Mengapa Literasi Visual Menjadi Kunci Kebangkitan UMKM di Era Digital?
Kuliner | 2025-12-11 21:11:06
Di tengah derasnya arus digitalisasi, UMKM Indonesia menghadapi kenyataan baru: tidak cukup hanya memiliki produk yang enak, sehat, atau berkualitas. Tanpa literasi visual yang baik—mulai dari logo, warna, hingga konsistensi tampilan—banyak UMKM gagap menghadapi persaingan. Bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena mereka tidak diberi cukup ruang dan pengetahuan untuk bertransformasi.
Kelompok Pengabdian Masyarakat Non Reguler 6 Sub Kelompok 5 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya menemukan hal ini secara nyata saat mendampingi UMKM Sinom di Kelurahan Ngagelrejo. Produk sinom yang mereka hasilkan sebenarnya kaya potensi: cita rasa kuat, manfaat kesehatan jelas, dan bahan baku lokal. Namun satu hambatan besar menghalangi langkah mereka menuju pasar yang lebih luas—identitas visual yang belum terbentuk.
Dalam konteks inilah, literasi visual menjadi lebih dari sekadar aspek estetika. Ia adalah bahasa baru yang menentukan apakah produk lokal bisa bersaing di etalase digital, diterima pasar modern, atau tenggelam di tengah deretan produk serupa. Sayangnya, banyak pelaku UMKM yang bahkan belum pernah mendapatkan pendampingan dasar tentang bagaimana sebuah logo bekerja dalam membangun persepsi.
Program yang disusun mahasiswa bukan hanya tentang mendesain logo bagi UMKM Sinom. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi intervensi literasi visual—memberikan pemahaman bahwa identitas visual adalah strategi bisnis, bukan sekadar gambar. Pendekatan partisipatif yang digunakan memastikan bahwa pemilik usaha bukan objek, melainkan subjek utama dalam proses kreatif, sehingga hasil akhirnya benar-benar mencerminkan nilai usaha mereka.
Hasilnya bukan sekadar logo baru, melainkan modal visual yang membuka pintu menuju pasar digital. Representasi figur wanita dan daun sinom pada desain bukan hanya estetika, tetapi narasi: tentang UMKM yang dikelola secara mandiri, penuh ketekunan, serta rooted pada tradisi lokal. Palet warna lembut yang dipilih bukan hanya “cantik”, tetapi menciptakan kedekatan emosional yang sangat dibutuhkan konsumen modern.
Lebih jauh lagi, keberhasilan ini membuktikan bahwa transformasi UMKM tidak selalu harus mahal. Investasi kecil dalam identitas visual dapat menghasilkan dampak berlipat—meningkatkan kepercayaan, memperkuat positioning di pasar, hingga menambah peluang kolaborasi dan distribusi.
Opini ini mungkin sederhana, tetapi faktanya jelas: Jika UMKM ingin tumbuh, mereka perlu lebih dari sekadar kreativitas produksi. Mereka membutuhkan pemahaman baru tentang bagaimana dunia melihat produk mereka. Di sinilah literasi visual hadir sebagai jembatan penting antara tradisi dan modernitas, antara skala lokal dan nasional.
Program pengabdian ini bukan hanya kontribusi mahasiswa kepada masyarakat, tetapi bukti bahwa kolaborasi lintas generasi dan keilmuan dapat menjadi katalis bagi kebangkitan ekonomi lokal. Melalui penguatan identitas visual, UMKM Sinom kini tidak hanya dikenal karena rasanya, tetapi juga karena wajah brand yang kuat dan membanggakan.
Di era digital, UMKM yang bertahan bukanlah yang paling besar, tetapi yang paling adaptif—dan adaptasi itu sering kali berawal dari hal yang terlihat sederhana: sebuah identitas visual yang tepat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
