Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatulloh

Keseruan Belanja di Pasar Tradisional Búza tér Miskolc

Bisnis | Monday, 21 Mar 2022, 12:33 WIB

Dalam kehidupan ekonomi, pasar memiliki peran yang sangat vital. Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Adanya pasar menjadi sarana penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dengan cara berniaga. Begitu pula petani dapat menjual produk hasil usahanya kepada warga yang membutuhkan. Terjadi sirkulasi perputaran uang dan barang di suatu wilayah.

Di era digital, peran pasar tradisional yang melayani transaksi jual beli secara langsung terdisrupsi dengan adanya online market. Namun masih banyak orang yang tertarik dengan belanja di pasar tradisional karena bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan barang, tetapi aktivitas bergerak dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu, peminat transaksi model lama masih terus ada.

Selama menjadi mahasiswa internasional di Hongaria, Eropa Tengah, saya menemukan banyak supermarket seperti LIDL, Spar, Coop, Tesco, Auchan dan lainnya. Namun saya pun tertarik dengan pasar tradisional yang berlokasi di Búza tér Miskolc untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, utamanya sayuran dan buah-buahan.

Pasar Búza tér berlokasi di kawasan pusat kota dan berdekatan dengan terminal bus. Jika berangkat dari kampus Miskolc, saya cukup menggunakan bus nomor 20 yang melewati pasar. Akan tetapi jika memulai perjalanan dari flat, saya memilih bus nomor 35 lalu turun di Centrum dan berjalan kaki 450 meter selama kurang lebih enam menit. Tak ada kesulitan bagi saya sebagai pelajar pengguna monthly ticket untuk berkeliling kota tiap hari karena tidak perlu beli tiket harian dan lebih hemat.

Seringkali saya menggunakan kesempatan berbelanja di pasar Búza tér selepas shalat Jumat karena lokasi pasar dan masjid berdekatan. Jarak antara masjid dan pasar adalah 900 meter yang dapat ditempuh berjalan kaki berdurasi sekitar 11 menit. Selama tinggal di Eropa, alat transportasi utama adalah kaki yang tentunya berdampaik baik bagi kesehatan. Disini tidak ada tukang ojek pengkolan atau ojek online yang siap mengantar kemana pun. Alhasil berjalan kaki menjadi gaya hidup mayoritas warga disini, meskipun sebagian masyarakat menggunakan mobil pribadi sebagai alat transportasi sehari-hari.

Pasar Búza tér menyediakan berbagai macam produk mulai dari sayuran, buah, daging, roti, dan aneka cemilan. Belanja favorit saya adalah buah apel merah lokal yang harganya 200 forint per kilogram atau setara dengan 8.500 rupiah. Menurut saya harga tersebut murah sekali dibandingkan dengan apel di Indonesia yang mayoritas produk impor. Selain itu jenis buah lainnya tersedia seperti anggur, pisang, jeruk, pir, mangga, semangka dan lain-lain. Beberapa buah impor seperti semangka dan mangga mungkin tidak setiap hari tersedia karena tergantung kepada musim.

Sayuran dan bumbu dapur tersedia lengkap disini. Saya sering belanja kentang, ubi, bawang, tomat dan jagung. Namun komoditas jagung tidak selalu ada di sepanjang musim karena faktor masa tanam yang terbatas. Selama musim dingin Desember-Februari dan musim semi Maret-Mei, biasanya tak ada jagung. Saya mendapatkannya di musim panas dan musim gugur. Pengalaman pribadi, makan jagung dan ubi rebus di musim gugur sangatlah nikmat dilengkapi dengan secangkir teh hangat.

Bagaimana dengan daging? Saya menemukan beberapa toko penjual daging segar maupun olahan mirip sosis, tetapi saya tidak pernah belanja daging di pasar ini karena kekhawatiran soal kehalalannya. Solusinya saya beli daging ayam Cocorico di SPAR atau daging segar dan produk olahan di masjid. Adapun ikan segar tersedia disini namun saya belum pernah beli karena saya tidak pandai mengolah ikan segar. Jadi lebih memilih ikan beku atau produk olahannya di supermarket.

Uniknya, transaksi belanja di pasar ini menggunakan uang tunai forint (mata uang Hongaria). Saya selalu menyiapkan uang tunai sebelum berkunjung agar tidak ada kesulitan. Ada beberapa toko yang menerima transaksi pembayaran dengan kartu debit VISA, namun masih sangat terbatas. Agar lebih leluasa berbelanja, uang tunai lebih baik.

Berbelanja di pasar tradisional masih lebih seru dan mengasyikkan dibandingkan dengan pasar ritel modern karena harga barang lebih murah. Selain itu, pilihan buah dan sayur lebih banyak dan bervariasi. Jangan berpikir pasar tradisional disini kotor dan kumuh. Saya beropini area pasar bersih dan nyaman. Para pedagang pun sadar akan kebersihan. Begitu pula mayoritas pengunjung. Tak pernah saya menemukan tumpukan sampah yang dibiarkan dan menggangu indera penciuman warga pasar.

Apakah harus mampu berkomunikasi bahasa Hongaria dengan pedagang? Jawabannya tidak. Meskipun pasar tradisional, setiap pedagang telah menuliskan harga barangnya dengan potongan kertas karton sehingga calon pembeli dapat mengetahuinya. Bagi warga asing seperti pelajar internasional, pedagang menimbang barangnya lalu menunjukkan harganya kepada pembeli yang tercantum di kalkulator. Lalu pembeli membayar harganya. Bahasa isyarat menjadi sarana komunikasi universal tanpa batas. Nampaknya, saya pun jarang menemukan ada pembeli yang menawar harga hingga terjadi debat seru dengan penjual. Sepertinya warga lokal tidak suka basa basi dalam komunikasi. Faktanya, hampir tiap lapak menawarkan harga yang relatif sama. Jika tak sama pun, akan terlihat di kualitas produknya, entah kesegarannya atau jenisnya yang berbeda.

Mari berbelanja di pasar tradisional! Saya menyukai keseimbangan dalam model berbelanja. Tidak selalu menghabiskan uang di pasar ritel modern meskipun tersedia dekat flat saya SPAR dan Coop atau dekat kampus ada LIDL dan Tesco. Mengunjungi dan membelanjakan uang di pasar tradisional juga menyenangkan sebagai sarana hiburan ringan di tengah aktifitas studi yang melelahkan.

Penulis adalah mahasiswa doktoral di Universitas Miskolc dan penerima beasiswa Stipendium Hungaricum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image