Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syifa Az Zahra

Pancasila di Ruang Digital: Menjaga Etika Kebangsaan di Era Media Sosial

Teknologi | 2025-12-09 14:35:58

Media sosial telah mengubah wajah interaksi kita, namun ruang digital yang seharusnya mempercepat kemajuan kini seringkali tercemari oleh hoaks, ujaran kebencian, cyberbullying, dan polarisasi tajam. Di tengah arus informasi tanpa batas, identitas kebangsaan kita diuji. Pancasila, khususnya Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dan Sila Ketiga (Persatuan Indonesia), harus menjadi pedoman etika digital. Menjaga etika kebangsaan di media sosial berarti kita wajib menerjemahkan nilai-nilai luhur ini ke dalam setiap unggahan dan interaksi online kita.

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menuntut kita untuk menegakkan martabat setiap individu, bahkan di balik layar anonimitas. Hal ini berarti kita harus secara aktif melawan cyberbullying, doxing, dan hate speech yang secara langsung merendahkan martabat manusia. Kemanusiaan digital menuntut empati agar kita merefleksikan komentar yang kita ketik akan kita sampaikan secara langsung. Selain itu, keadilan juga berarti verifikasi sebelum berbagi; menjadi penyebar informasi palsu (hoaks) adalah bentuk ketidakadilan terhadap kebenaran dan dapat merusak ketenangan publik. Setiap pengguna media sosial harus menjadi agen keadaban digital yang menolak dan bersuara dalam menentang konten asusila.

Pancasila di Ruang Digital: Menjaga Etika Kebangsaan di Era Media Sosial

Sementara itu, Persatuan Indonesia menghadapi tantangan serius dari algoritma media sosial yang cenderung menciptakan filter bubble dan echo chamber yang mengikis kebhinekaan. Menjaga sila ini berarti kita harus secara sadar mencari dan berinteraksi dengan konten yang mencerminkan keragaman pandangan suku, agama, dan politik. Persatuan digital menuntut kita mengelola perbedaan pendapat secara konstruktif. Kritik harus membangun dan berorientasi pada kepentingan bangsa, bukan merusak keutuhan demi polarisasi yang tajam.

Dua sila terakhir juga krusial. Sila Kerakyatan mengingatkan bahwa narasi kolektif di ruang digital harus menjunjung tinggi hikmat kebijaksanaan, bukan sekadar didasarkan pada trending topic atau suara terbanyak (mob rule). Penggunaan bot atau akun palsu untuk memanipulasi opini jelas melanggar prinsip musyawarah yang jujur dan beradab. Selanjutnya, Keadilan Sosial menuntut adanya kesetaraan akses dan literasi digital; digital divide harus dipersempit agar semua warga negara dapat memanfaatkan ruang digital secara adil dan positif.

Pancasila harus berfungsi sebagai firewall moral bagi bangsa di era digital ini. Menjaga etika kebangsaan di media sosial bukan hanya soal menghindari sanksi hukum, tetapi tentang menjadi warga negara digital (netizen) yang secara aktif menjaga martabat kemanusiaan dan keutuhan persatuan. Jika setiap pengguna mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam interaksi hariannya mulai dari memverifikasi informasi, menolak ujaran kebencian, hingga berinteraksi dengan empati, maka ruang digital Indonesia akan menjadi cerminan sejati dari bangsa yang beradab dan bersatu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image