Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image timbul math

JEJAK INSPIRASI PENDIDIKAN YANG MEMANUSIAKAN, DARI MERDEKA TEKNOLOGI HINGGA BELAJAR MERDEKA

Lomba | Thursday, 17 Mar 2022, 05:54 WIB

Timbul Sasongko

Pembelajaran yang dilakukan oleh Para Guru di Finlandia dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, dan nantinya menciptakan suatu kebahagiaan bagi guru maupun peserta didiknya. Pendidik dan guru sesuai dengan tugas dan tanggung jawab profesinya, memanusiakan manusia menjadi titik sentral.

Sebelum berbicara lebih lanjut dalam tulisan ini, penulis akan berceritera tentang alasan membeli sebuah buku berjudul “Teach Like Finland” yang berisi 33 strategi sederhana untuk kelas yang menyenangkan. Buku tersebut ditulis oleh Timothy D. Walker, salah satu guru dari Amerika Serikat yang mengajar sekolah negeri di Helnski, Finlandia.

Penulis saat itu kebetulan mengajak teman untuk menemani membeli buku. Penulis bersama teman tersebut sambil menunggu tukang ojeg di depan toko buku saling berbincang. Penulis membeli buku dengan alasan ingin mengetahui apakah benar praktik pendidikan di salah satu negara Nordik tersebut mengadaptasi praktik pendidikan yang dikenalkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, ataukah hanya kebetulan memiliki kesamaan.

Buku yang telah dibeli tadi langsung penulis baca halaman per halaman, mulai dari kata pengantar dan pendahuluan. Bacaan terhenti sejenak di bagian pendahuluan. Bagian tersebut, berdasarkan pengalaman Timothy menjelaskan bahwa:

“Apa yang dapat kita pelajari dari guru-guru Finlandia, berdasarkan pengalaman saya, adalah menunjukkan prinsip bahwa mereka menghargai kebahagiaan di atas pencapaian. Guru di Finlandia mengambil keputusan yang kecil, sederhana untuk mempromosikan proses belajar dan mengajar yang menyenangkan” (Timothy, 2017:xxviii).

Pemikiran ini dapat diketahui bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di Finlandia adalah menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, di mana nantinya menciptakan suatu kebahagiaan bagi guru maupun peserta didiknya. Penjelasan ini senada dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, di mana: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Tujuan tersebut tidak dapat tercapai apabila guru tidak membuat anak-anak merasa senang dan nyaman dalam proses belajar.

Pendidikan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Teknik pengajaran dan pelatihan tersebut tentunya bertujuan agar peserta didik menjadi individu yang dewasa dan memiliki tingkah laku yang baik, agar mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan dalam hidup dan kehidupannya.

Proses Humanisasi & Memerdekakan Peserta Didik

Strategi/proses pengajaran dan pelatihan yang menyenangkan menjadi salah satu langkah untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Peserta didik melalui strategi tersebut akan merasa betah untuk belajar di sekolah, namun kenyataan di lapangan berbeda. Sekolah kebanyakan tidak sesuai dengan sekolah ideal yang membuat peserta didik nyaman. Banyak terjadi kasus bullying dan tindak kekerasan di sekolah yang membuat peserta didik tidak betah dan merasa tidak aman selama melakukan proses belajar mengajar.

Berita yang dikeluarkan oleh KPAI pada tanggal 22 Februari 2017 bahwa berdasarkan Survey International Center for Research on Women (ICRW), sebanyak 84 persen anak di Indonesia mengalamai kekerasan di sekolah. Sumber tersebut juga kembali mengeluarkan informasi, di mana pada tanggal 4 Oktober 2017 di laman detik.com bahwa sejak tahun 2011 hingga September 2017 sudah menerima 26 ribu kasus anak yang bermasalah (detik.com, web).

Kasus yang terjadi tersebut mengindikasikan bahwa sekolah belum dapat menciptakan lingkungan belajar yang humanis. Lingkungan humanis adalah lingkungan yang didukung oleh ekosistem (sarana prasarana) dan iklim (interaksi antar warga sekolah) belajar nyaman dan menyenangkan agar mempermudah peserta didik belajar dan berlatih. Lingkungan sekolah harus memposisikan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik dan kebutuhan berbeda-beda. Perlakuan sekolah inilah yang dapat menciptakan ekosistem dan iklim yang humanis.

Guru sebagai pelaksana tugas utama dalam proses pembelajaran di sekolah juga harus memiliki sikap humanis. Guru humanis adalah guru yang mampu memahami setiap karakteristik anak dan dapat mendidik peserta didiknya sesuai karakteristik dan potensinya masing-masing. Pemahaman guru tentang anak harus diubah. Anak bukan lagi sebagai objek yang harus dikembangkan potensinya sesuai keinginan guru, lembaga pendidikan atau bahkan orang tua, tetapi anak adalah subjek yang harus didampingi sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Kemerdekaan belajar adalah suatu hal yang mutlak harus terus dipupuk di dalam kelas. Kemerdekaan yang memberikan kebebasan kepada anak didiknya dalam mengembangkan potensinya. Guru hanyalah sebagai pendamping, pembimbing, dan fasilitator.

Beberapa model pembelajaran yang mendukung kegiatan belajar mengajar yang memanusiakan dan dapat digunakan oleh guru, di antaranya: humanizing of the classroom, active learning, quantum learning, dan the accelerated learning. Beberapa prinsip belajar mengajar yang memanusiakan adalah: hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan.

Proses pembelajaran memanusiakan akan membuat peserta didik memiliki sikap toleransi yang tinggi, saling menghormati, dan menghargai setiap perbedaan baik antar peserta didik, ataupun antara guru dan peserta didik. Tidak akan ada lagi anak yang saling mengejek, apalagi sampai bullying. Anak akan senantiasa memiliki pikiran yang positif karena suasana yang tercipta adalah suasana yang positif. Anak melalui pikiran yang positif akan menerima materi yang diajarkan ataupun keterampilan yang dilatihkan oleh guru dengan baik.

Menyiapkan Generasi Kritis, Kreatif, Adaptif, dan Inovatif

Persaingan antar negara semenjak diberlakukannya ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN, MEA) sudah semakin terasa, terutama di negara-negara anggota ASEAN. Guru perlu memandang ini sebagai peluang untuk menyiapkan peserta didiknya agar mampu bersaing dengan melatih keterampilan-keterampilan yang dibutuhkannya. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan dalam berpikir kritis, kreatif, adaptif, dan inovatif.

Guru untuk melatih keterampilan tersebut dapat menggunakan salah satu pendekatan dalam proses pembelajaran. Pendekatan tersebut adalah pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses merupakan suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada pelibatan peserta didik secara aktif dan kraetif dalam proses pemerolehan hasil belajar. Daya kreatif dan inovatif dapat berkembang dengan merangsang peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan fakta serta konsep secara mandiri. Sikap kritis melalui pendekatan ini juga akan tumbuh dan berkembang.

Peserta didik untuk sampai tahap mampu mengembangkan keterampilan prosesnya, perlu menguasai beberapa keterampilan dasar. Keterampilan dasar yang harus dimiliki peserta didik adalah kemampuan: mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasikan, menemukan hubungan, membuat prediksi, melaksanakan meneliti, mengumpulkan dan menganalisis data, menginterpretasi data, dan menyampaikan hasil. Peserta didik dengan memiliki keterampilan proses tersebut, dapat lebih kritis, kreatif, adaptif, dan inovatif yang selanjutnya akan mampu memecahkan berbagai masalah yang dialaminya saat ini atau pun di kemudian hari.

Merdeka Teknologi

Era global seperti yang sudah penulis sampaikan di atas, saat ini sudah dimulai. Siap atau tidak siap, harus mampu menghadapinya. Tanpa disadari, pengaruh globalisasi juga sudah dirasakan. Pengaruh yang terbawa adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Berbagai inovasi dan pengetahuan baru terus bermunculan. Begitu juga dengan perkembangan teknologi sudah menjalar dan masuk ke dunia anak-anak.

Arus perkembangan dunia maya dan penggunaan internet merupakan salah satu perkembangan teknologi saat ini. Anak-anak pun sudah menjadi bagian dari pengguna internet. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengeluarkan data bahwa sebanyak 24,4 juta anak-anak dari 132,7 juta pengguna internet di Tahun 2022 berusia 10-24 tahun. Berdasarkan jumlah pengguna internet sebanyak 132,7, sebanyak 8,3 juta (6,3%) adalah pelajar. Jadi bisa dilihat sebanyak 8,3 juta dari 24,4 juta adalah anak yang sedang duduk di Jenjang Pendidikan Dasar (10-13 tahun) dan Jenjang Pendidikan Menengah (13-17/18 tahun). Anak yang menggunakan internet tersebut perlu pendampingan, baik oleh orang tua dan guru.

Pendidik masa kini dan masa depan harus benar-benar menyadari bahwa telah terjadi pergeseran dalam menetapkan tujuan pendidikan, yang semula pendidikan bertujuan menyiapkan lulusan siap pakai, harus digeser menuju lulusan yang mandiri, mampu berkolaborasi sebagai anggota masyarakat, mampu menalar, mampu menggunakan teknologi informasi, mampu memanfaatkan, dan mengembangkan beragam sumber belajar. Artinya, tujuan pendidikan tidak lagi semata-mata penyesuaian diri, melainkan juga peningkatan kemampuan dan kemauan mengubah masyarakat menuju mutu kehidupan yang lebih baik serta mampu berpikir antisipatif ke masa depan. Peran guru yang semula sebagai sumber otoritas ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan hal tersebut, harus bergeser menuju perannya yang baru, yaitu sebagai fasilitator atau mediator yang kreatif, serta pergeseran dari mengajar sebagai suatu pembebanan menuju mengajar sebagai suatu proses negosiasi.

Pesatnya perkembangan teknlogi dan besarnya arus informasi telah memengaruhi dunia pendidikan pada saat ini. Teknologi dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, menyediakan materi, memberikan jawaban soal dan berbagai macam media pembelajaran. Kemajuan teknologi dapat mempermudah proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Tentunya sebelum menghadirkan manfaat teknologi di dalam pembelajaran, seorang guru mau tidak mau dituntut untuk menguasainya terlebih dahulu, sehingga, mereka tidak akan ketinggalan oleh anak didiknya yang notabene adalah seorang calon generasi emas 2045.

Guru perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam menggunakan teknologi tidak hanya dapat mengoperasikan aplikasi tulis menulis seperti Microsoft Office saja, bahkan guru perlu meningkatkan keterampilan di bidang lain seperti pembuatan konten video, memelajari desain grafis dengan aplikasi seperti Corel Draw dan Adobe Photoshop yang bisa diintergrasikan dalam pembuatan media pembelajaran yang menarik. Tidak ketinggalan pula guru perlu menguasai dengan baik keterampilan memanfaatkan internet. Menjadi seorang guru seharusnya juga memiliki prinsip belajar sepanjang hayat yang berarti guru perlu beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Peran guru dengan kemajuan tekonologi dalam transfer ilmu sudah “tidak popular”. Pernyataan ini dapat dikatakan karena sudah tidak sesuai dengan kemajuan teknologi. Peran teknologi saat ini dalam dunia pendidikan adalah alternatif pemecah masalah logis. Logis di sini adalah hal yang bisa dipikirkan oleh mesin. Jawaban dan opini pasti yang bisa ditawarkan oleh mesin pencari kapan pun dan di mana pun sesuai iramanya. Misalnya: “Berapa luas kepulauan di Indonesia?”. Segudang informasi luas kepulauan Indonesia akan muncul, namun apakah teknologi dapat menghadirkan kehangatan, kasih sayang, keramahan dan rasa kepedulian dalam problem yang dihadapi oleh peserta didik?. Jawabannya sudah pasti tidak. Bagaimanapun teknologi hanyalah mesin. Tugas guru untuk hadir dalam menyampaikan pembelajaran yang hangat, ramah, dan menyenangkan, sehingga generasi emas 2045 ini bisa mewarisi keteladanan, kepedulian, dan nilai-nilai kehidupan yang tidak bisa diajarkan oleh mesin pencari. Membangun karakter dan menginspirasi para generasi emas 2045 yang akan menjadi masa depan bangsa Indonesia nantinya, guru berperan besar sebagai agen perubahan. Peran guru di kelas sebagai agen perubahan tentunya dalam melakukan pembelajaran tidak bisa digantikan oleh apapun bahkan oleh teknologi sekalipun. Teknologi secanggih apapun singkatnya, tidak bisa menggantikan peran seorang guru dalam kelas. Guru punya sentuhan rasa, afektif, kasih sayang yang bisa disampaikan ke muridnya. Itu yang tidak tergantikan.

Guru sebagai orang tua kedua di sekolah perlu memberikan contoh dalam memanfaatkan perkembangan teknologi terutama internet untuk hal yang positif. Guru dapat memberikan contoh dengan cara menggunakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan pembelajaran, seperti: untuk membuat media pembelajaran (video, powerpoint, animasi, gambar 3D), membuat blog sebagai tempat untuk menggunggah materi dan tugas peserta didik, serta memanfaatkan sosial media untuk berkomunikasi intensif dengan orang tua.

Tugas seorang pendidik yang tidak kalah penting dibalik seluruh kemajuan teknologi adalah menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan, berorientasi pada peserta didik, memberikan keteladanan dan menjadi inspirasi bagi anak didiknya. Tugas guru ini harus dikombinasikan dengan pesatnya perkembangan zaman agar pendidikan di Indonesia semakin maju dengan tetap mewarisi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Jadi, seperti inilah untuk menjadi guru masa kini.

Dengan menjadi pendidik milenial, maka sebagai guru akan lebih paham dan mengerti dalam mendidik peserta didik sesuai kebutuhan dan zamannya. Pada saat ini bukan lagi zaman diktator dan otoriter, di mana menuntut peserta didik harus tunduk dan patuh pada guru. Guru harus paham makna pendidikan yang humanis, menciptakan peserta didik yang memiliki daya kritis, kreatif, adaptif, dan inovatif yang tinggi, serta mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, In Syaa Allah anak akan siap menghadapi dan mengikuti segala perkembangan zaman, serta dapat menjadi generasi emas yang mampu mengisi kemajuan bangsa ini pada tahun 2045 kelak.

*) Timbul Sasongko.

GurDaLis

(Guru Muda Menulis).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image