Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image erfa christin

Saat Mimpi Jadi Terang: Listrik Gratis di Indonesia

Teknologi | 2025-12-12 12:10:35

Siapa yang tidak ingin mendapatkan listrik tanpa biaya? Bayangkan sebuah pagi di mana lampu kamar tetap menyala, kipas angin berputar lembut, dan anak-anak bisa belajar dengan tenang tanpa khawatir gelap, tanpa tagihan listrik yang menghantui akhir bulan. Gambaran ini memang seperti sebuah mimpi, apalagi di tengah meningkatnya kebutuhan hidup. Namun, ide tentang listrik gratis sebenarnya sudah lama menjadi bahan diskusi di masyarakat. Bagi sebagian orang, listrik gratis terdengar mustahil karena energi tentu memiliki biaya produksi. Namun bagi sebagian lainnya, listrik gratis bisa diwujudkan dengan kemajuan teknologi dan semangat solidaritas. Listrik gratis bukan hanya sekadar soal penghematan, tetapi juga soal pemerataan akses energi bagi seluruh masyarakat. Dalam konteks pembangunan, energi listrik memegang peranan penting sebagai penunjang aktivitas rumah tangga, membuka peluang pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi. Oleh karena itu, mimpi tentang listrik gratis selalu relevan untuk dibicarakan. Contoh nyata bahwa mimpi listrik gratis bisa diwujudkan adalah melalui program Light Up The Dream (LUTD) yang digagas oleh PLN. Inisiatif ini bermula dari kepedulian para pegawai PLN yang menyisihkan sebagian gaji mereka untuk membantu masyarakat yang belum mampu membayar biaya sambungan listrik. Dana hasil donasi kemudian digunakan untuk menyambungkan listrik gratis ke rumah warga. Pada awal Ramadan 2024, PLN berhasil menerangi 2.920 keluarga kurang mampu di berbagai daerah. Sejak pertama kali diluncurkan, program ini telah menjangkau lebih dari 20 ribu keluarga di seluruh Indonesia. Dampaknya terasa nyata, misalnya pada Wagiran, warga Muara Bungo, Jambi, yang selama tiga tahun hanya mengandalkan listrik dari tetangga. Dengan sambungan listrik gratis dari PLN, keluarganya kini bisa menikmati lampu sendiri, menyimpan makanan di lemari es, bahkan membuka usaha kecil di rumah. Cerita seperti Wagiran menggambarkan bagaimana listrik bukan sekadar sumber cahaya, melainkan pintu menuju kehidupan yang lebih baik. Dari desa terpencil hingga kota besar, listrik gratis lewat LUTD membawa perubahan signifikan: anak-anak bisa belajar dengan pencahayaan layak, keluarga dapat beraktivitas lebih nyaman, dan peluang ekonomi pun bertambah. Namun, pelaksanaan LUTD di Indonesia bukan tanpa tantangan. Pertama, keterbatasan dana karena program ini sepenuhnya bergantung pada donasi sukarela dari pegawai PLN. Artinya, jumlah keluarga penerima manfaat sangat ditentukan oleh besar kecilnya dana yang terkumpul. Kedua, cakupan wilayah Indonesia yang luas membuat distribusi program ini tidak selalu merata. Masih banyak daerah terpencil yang belum tersentuh, baik karena infrastruktur listrik yang belum tersedia maupun karena keterbatasan sumber daya. Ketiga, keberlanjutan program ini juga menjadi pertanyaan penting. Meskipun sambungan listrik sudah terpasang, masyarakat tetap perlu biaya bulanan untuk penggunaan listrik. Tanpa pendampingan, ada risiko sebagian keluarga kembali kesulitan membayar tagihan. Tantangan lainnya adalah memastikan program ini selaras dengan kebijakan energi nasional serta upaya transisi menuju energi terbarukan. Dengan berbagai kendala tersebut, LUTD memang memberikan dampak positif, tetapi skalanya masih terbatas dibandingkan kebutuhan energi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu, muncul pertanyaan: adakah solusi lain yang bisa mendukung konsep listrik gratis di Indonesia? Salah satu jawabannya terletak pada pemanfaatan energi terbarukan, khususnya tenaga surya. Panel surya atap, meskipun masih relatif mahal, bisa menjadi alternatif jangka panjang karena setelah investasi awal, biaya operasionalnya nyaris nol. Pemerintah juga dapat memperluas program subsidi listrik bagi masyarakat prasejahtera sehingga akses energi lebih merata. Inovasi berbasis komunitas, seperti pembangunan pembangkit listrik desa menggunakan energi mikrohidro atau biomassa, juga bisa menjadi jalan keluar. Selain itu, skema kolaborasi antara pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat perlu diperkuat agar program listrik gratis tidak hanya bergantung pada donasi, tetapi menjadi gerakan nasional. Dengan menggabungkan teknologi, kebijakan, dan solidaritas sosial, mimpi listrik tanpa biaya bukan hanya milik segelintir orang, melainkan hak semua warga negara. Pada akhirnya, pertanyaan penting yang tersisa bukan lagi “bisakah listrik gratis diwujudkan?”, melainkan “kapan dan bagaimana kita memperluas akses ini agar setiap rumah di Indonesia bisa menikmati terang tanpa beban?”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image