Dari Aceh hingga Lampung: Banjir Sumatra dan Refleksi Tanggung Jawab Bersama
Agama | 2025-12-18 17:54:15Banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Sumatra dalam beberapa waktu terakhir. Dari Aceh hingga Lampung, air merendam organisasi warga, mengganggu aktivitas sehari-hari, dan memaksa ribuan orang mengungsi. Peristiwa ini bukan kali pertama terjadi, namun dampaknya terasa semakin meluas dan berulang.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa banjir terus terjadi, dan apa yang bisa dipelajari agar kejadian serupa tidak selalu terulang setiap musim hujan?
Banjir yang Meluas dan Berulang
Berbagai laporan kebencanaan menunjukkan bahwa banjir di Sumatera berdampak pada banyak daerah dengan karakteristik yang berbeda-beda. Di wilayah pesisir dan dataran rendah, luapan sungai kerap merendam rumah warga. Sementara di kawasan perbukitan, banjir sering disertai longsor yang memperparah situasi.
Fakta bahwa banjir terjadi hampir bersamaan di berbagai provinsi mengindikasikan adanya permasalahan struktural. Banjir tidak lagi berdiri sebagai kejadian lokal, melainkan sebagai fenomena regional yang memerlukan perhatian serius.
Antara Faktor Alam dan Aktivitas Manusia
Cuaca ekstrem dan perubahan iklim memang berperan dalam meningkatkan intensitas hujan. Namun, faktor alam tidak bekerja sendiri. Alih fungsi hutan, pembangunan di daerah aliran sungai, serta tata ruang yang kurang berkelanjutan turut memperbesar risiko banjir.
Ketika kawasan resapan udara terus menyusut, kemampuan tanah menahan udara pun menurun. Akibatnya, hujan dengan intensitas tinggi lebih mudah berubah menjadi banjir yang merendam organisasi. Dalam konteks ini, banjir menjadi hasil interaksi antara alam dan keputusan manusia.
Refleksi Tanggung Jawab Bersama
Membasmi banjir tidak cukup dengan mencari siapa yang paling bersalah. Pemerintah memiliki peran penting dalam perencanaan tata ruang, mitigasi bencana, dan penegakan aturan lingkungan. Di sisi lain, dunia usaha dituntut untuk menjalankan aktivitas ekonomi yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Masyarakat juga tidak bisa terlepas dari peran sehari-hari, mulai dari pengelolaan sampah hingga kesadaran menjaga lingkungan sekitar. Banjir di Sumatra menunjukkan bahwa ketika satu pihak abai, dampaknya dirasakan bersama.
Mencari Jalan ke Depan
Upaya penanganan banjir tidak bisa berhenti pada respons darurat. Diperlukan langkah-langkah jangka panjang, seperti pemulihan kawasan resapan udara, pengaturan ulang wilayah rawan banjir, serta penguatan sistem peringatan dini. Edukasi kebencanaan juga penting agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko.
Bencana seharusnya menjadi momentum evaluasi dan perbaikan, bukan sekadar rutinitas tahunan yang dilupakan setelah air surut.
penutup
Banjir dari Aceh hingga Lampung adalah pengingat bahwa krisis lingkungan menuntut tanggung jawab bersama. Tanpa perubahan cara pandang terhadap pembangunan dan pengelolaan lingkungan, banjir akan terus menjadi cerita berulang. Refleksi hari ini menjadi kunci agar masa depan Sumatera lebih aman dan berkelanjutan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
