Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image aurelia sansi

Era Baru Kreativitas: Peluang atau Tantangan?

Teknologi | 2025-12-10 16:46:16
(Image credit: Pinterest)

Belakangan ini dunia seni lagi rame banget gara-gara teknologi AI yang bisa bikin gambar cuma dari beberapa kata. Dulu, kalau mau bikin ilustrasi ya harus duduk, gambar, hapus, ulang lagi sampai akhirnya jadi. Sekarang? Tinggal ketik “girl in polaroid aesthetic with soft lighting”, lima detik kemudian langsung muncul gambar yang keliatan rapi banget. Mau nggak mau, kondisi ini bikin banyak orang mikir: sebenarnya AI ini jadi teman buat berkarya atau malah saingan yang bikin seniman manusia makin terdesak?

Jujur, kemunculan AI ini kayak dua sisi koin. Di satu sisi, orang-orang yang nggak bisa gambar sama sekali akhirnya bisa ikut main di dunia visual. Rasanya kayak pintu seni dibuka lebih lebar buat semua orang. Tapi di sisi lain, banyak seniman yang ngerasa posisi mereka makin samar. Karena, proses yang tadinya dilalui dengan penuh emosi dan pengalaman pribadi, sekarang diganti sama mesin yang cukup “mengerti pola” untuk menghasilkan karya serupa. Ada rasa nggak adil ketika karya yang dibuat bertahun-tahun, dengan gaya khas yang dibangun pelan-pelan, tiba-tiba bisa “ditiru” sama algoritma yang bahkan nggak tau apa itu rasa lelah.

Masalah lainnya adalah hak cipta juga sering menjadi obrolan panas. Model AI belajar dari jutaan gambar yang tersebar online dan sebagian besar bukan gambar bebas pakai. Banyak seniman yang sadar gaya mereka muncul di hasil AI, padahal mereka nggak pernah merelakan karyanya dijadikan bahan latihan. Ada yang ngerasa risih, ada yang kesel, dan ada juga yang bingung harus gimana. Sementara pendukung AI bilang kalau teknologi itu cuma alat, mirip kayak Photoshop dulu waktu pertama muncul. Tapi bedanya, AI bukan cuma bantu proses. Dia ikut “belajar” dari karya orang tanpa minta izin.

Walaupun begitu, ada juga seniman yang justru memanfaatkan AI sebagai bagian dari proses kreatif mereka. Bukan buat gantiin kemampuan, tapi buat eksplorasi seperti minta ide kasar dari AI, terus dikembangin lagi pakai sentuhan pribadi. Ada seniman yang tetap setia dengan cara tradisional, ada juga yang campur keduanya, dan itu fine. Karena pada akhirnya, seni itu soal pilihan dan perjalanan masing-masing, bukan kompetisi antar medium.

Pada akhirnya, seni nggak akan hilang cuma karena muncul teknologi baru. Yang berubah itu cara kita memandang sebuah karya. AI mungkin bisa bikin gambar yang indah, tapi pengalaman, intuisi, dan perasaan manusia tetap punya tempat yang nggak bisa diganti. Mungkin nanti hubungan antara AI dan seniman bukan lagi tentang siapa yang menang atau kalah, tapi lebih kayak kolaborasi yang membuka cara baru untuk berkarya. Karena bagaimanapun, jiwa di balik seni tetap datang dari manusia dan teknologi cuma alat yang bikin ruang kreatif itu jadi lebih luas dari sebelumnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image