindaripada yang lain tentang teknis produksi

.3. Pemberian ijin khusus oleh pemerintah pada produsen (penjual-pen) tertentu untuk mengelola suatu usaha tertentu pula

.4. Ukuran pasar begitu kecil untuk dilayani lebih dari satu perusahaan yang mengoperasikan skala perusahaan optimum. Dalam kenyataannya kadang-kadangdidapatkan pasar yang hanya mungkin untuk dilayani oleh suatu perusahaan saja yang mengoperasika skala produksi optimum, misalkan dalam bidang transportasi, listrik dan komunikasi. Pasar monopoli yang muncul sering disebut dengan monopoli alami (natural monopoly)

.5. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pembatasan harga (limit pricing policy). Kebijaksanaan pembatasan harga (penetapan harga pada satu tingkat yang serendah mungkin) dimaksudkan agar supaya perusahaan baru tidak ikut memasuki pasar. Kebijaksanaan harga biasanya dibarengi juga dengan kebijaksanaan promosi penjualan secara besar-besaran.

Membahas tentang penimbunan barang ini ada dua persfektif yaitu dari sudut pandang islam dan hukum perdata. Pasti setiap pelaku usaha melakukan aksi seperti itu tidak lain karena ingin mendapatkan laba yang lebih. Namun bagaimana dengan nasib konsumen yang kesulitan untuk mendapatkan bahan tersebut ,adanya barang tersebut hanya ada dalam jumlah sedikit serta harga yang dinaikan. Perspektif penimbunan barang dari sudut pandang islam atau Ihtikar merupakan strategi perdagangan yang tidak bermoral yaitu dengan menimbun barang agar meraup keuntungan melalui jalan riba . Ihtikar merupakan salah satu masalah ekonomi yang cukup serius. Karena hal tersebut banyak menimbulkan madlarat dan kondisi kesusahan (al-dlayyiq) di kalangan masyarakat terlebih bahan yang ditimbul itu bahan pokok minyak goreng misalnya karena barang tersebut sudah menjadi bahan pokok (dlalurie) sehari-hari masyarakat.

Islam tidak membenarkan mencari keuntungan dengan cara kapitalis yaitu dengan cara penimbunan dan memonopoli . Islam juga tidak melarang jual beli namun islam melarang riba. Ambilah keuntungan sebaik dan sewajarnya. Jangan terlalu tinggi ,jangan juga terlalu rendah intinya yang tidak mengakibatkan pelaku ekonomi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 275

:ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُو

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ( Albaqarah : 275 )

Ayat diatas menerangkan bahwa Allah SWT tidak memperbolehkan seseorang mengambil keuntungan dengan riba. Serta menghindari praktik pengerukan keuntungan berlebih maka dari itu perlu partisipasi dari semua pihak ekonomi. Termasuk dalam masalah Ihtika( Penimbunan) dikuatkan oleh beberapa hadits:

Pertama, Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu bakr Ibn Abi Syaibah19“Tidak menimbun kecuali orang yang berdosa”.

Kedua, Hadits dari Nashr ibn Ali al-Jahdlam20“Orang-orang yang menawarkan barang dan menjualnya dengan harga murah (jalib) diberi rizqi, sedangkan orang yang menimbun dilaknat.

Ketiga, Hadits dari Yahya Ibn Hakim21“Siapa saja yang menimbun makanan orang Islam Allah Swt akan meng-hukumnya dengan penyakit kusta atau bangkrut.”

Hadis-hadis yang penulis tampilkan itu, secara umum memberikan justifikasi negatif terhadap praktik ihtikar tersebut. Penilaian semacam itu ditandai dengan kata khâti’, la’an, majzûm dan iflas. Khati’ dan lainnya itu mengandung pengertian bahwa pelaku ihtikâr (muhtakir) berdosa karena perbuatannya itu bisa berakibat kesulitan bagi masyarakat dalam hal mendapatkan keperluannya. Kesulitan masyarakat untuk mendapatkan keperluannya di samping karena cadangan menipis atau bahkan tidak ada sama sekali, juga karena meskipun ada, harga sangat tinggi. Kondisi inilah yang ditunggu-tunggu oleh muhtakir guna mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Dalam menangani kondisi seperti ini juga pemerintah mengatur pasal mengenai penimbunan. Seiring dengan perkembangannya, perdagangan di Indonesia masih belum berjalan sesuai dengan standar perdagangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014. Masih terdapat beberapa pedagang yang berlaku curang demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar yaitu dengan cara menimbun barang yang umumnya merupakan kebutuhan primer manusia seperti bahan makanan pokok. Dampak yang diperoleh atas tindakan tersebut adalah terjadinya kelangkaan barang (stok kosong). Pada saat kelangkaan barang terjadi, maka harga akan melonjak tinggi, permintaan tetap ada dan kondisi tersebutlah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh pedagang sebagai waktu yang tepat untuk mengeluarkan/menjual barang yang berhasil ditumbun dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

Adapun jenis barang kebutuhan pokok dan barang penting yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting sebagai berikut: Jenis Barang Kebutuhan Pokok yang terdiri atas kebutuhan pokok hasil pertanian seperti beras, kedelai, cabe, bawang merah; kebutuhan pokok hasil industri seperti gula, minyak goreng, tepung terigu; dan kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan seperti daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar seperti bandeng, kembung, tongkol/tuna. Jenis Barang Penting terdiri atas benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai, pupuk, gas elpiji 3 kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi dan baja ringan. TindakanAdapun hak konsumen yang terabaikan sebagai dampak penimbunan barang adalah hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Konsumen dihadapkan pada pilihan sulit dimana ketersediaan barang kebutuhannya terutama kebutuhan pokok di pasar menjadi terbatas dan apabila hendak memperolehnya harus membelinya dengan harga yang relatif lebih mahal. Maka dari dalam keputusan ini pemerintah mengambil kebijakan.dengan Hak konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Selain itu juga agar pelaku usaha jera pemerintah melarang keras penimbunan barang kebutuhan pokok telah diatur oleh Pemerintah dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 Tentang Perdagangan sebagai berikut : 1. Pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang. Universitas Sumatera Utara 4 2. Pelaku usaha dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang yang didistribusikan. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting diatur dengan atau Peraturan Presiden.Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang dapat menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image