Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Agus Fitriawan, M.Pd.I

Generasi Tik Tok VS Generasi Emas Indonesia

Guru Menulis | Wednesday, 23 Mar 2022, 17:48 WIB

Aplikasi Tik Tok akhir-akhir ini tengah viral jadi pembicaraan netizen di media online, terutama di kalangan anak muda yang kelak menjadi genersi penerus bangsa. Aplikasi yang dilengkapi dengan fitur yang menarik seperti efek khusus, pilihan musik latar, rekaman klip pendak, jutaan klip musik, gaga dance, dan duet ini mendungkung aplikasi ini untuk menjadi pilihan penikmatnya. Dan telah diunduh oleh 50 juta pengguna smartphone.

Dari semua kecanggihan aplikasi ini terdapat minusnya. Bukan dari aplikasinya melainkan dari penggunanya, yang sebagian besar penikmat aplikasi ini adalah remaja yang tengah mencari jati dirinya. Karena keinginan untuk terkenal banyak orang dengan membuat sensasi, tetapi mereka tidak memperdulikan moral dan etika. Mulai dari para wanita yang mempertontonkan goyangannya. Hingga para bidan yang menggunakan bayi baru lahir sebagai ajang seru-seruan dalam aplikasi ini.

Dan yang lebih menghebohkan lagi adalah munculnya fans ‘Bowo Alpenlible’ yang begitu fenomenal. Sekeren itukah Bowo? Entahlah, yang pasti penulis hanya terheran-heran dengan kelakuan fans fanatik Bowo. Entah itu hanya sekedar candaan ataukah serius. Namun bagi penulis itu sudah kelewat batas. Mulai dari ada yang rela memberikan ‘keperawanannya’ untuk Bowo, rela menjual ibunya demi bertemu Bowo, hingga yang lebih ‘gila’ lagi membuat agama baru dengan Bowo sebagai Tuhannya.

Entah bagaimana nasib negeri ini dimasa yang akan datang, terlibih cita-cita menuju generasi emas tahun 2045 mendatang. Biner Ambarita dalam suatu jurnal mengatakan bahwa, tahun 2045 adalah tahun penggenapan 100 tahun Indonesia merdeka, dan tak kurang dari 27 tahun lagi masa tersebut akan tiba. Dimana keadaan Indonesia pada tahun 2045 akan ditentukan oleh tahun-tahun sebelumnya.

Sastroatmodjo (2012) melaporkan data Badan Pusat Statistik 2011, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Kelak pada 2045, mereka yang usia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun berusia 45-54. Mereka diharapkan akan menjadi generasi yang cerdas komprehensif, antara lain produktif, inovatif, damai dalam interaksi sosialnya, sehat dan menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul.

Lalu siapkah kita ikut berperan serta dalam mewujudkan itu semua? Sementara pada akhir-akhir ini saja Generasi Tik Tok telah hadir dihadapan kita. Meskipun pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir aplikasi Tik Tok. Salah satu alasan pemblokiran lantaran ada banyak konten negatif, terlebih kebanyakan pengguna Tik Tok berasal dari kalangan anak-anak dan remaja.

Aplikasi memang tetaplah aplikasi, teknologi pun tetaplah teknologi. Tinggal manusianya yang memanfaatkannya untuk kebaikankah atau keburukankah? Dibutuhkan sinergi yang maksimal, dari pihak keluarga, institusi pendidikan, masyarakat dan negara. Keluarga dan instritusi pendidikan mampu menjadi tempat pembekalan remaja untuk paham mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang tidak baik sesuai ajaran agama, melalui bimbingan dan keteladanan.

Kontrol masyarakat juga sangat membantu untuk memantau pergaulan remaja yang serba kebablasan sehingga dapat menyuburkan lahirnya generasi ‘alay bin lebay’ yang kehilangan jati diri dan terjerumus pada kubangan fanatik yang membabi buta dalam pikiran dan pergaulan. Negara bertanggungjawab penuh terhadap penjagaan generasi karena mereka adalah aset berharga bangsa untuk melanjutkan estafeta perjuangan mempertahankan eksistensi bangsa. Wallahu’alam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image