Ekonomi Lokal Terancam: Mengulas Dampak Thrifting Impor dalam Kerangka Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah | 2025-12-09 14:27:59
Indonesia saat ini tengah diguncang oleh gelombang besar pakaian bekas impor ilegal yang semakin sulit dibendung. Fenomena yang lazim disebut thrifting ini bukan sekadar tren konsumsi murah, namun menjadi ancaman serius bagi ketahanan perekonomian nasional, khususnya sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Meski pemerintah telah memberlakukan larangan tegas melalui Permendag dan berbagai regulasi lainnya, barang-barang bekas ini tetap mengalir deras ke pasar lokal melalui jalur penyelundupan. Harga yang sangat murah membuat produk ilegal tersebut cepat diserap konsumen, namun pada saat yang sama memukul produsen telak dalam negeri, terutama UMKM TPT yang menjadi tulang punggung industri lokal.
Dampaknya kini terasa jelas yaitu produksi tekstil menurun, ancaman PHK massal yang mengakibatkan ratusan ribu pekerja, penerimaan negara dari pajak dan masuk ke dalam penurunan, sementara limbah tekstil semakin menumpuk menghadirkan masalah lingkungan yang tak kalah serius. Para menteri terkait pun menegaskan bahwa pokok permasalahan ini terletak pada sifat ilegalitasnya, yang merusak struktur pasar dan menggerogoti daya saing industri nasional.
Dalam perspektif ekonomi Islam, praktik mengimpor pakaian bekas ilegal ini secara mendasar dibandingkan dengan nilai-nilai Syariah. Harga yang terlalu rendah karena tidak mematuhi aturan menciptakan ketidakadilan (al-'adl) bagi pelaku usaha yang beroperasi sesuai hukum. Penyelundupan juga menimbulkan unsur gharar (ketidakjelasan), bahkan zulm (kezaliman), karena keuntungan yang diperoleh dilakukan dengan merugikan pihak lain mulai dari industri TPT, para pekerja, hingga negara.
Lebih dari itu, praktik ini mengancam prinsip penting dalam Maqashid Syariah:
• Hifzh al-Mal (perlindungan harta), karena industri lokal dan pemasukan negara mengalami kerugian besar.
• Hifzh an-Nafs (perlindungan jiwa), karena ancaman PHK membuat banyak keluarga kehilangan mata pencaharian.
Oleh karena itu, penindakan tegas bukan sekadar pilihan, tetapi menjadi kewajiban negara dalam kerangka siyasah syar'iyyah untuk menjaga keadilan ekonomi dan kemaslahatan publik.
Pemerintah telah merespons situasi ini melalui langkah-langkah hukum yang lebih ketat. Pelaku impor pakaian bekas dapat dikenai sanksi pidana sesuai UU No. 7 Tahun 2014, termasuk hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. Sistem e-reporting Kemendag bersama Bea Cukai juga diperkuat untuk menelusuri aktor utama penyelundupan, ditambah pembentukan Satgas Pengawasan yang melibatkan DJBC, TNI/Polri, Bakamla, dan pemerintah daerah.
Namun, dari kacamata ekonomi Syariah, solusi tidak boleh berhenti pada pelarangan semata. Pendekatan mencakup pemberdayaan, pendidikan, dan kemandirian ekonomi justru menjadi kunci.
UMKM TPT perlu mendapat dukungan nyata melalui pembiayaan syariah berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah agar mampu berinovasi tanpa terbebani riba. Penguatan rantai nilai halal (halal value chain) di sektor TPT juga penting untuk meningkatkan daya saing produk lokal. Di sisi lain, masyarakat perlu dididikasi untuk memilih barang lokal yang legal, etis, dan tidak berlebihan sejalan dengan larangan israf (pemborosan).
Melalui kolaborasi antara penegakan hukum, penguatan industri, dan transformasi perilaku konsumsi, Indonesia memiliki peluang besar untuk keluar dari krisis ini, melindungi pelaku usaha lokal, dan membangun kemandirian ekonomi yang berpijak pada nilai-nilai Syariah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
