Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Marsha Amina Safira

Narasi Hijau Ramah Lingkungan di Tengah Ketergantungan Plastik

Eduaksi | 2025-12-14 15:38:18
Ilustrasi greenwashing, sumber foto: pexels.

Dengan krisis sampah yang saat ini semakin mengkhawatirkan, Indonesia dihadapkan terus menerus tentang pengelolaan sampah plastik yang sangat sulit untuk dilakukan. Berdasarkan Data Sistem Pengolahan Sampah Nasional yang dilakukan oleh 343 kabupaten/kota se-Indonesia tahun 2024. Pada data tersebut dijelaskan bahwa total timbulan sampah sebanyak 38,170,795.60 ton/tahun dan sampah tidak terkelola 66.26% atau setara dengan 25,291,569.23 ton/tahun.

Kondisi ini membuat banyak perusahaan yang mengambil kesempatan pada kondisi ini untuk membangun kampanye dengan narasi "ramah lingkungan" untuk meningkatkan citra perusahaan. Namun, tidak sedikit dari kampanye hanya berhenti pada penyebaran informasi pada publik semata tanpa diiringi praktik nyata dan konsisten. Seharusnya melakukan kampanye berkelanjutan, justru perusahaan menimbulkan narasi kampanye hijau dan membuat masyarakat skeptis dan mengarah pada praktik greenwashing.

Apa Itu Greenwashing

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan upaya public relations dari suatu perusahaan untuk meningkatkan citra perusahaan, dan mendorong perusahaan untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan mencegah kerusakan lingkungan melalui aktivitas sosialnya. Menurut Carroll, Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap ekspektasi masyarakat terhadap aspek ekonomi, hukum, etika, dan kontribusi pada isu sosial.

Fenomena greenwashing muncul sebagai deviasi dari prinsip CSR. Greenwashing merujuk pada praktik dimana perusahaan memberikan kesan bahwa mereka berkomitmen terhadap keberlanjutan lingkungan melalui pemasaran yang menyesatkan. Menurut Delmas dan Burbano (2011) menjelaskan bahwa greenwashing adalah tindakan memberikan kesan positif mengenai produk atau kebijakan yang sebenarnya tidak memenuhi standar lingkungan yang diiklankan.

Sebenarnya, perusahaan yang melakukan praktik greenwashing ini terjebak dalam dilema mereka. Dilema antara keuntungan jangka pendek serta tanggung jawab sosial. Padahal dari praktik ini muncul dampak yang pastinya akan berdampak pada reputasi perusahaan yang justru akan berdampak jangka panjang pada perusahaan.

Klaim Hijau Yang Dipertanyakan

Fenomena greenwashing bukan lagi isu baru di dunia bisnis. Banyak brand yang berlomba menampilkan citra ramah lingkungan melalui berbagai jenis kampanye, namun lupa kalau masyarakat juga mengikuti praktik dari kampanye tersebut.

Salah satu brand yang menjadi sorotan publik dalam isu greenwashing adalah Fore Coffee. Fore membuat kampanye #FOREsponsible yang dimana Fore berkomitmen untuk menjalankan banyak inisiatif guna meminimalisir dampak penggunaan plastik. Fore dengan Robries juga sedang menggencarkan program untuk mengumpulkan dan mendaur ulang sampah plastik yang sudah digunakan menjadi barang-barang kegunaan sehari-hari, agar plastik-plastik tersebut dapat menjadi ‘second-life’ atau ‘second purpose’. Matthew Ardian, Chief Marketing Officer Fore Coffee, menjelaskan bahwa misi-misi sosial dan stainabilities selalu menjadi bagian dari pilar pokok perusahaan.

Implikasi Bagi Reputasi Perusahaan

Kampanye #FOREsponsibility yang dibentuk Fore awalnya bertujuan untuk menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap isu lingkungan mengenai krisis sampah plastik. Namun, dengan tidak adanya pemberitaan terkait kelanjutan realisasi kampanye tersebut, ditambah Fore masih menggunakan gelas plastik sebagai kemasan utama. Hal tersebut membuat publik bertanya-tanya mengenai konsistensi komitmen Fore. Situasi ini menimbulkan beberapa dampak bagi perusahaan.

Pertama, perusahaan berisiko dipandang tidak konsisten antara klaim pada kampanye dengan pembuktian tindakan di lapangan membuat brand dipandang hanya pencitraan.

Kedua, kepercayaan masyarakat dapat menurun. Konsumen kini semakin kritis terhadap klaim ramah lingkungan, apalagi di era digital yang membuat isu berkembang cepat.

Ketiga, bagi investor yang mengedepankan ESG atau CSR dapat menilai bahwa Fore tidak memenuhi standar keberlanjutan yang diharapkan.

Keempat, inkonsisten komunikasi juga memicu risiko krisis. Ketika pertanyaan publik di media dapat berkembang menjadi isu reputasi yang lebih besar jika tidak ditangani secara transparan dan responsif.

Peran Public Relations Dalam Menangani Isu Keberlanjutan Perusahaan

Kasus kampanye ini menegaskan pentingnya peran PR sebagai guardian of truth yang bertugas sebagai penjaga akurasi pesan perusahaan. PR harus memastikan bahwa setiap klaim yang disampaikan benar-benar selaras dengan praktik.

Transparansi data lingkungan juga menjadi kunci. Jika Fore benar-benar melakukan kampanye tersebut, masyarakat harus mengetahui urgensi, capaian, tantangan dan data akurat tentang sampah plastik harus dilakukan sebagai pendukung kampanye tersebut.

Dalam melakukan praktik komunikasi, etika harus menjadi landasan utama. PR bertanggung jawab untuk menolak suatu kampanye yang berpotensi menyesatkan atau tidak didukung dengan tindakan nyata sehingga tidak menjadi misleading atau bahkan greenwashing.

Selanjutnya, program CSR seharusnya berdampak bukan pencitraan. Jika isu utama yang ingin diselesaikan adalah terkait sampah plastik, seharusnya pengurangan penggunaan sampah plastik yang dilakukan bukan hanya kampanye simbolis.

Terakhir, PR perlu mendorong perusahaan untuk melakukan audit pesan berkelanjutan sebelum pesan diluncurkan. Audit ini berisi bukti, data, dan tindakan nyata. Cara ini dapat membuat perusahaan terhindar dari tuduhan greenwashing, meningkatkan kepercayaan publik melalui komunikasi yang konsisten dan bertanggung jawab.

Fenomena greenwashing pada brand tersebut menjadi tolak ukur seberapa pentingnya peran public relations dalam menjaga integritas perusahaan. Kampanye yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan citra justru mendapat kritik karena inkonsisten dengan praktik di lapangan. Maka dari itu, peran public relations memegang peran strategis sebagai jembatan penyampaian informasi perusahaan kepada publik dan memastikan setiap pesan yang disampaikan bersifat akurat, sejalan dengan visi dan misi perusahaan, serta benar-benar didukung oleh tindakan nyata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image