Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alia Nur aziza

Menguatkan Kepercayaan Publik Melalui Perbaikan Komunikasi Medis

Lainnnya | 2025-12-09 13:16:11

Kepercayaan adalah fondasi utama dalam dunia kesehatan. Ketika seorang perempuan memasuki ruang obstetri, ia membawa bukan hanya tubuhnya, tetapi juga masa depannya sebagai seorang ibu. Di ruang inilah keputusan besar mengenai hidup, keselamatan, dan harapan keluarga ditentukan.

Belakangan ini, publik dikejutkan oleh laporan seorang ibu muda di Jakarta yang mengaku mengalami ketidaksesuaian tindakan dalam operasi saluran tuba. Sebelum prosedur, ia mengaku telah memahami dengan jelas bahwa saluran tuba kiri adalah bagian yang bermasalah karena menunjukkan tanda-tanda kehamilan ektopik. Dokter yang memeriksanya pun telah menjelaskan bahwa tuba kiri itulah yang harus diangkat demi keselamatan.

Namun setelah operasi dilakukan, ia merasakan nyeri yang tidak biasa. Ketika ia mencari pendapat medis kedua, barulah terungkap bahwa bagian yang diangkat bukanlah tuba kiri yang bermasalah, melainkan saluran tuba kanan yang sebelumnya sehat. Sementara tuba kiri yang bermasalah justru masih berada di tempatnya.

Ketidaksesuaian ini tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga berakibat besar bagi masa depannya. Karena tuba kiri memang mengandung kelainan ektopik yang tetap harus ditangani, dokter berikutnya akhirnya juga perlu mengangkat bagian tersebut. Rangkaian tindakan ini membuat sang ibu kehilangan kedua saluran tuba sekaligus, sehingga peluangnya untuk hamil secara alami pun tertutup.

Kasus seperti ini membuka pertanyaan besar tentang akuntabilitas tindakan medis. Dalam dunia kedokteran, kesalahan tindakan yang mengenai sisi tubuh yang salah termasuk kategori insiden serius yang semestinya hampir mustahil terjadi ketika standar prosedur dijalankan secara ketat.

Di sinilah standar profesionalisme dipertanyakan. Profesionalisme medis tidak hanya diukur dari kemampuan melakukan operasi, tetapi juga dari ketelitian, kehati-hatian, kepatuhan pada prosedur keselamatan, serta tanggung jawab terhadap setiap keputusan klinis. Ketika tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan indikasi yang dipahami, publik wajar mempertanyakan konsistensi standar keselamatan pasien.

Meski demikian, proses audit medis dan penilaian etik tetap perlu dihormati. Tidak semua laporan pasien dapat langsung disimpulkan sebagai malpraktik sebelum seluruh bukti, rekam medis, dan kronologi dinilai secara objektif. Tetapi publik pun berhak menanyakan: bagaimana tindakan yang berbeda dari rencana dapat terjadi dalam prosedur yang seharusnya sangat terstandarisasi?

Kasus ini mengingatkan kita bahwa integritas profesi kesehatan adalah hal yang tidak boleh dinegosiasikan. Prosedur harus dijalankan dengan ketelitian, setiap keputusan harus mencerminkan tanggung jawab moral terhadap tubuh dan masa depan pasien. Ketika kepercayaan diberikan, maka kehati-hatian adalah kewajiban mutlak.

Pada akhirnya, peristiwa ini menjadi momentum untuk memperkuat budaya keselamatan pasien, mempertegas akuntabilitas tindakan, dan memastikan bahwa standar profesional tidak hanya menjadi teori dalam pedoman, tetapi benar-benar hadir dalam setiap keputusan klinis.

Karena pada akhirnya, kesehatan adalah bagian dari martabat manusia. Dan martabat itu hanya dapat dijaga ketika profesionalisme medis berjalan seiring dengan integritas dan transparansi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image