Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image aisyah Nadela

Demo Masak Abon Tongkol Ubah Mindset Ketahanan Pangan Warga Pulomerak

Eduaksi | 2025-12-10 15:52:14

Cilegon - Indonesia diakui sebagai negara kepulauan dengan area perairan yang lebih luas dibandingkan daratannya. Ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke menyimpan kekayaan laut yang melimpah, termasuk hasil perikanan yang seharusnya dapat mendukung ketahanan pangan bagi masyarakat pesisir. Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan keluarga. Mengingat kondisi ini, tim mahasiswa dari Administrasi Publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) berinisiatif untuk melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat berupa demonstrasi pembuatan abon ikan tongkol di Desa Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, pada hari Senin, 24 november 2025.

Kegiatan yang diikuti para ibu rumah tangga di RT 003 RW 002 ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dengan memanfaatkan sumber daya laut lokal yang berlimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal.

Haya Azzellia Naury , salah satu anggota tim pengabdian, menjelaskan bahwa ikan tongkol memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber makanan bergizi. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa produksi ikan tongkol nasional diperkirakan mencapai 681. 068 ton pada tahun 2024.

"Ikan tongkol mengandung banyak protein, omega-3, serta berbagai vitamin. Harganya cukup terjangkau dan mudah ditemukan di daerah pesisir seperti Pulomerak. Namun, sayangnya, masyarakat masih mengolahnya dengan cara yang sederhana, hanya digoreng atau dijadikan pindang yang hanya bisa bertahan 1-2 hari," ujar haya.

Situasi ini menjadi masalah karena ikan tongkol memiliki kadar air yang tinggi, mencapai 74 persen, sehingga cepat busuk jika tidak segera diolah. Sebagai hasilnya, masyarakat tidak memiliki stok lauk pauk untuk jangka waktu yang lama.

Tim mahasiswa yang terdiri dari Aisyah Nadela, Haya Azzellia Naury, Nanda Risti Rahmatunnisa, dan Teguh Aulia Hissam mendemonstrasikan secara langsung cara pembuatan abon dari ikan tongkol yang mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI 7690:2013) mengenai Abon Ikan.

Standar ini menetapkan tiga kriteria utama yang harus dipenuhi agar abon memiliki kualitas yang baik dan tahan lama. Pertama, kadar air dibatasi maksimal 10 persen untuk menghindari pertumbuhan jamur dan bakteri. Kedua, kadar protein harus minimal 15 persen untuk memastikan nilai gizi tetap tinggi. Ketiga, kadar lemak tidak boleh lebih dari 30 persen untuk mencegah timbulnya bau tengik yang dapat merusak kualitas abon.

"Dengan mematuhi standar SNI ini, abon yang kami produksi dapat bertahan selama berbulan-bulan tanpa perlu bahan pengawet kimia. Kuncinya terletak pada proses pengeringan yang menurunkan kadar air dari 74 persen pada ikan segar menjadi hanya 10 persen pada produk akhir," ungkap Teguh saat memimpin demonstrasi.

Proses pembuatan dimulai dengan mengukus ikan tongkol hingga matang dengan sempurna. Setelah itu, ikan didinginkan dan diurai menjadi serat-serat halus melalui cara di-copper atau cacah manual. Serat ikan lalu dicampurkan dengan bumbu yang telah dihaluskan, dengan proporsi yang disesuaikan untuk memperoleh rasa gurih dan aroma yang terbaik.

Tahap yang sangat penting adalah proses sangrai atau penggorengan kering dengan menggunakan api sedang. Di sini, serat ikan dan bumbu harus diaduk terus-menerus sampai kadar airnya berkurang banyak dan teksturnya menjadi kering, renyah, serta berserat. Proses ini memerlukan waktu sekitar 30-45 menit dan harus diaduk tanpa henti agar tidak terbakar.

"Kami tidak hanya memberikan teori, tapi praktik langsung agar ibu-ibu bisa melihat setiap tahapan dengan jelas dan mencoba sendiri. Ternyata prosesnya tidak sesulit yang dibayangkan dan hanya butuh peralatan dapur biasa seperti wajan, spatula, dan kompor," kata Aisyah Nadela, fasilitator utama kegiatan.

Selama sesi demonstrasi, peserta juga diajari cara menilai kematangan abon dengan memperhatikan tekstur serta perubahan warnanya menjadi kecokelatan. Abon yang telah siap dihidangkan kepada peserta untuk dicoba, dan mendapatkan tanggapan positif karena rasa gurihnya dan tekstur yang renyah.

Hasil penilaian menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan dalam pemahaman masyarakat. Berdasarkan kuesioner pre-test, 80 persen responden mengaku belum pernah membuat abon dan merasa bahwa prosesnya cukup rumit. Namun, setelah mengikuti demonstrasi, seluruh peserta menyadari bahwa pembuatan abon itu sebenarnya cukup mudah.

Sebanyak 80 persen partisipan menyatakan minat untuk mencoba resep abon di rumah sebagai stok lauk. Semua peserta menilai kegiatan ini berharga karena memberikan pengetahuan baru serta keterampilan praktis yang berguna.

"Saya selalu berpikir bahwa membuat abon itu sulit dan memerlukan peralatan khusus. Ternyata, kita bisa menggunakan wajan biasa di rumah. Ini sangat membantu karena kami bisa memiliki persediaan lauk yang tahan lama dan menghemat biaya belanja," kata salah satu peserta.

Kegiatan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 mengenai Pangan yang menekankan pentingnya ketahanan pangan di level rumah tangga. Dengan mengolah ikan tongkol menjadi abon, keluarga dapat memiliki cadangan pangan bergizi yang tahan lama.

Jika sebelumnya masyarakat hanya bisa menyimpan ikan goreng atau pindang selama 1-2 hari, kini dengan adanya abon, mereka bisa memiliki stok protein hewani yang bertahan hingga berbulan-bulan. Ini sangat membantu dalam mengurangi pemborosan dan membuat pengeluaran belanja keluarga menjadi lebih efisien.

Tim mahasiswa berharap bahwa inovasi ini dapat diterima secara luas oleh komunitas pesisir, agar potensi hasil laut lokal dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian pangan keluarga.

Ibu RT Desa Mekarsari yang juga hadir dalam acara tersebut sangat mendukung program ini dan menghargai inisiatif mahasiswa Untirta dalam memberdayakan masyarakat melalui keterampilan praktis dalam pengolahan pangan lokal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image