Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Charles DM

Ketika Setan Merah Terjebak Perangkap Simeone

Olahraga | Wednesday, 16 Mar 2022, 16:25 WIB
Para pemain United yang tampak kecewa mengerubungi Slavko Vincic: getty images/manchestereveningnews.com

Mencatatkan penguasaan bola lebih dari 60 persen. Memiliki tingkat akurasi operan 83 persen. Melepaskan lima tendangan ke arah gawang dari 11 percobaan. Sayangnya, Manchester United harus takluk dari Atletico Madrid yang berada dalam tekanan sepanjang laga, memiliki akurasi operan di angka 73 persen, dan memiliki peluang lebih sedikit.

Itulah kemalangan Setan Merah di leg kedua babak 16 besar Liga Champions Eropa, Rabu (16/3/2022) dini hari WIB. Kekalahan di hadapan pendukung sendiri karena Diego Dalot tak mampu mengamankan pergerakan Renan Lodi di menit ke-41.

Kekalahan tipis ini lebih dari cukup menguburkan harapan The Red Devils untuk bertahan di kompetisi elite Eropa itu. Kalah agregat 1-2 melengkapi puasa gelar lima tahun. Tersisih dari pentas Eropa adalah berakhirnya harapan terakhir setelah tak bisa bersaing di Piala FA dan Carabao Cup. Sementara di Liga Primer Inggris, United masih harus bersaing dengan Arsenal di empat besar.

Bagaimana bisa tim sekelas United bisa sampai menderita sepanjang itu? Paling kurang, setelah tampil cemerlang membungkam Tottenham Hotspur beberapa waktu lalu, nasib armada Ralf Rangnick justru berbanding terbalik kali ini?

Tidak ada hat-trick Cristiano Ronaldo, walau sang pemain sedang mengumpulkan kembali simpati dan menghalau keraguan setelah menjadi bulan-bulanan sebelum mengukuhkan diri sebagai pemain tersubur sepanjang sejarah beberapa saat lalu.

Lantas, apa yang salah dengan tim yang bermarkas di Old Trafford ini? Apakah “The Theatre of Dreams” sudah tak lagi menjadi rumah keberuntungan dan justru menjadi panggung pementasan mimpi buruk?

Kehilangan kepemimpinan

Ada banyak sebab kekalahan. Salah satu aspek yang patut disorot adalah soal kepemimpinan. Kita bisa melihat bagaimaan Atletico memainkan tempo pertandingan setelah mereka memimpin di penghujung paruh pertama.

Setelah keluar dari ruang ganti, tim asal Spanyol berjuluk Los Colchoneros itu berupaya dengan segala cara agar keunggulan tetap dipertahankan walau mereka harus mengorbanan para penonton yang ingin menyaksikan pertandingan yang atraktif.

Bagi mereka gol Renan Lodi seperti sudah lebih dari cukup. Mereka kemudian menutup keran gol dengan berbagai manuver. Para pemain mudah terjatuh walau tak terlibat kontak fisik serius. Tidak sampai di situ. Drama pelanggaran dibuat sedramatis mungkin. Waktu perawatan dibuat selama mungkin.

Skenario tersebut ternyata berjalan baik. Sementara itu, United justru kehilangan akal. Saat-saat seperti ini sebuah tim butuh suntikan semangat dan lecutan. Datangnya tentu dari sang pemimpin di lapangan pertandingan.

Tidak cukup hanya mengandalkan suara-suara dari luar. Teriakan dari pinggir lapangan dari seorang pelatih perlu dipertebal dengan hentakan dari kapten tim.

Saat United kehilangan arah, kita tak melihat Harry Maguire tampil sebagai nahkoda. Ia tak terlihat beraksi menjaga agar kapal keseblasan tak sampai terbawa arus.

Ketika rekan-rekan setim tampak frustrasi, Harry tak memberi ketenangan. Sulit memahami kiprah Harry dalam tim yang dicap terlalu banyak pemarah itu. Ia hanya bisa ikut bereaksi pada sejumlah keputusan Slavko Vincic yang menuai banyak sorotan itu. Ikut terperangkap, Harry justru semakin terlihat tak berwibawa.

Bagaimana bisa sebuah tim yang kehilangan arah diperparah oleh rasa putus asa yang semakin tebal bisa mengejar ketertinggalan? Yang terjadi justru United semakin terperangkap dalam jebakan Diego Simeone. Atletico dan Simeone yang sebenarnya setali tiga uang dengan United: sama-sama terpuruk.

Arah baru

Bila dikalkulasi, United sebenarnya sudah sembilan tahun memberi kekecewaan dan harapan palsu kepada para fan. Asa kembali ke masa keemasan belum juga terwujud. Arah baru dan wajah baru sudah menjadi niscaya.

Pertama, kembali ke laga kontra Spurs, bek sayap Matt Doherty dan Sergio Reguilon bisa beroperasi leluasa. Mereka hanya kurang beruntung untuk mencetak gol saat itu.

Sementara itu Marcos Llorente dan Renan Lodi beberapa kali mengancam, walau intensitasnya tak seperti saat menghadapi Son-Heung Min dan Dejan Kulusevski. Bila saja Diogo Dalot bisa lebih sigap maka hasil akhir pertandingan ini bisa berbeda.

Kedua, sudah saatnya memberi kesempatan dan kepercayaan lebih pada Fred. Ia memberi asis untuk Ronaldo pada akhir pekan lalu. Itu asis keempatnya dalam 15 pertandingan di bawah Rangnick.

Seiring kepercayaan yang semakin besar kepadanya, ia bisa menunjukkan diri sebagai pemain Brasil. Menghadapi Atletico ia membuat sejumlah gelandang Atletico harus berjibaku. Ia bahkan hampir menciptakan gol dengan kecerdasannya membaca ruang dan penetrasinya yang merepotkan lawan.

Selebihnya kita menunggu evaluasi dan tindak lanjut dari Rangnick. Kekalahan ini jelas bukan perkara kecil. Taruhannya sangat mahal, termasuk atas nasib sang pelatih sementara itu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image