Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Zakiy Irawan

Bencana Ekologis Sumatra: Kombinasi Curah Hujan Ekstrem dan Deforestasi Picu Banjir Parah

Info Terkini | 2025-12-10 17:30:29

JAKARTA, [12/10/2025] – Bencana banjir besar kembali melanda sejumlah provinsi di Sumatra, menyebabkan ribuan warga mengungsi, ratusan rumah rusak, dan melumpuhkan aktivitas ekonomi. Intensitas curah hujan ekstrem dalam beberapa pekan terakhir dianggap sebagai pemicu langsung, namun para ahli dan pegiat lingkungan menegaskan bahwa deforestasi masif di wilayah hulu adalah akar masalah yang memperburuk skala bencana ini.

Ribuan rumah terendam di salah satu wilayah terdampak banjir terparah di Sumatra. Intensitas hujan yang tinggi memperburuk kondisi setelah hilangnya penahan air alami. (Sumber Foto: BNPB/Antara Foto)
Hujan Ekstrem Mengintai, Hutan Gagal Menahan

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan adanya pola curah hujan yang semakin tidak stabil dan intens di banyak wilayah Sumatra. Hujan turun dengan volume tinggi dalam durasi singkat, menyebabkan debit sungai naik drastis.

"Peningkatan intensitas hujan adalah dampak nyata perubahan iklim," ujar seorang klimatolog. "Namun, tanpa hutan sebagai penahan alami, air yang seharusnya diserap kini langsung meluncur ke pemukiman. Fungsi ekologis sponge (penyerap air) hilang."

Kawasan hutan di Sumatra, yang terus berkurang akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan tambang, telah kehilangan kemampuan vitalnya untuk mengelola tata air. Hilangnya akar pohon membuat tanah menjadi licin dan mudah longsor, memperparah kerentanan wilayah tersebut.

Kontras wilayah yang menunjukkan penggundulan hutan (deforestasi) di kawasan hulu Sumatra. Hilangnya pohon menjadi faktor utama percepatan aliran air menuju dataran rendah. (Sumber Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/Greenpeace)
Dampak Sosial dan Ekonomi yang Meluas

Banjir tahun ini menjangkau banyak desa yang sebelumnya tidak pernah terendam. Akibatnya, durasi pengungsian memanjang, memicu krisis sosial dan kesehatan.

Kesehatan: Dinas Kesehatan setempat melaporkan lonjakan kasus penyakit kulit, ISPA, dan diare akibat buruknya sanitasi di lokasi pengungsian dan kontaminasi air bersih.

Ekonomi: Kerugian ekonomi sangat terasa. Ribuan hektar lahan pertanian gagal panen. Akses jalan antar kota dan provinsi terputus akibat genangan dan longsor, menghambat distribusi logistik dan menaikkan biaya perbaikan infrastruktur secara signifikan.

Pendidikan: Banyak sekolah terpaksa ditutup, mengganggu proses belajar mengajar bagi siswa di daerah terdampak.

Petugas kesehatan memberikan penanganan dasar kepada warga di posko pengungsian. Sanitasi yang buruk dan air kotor meningkatkan risiko penularan penyakit di lokasi pengungsian. (Sumber Foto: Palang Merah Indonesia/Pewarta Foto Lokal)
Tuntutan Solusi Jangka Panjang dan Ketegasan Pemerintah

Meskipun Pemerintah Daerah dan Badan Penanggulangan Bencana telah sigap melakukan evakuasi dan distribusi logistik, upaya ini dinilai hanya sebagai respons kuratif. Tuntutan publik kini mengarah pada solusi fundamental yang bersifat preventif.

"Kami butuh solusi yang menyentuh akar masalah. Bukan hanya perbaikan setelah bencana," kata perwakilan komunitas masyarakat yang terdampak. "Pemerintah harus serius dalam rehabilitasi hutan, normalisasi sungai, dan yang paling penting, ketegasan dalam pengawasan izin lahan di wilayah hulu."

Kebutuhan mendesak yang disorot meliputi pengerukan sedimentasi sungai secara berkala, penataan ulang tata ruang berbasis mitigasi bencana, dan perlindungan ketat terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS).

Inisiatif Komunitas Lokal sebagai Harapan

Di tengah lambatnya intervensi kebijakan, beberapa komunitas lokal di Sumatra telah memulai gerakan pemulihan hutan secara mandiri. Mereka aktif menanam kembali berbagai jenis pohon di lereng-lereng dan bantaran sungai sebagai upaya nyata untuk mengembalikan daya dukung lingkungan. Aksi ini menjadi bukti bahwa tindakan kolektif di tingkat akar rumput dapat menjadi langkah awal yang efektif dalam membangun ketahanan wilayah terhadap ancaman bencana hidrometeorologi.

Suasana penanaman pohon di Desa Beramban, Kecamatan Piani bersama Kodim 1010 Tapin, PT.BRE, Pelajar dan masyarakat. Foto: Herman/lenteramantan.com

Banjir di Sumatra adalah pengingat bahwa risiko gabungan antara krisis iklim dan kerusakan lingkungan telah menjadi ancaman nyata dan tahunan. Solusi efektif harus berfokus pada pencegahan, bukan sekadar respons pascabencana.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image