Peran Akad Syariah sebagai Pilar Keuangan Islam di Era Kontemporer
Ekonomi Syariah | 2025-12-11 10:34:33
Peran Akad Syariah sebagai Pilar Keuangan Islam di Era Kontemporer
Ekonomi syariah merupakan bagian dari fikih muamalah yang mengatur aktivitas ekonomi berdasarkan nilai, etika, dan ketentuan Islam. Para ulama klasik telah menyusun berbagai ketentuan transaksi untuk menjaga keadilan serta mencegah kerugian antara para pihak. Namun perkembangan teknologi dan dinamika ekonomi modern membuat bentuk transaksi semakin kompleks. Oleh karena itu, konsep-konsep muamalah—terutama terkait akad—dapat dipahami kembali dan diterapkan secara kontekstual tanpa meninggalkan prinsip dasar syariat.
Istilah ekonomi syariah kini semakin populer sebagai gambaran berbagai aktivitas ekonomi yang mengandung ajaran Islam. Akad-akad yang telah digunakan sejak masa klasik, seperti musyarakah, mudharabah, ijarah, dan muzara'ah, kini muncul dalam bentuk yang lebih inovatif. Penerapannya terlihat pada perbankan syariah, asuransi, pembiayaan, investasi, hingga ekosistem bisnis digital. Di dunia digital—seperti marketplace, fintech syariah, dan layanan pembayaran online—konsep akad diterapkan untuk memastikan transaksi berjalan secara halal, transparan, dan etis.
Jika dahulu akad berlangsung sederhana dan dilakukan langsung antara dua pihak, seperti dalam jual beli tradisional atau kerja sama usaha kecil, kini prosesnya menjadi lebih formal dan terstruktur. Misalnya, akad mudharabah yang dulunya hanya digunakan pada kerja sama usaha kecil, kini diaplikasikan dalam deposito mudharabah, pembiayaan UMKM, hingga platform pendanaan berbasis bagi hasil pada fintech syariah. Begitu pula akad murabahah yang awalnya merupakan jual beli biasa, kini menjadi akad utama dalam pembiayaan kendaraan, rumah, dan barang konsumsi lainnya di lembaga keuangan syariah.
Menurut Afzalur Rahman dalam Doktrin Ekonomi Islam, suatu akad dianggap sah apabila memenuhi unsur-unsur seperti adanya ijab-qabul, tujuan yang jelas, kerelaan para pihak, kejelasan objek transaksi, serta tidak bertentangan dengan syariat. Dalam praktik modern, unsur-unsur ini dijabarkan lebih detail agar dapat diterapkan dalam sistem keuangan yang semakin kompleks. Pada akad mudharabah kontemporer, misalnya modal harus berbentuk dana yang bernilai pasti, diserahkan sepenuhnya kepada pengelola, dan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan. Prinsip inilah yang mendasari berbagai produk tabungan, pembiayaan, hingga investasi digital berbasis syariah.
Indonesia juga menyediakan landasan hukum yang kuat untuk penerapan akad syariah. Undang-Undang Perbankan Syariah, perluasan kewenangan Peradilan Agama, serta hadirnya Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menjadi bukti keseriusan negara dalam memperkuat legalitas akad sebagai dasar transaksi syariah. Peraturan ini memastikan praktik ekonomi syariah berjalan dengan tertib, aman, dan sesuai prinsip hukum.
Di lembaga keuangan syariah masa kini, akad memiliki beragam fungsi. Akad wadi'ah digunakan dalam produk tabungan berbasis titipan, sedangkan akad mudharabah diterapkan pada pembiayaan usaha dan investasi. Akad murabahah menjadi pilihan utama untuk pembiayaan konsumtif seperti pembelian kendaraan atau elektronik. Akad salam dipakai untuk transaksi pesanan di muka, seperti kerja sama dengan petani. Akad ijarah digunakan untuk pembiayaan sewa, sementara qardhul hasan berfungsi sebagai pinjaman untuk kepentingan sosial. Dalam transaksi digital, akad wakalah digunakan sebagai dasar memberikan kuasa kepada aplikasi atau platform untuk melakukan transaksi atas nama pengguna.
Ragam penerapan akad tersebut menunjukkan bahwa prinsip keadilan, transparansi, dan keberkahan dalam muamalah Islam tetap relevan di era modern. Dengan penerapan akad di berbagai sektor—mulai dari keuangan digital hingga industri kreatif—ekonomi syariah terbukti sebagai sistem yang tidak hanya bersifat religius, tetapi juga praktis dan adaptif mengikuti perkembangan zaman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
