Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Ayu Saskia

Banjir Aceh: Alarm Lingkungan yang Tak Boleh Lagi Diabaikan

Update | 2025-12-08 22:23:18

Aceh kembali dikepung banjir. Hujan deras berhari-hari membuat sejumlah wilayah terendam, ribuan warga mengungsi, dan aktivitas lumpuh total. Fenomena ini bukan sekadar bencana musiman, tetapi sebuah peringatan keras bahwa ada persoalan lingkungan yang mendesak untuk diatasi. Banjir Aceh hari ini adalah gambaran nyata bahwa alam sudah memberi tanda bahaya—dan manusia perlu segera berubah.

Nabila Ayu Saskia, Mahasiswi S-1 Keperawatan

Hujan Ekstrem dan Sungai yang Kian Kehilangan Ruang

Curah hujan tinggi adalah pemicu langsung banjir di Aceh. Namun, kondisi itu diperburuk oleh fakta bahwa banyak daerah aliran sungai (DAS) sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sungai kehilangan ruang alirannya karena pendangkalan, penyempitan, dan sedimentasi yang meningkat. Ketika air hujan turun dalam jumlah besar, sungai sudah tidak mampu lagi menampung debit air tersebut. Akibatnya, air meluap dan merendam permukiman.

Fenomena ini semakin diperberat oleh perubahan iklim global. Intensitas hujan yang tidak menentu dan meningkatnya kejadian weather extreme membuat Aceh berada dalam kondisi yang makin rentan setiap tahunnya.

Kerusakan Lingkungan: Akar Masalah yang Sering Diabaikan

Banyak masyarakat dan ahli lingkungan menyoroti persoalan deforestasi sebagai faktor kunci memburuknya banjir di Aceh. Pembukaan lahan, baik untuk pertanian maupun perkebunan, mengurangi tutupan hutan yang sebenarnya berperan sebagai “penyangga alami” air hujan. Ketika hutan hilang, tanah kehilangan kemampuan menyerap air, aliran permukaan meningkat, dan risiko banjir pun melonjak.

Begitu pula dengan kawasan resapan yang berubah menjadi permukiman. Urbanisasi yang cepat tanpa perencanaan tata ruang yang memadai menyebabkan air hujan kehilangan tempat untuk meresap. Banjir akhirnya menjadi kejadian berulang yang tak pernah benar-benar selesai.

Dampak Banjir: Bukan Sekadar Genangan Air

Banjir tidak hanya merendam rumah dan jalan. Dampaknya jauh lebih besar. Ribuan warga terpaksa mengungsi, sekolah ditutup, ekonomi terhenti, dan muncul ancaman penyakit pascabanjir seperti diare, infeksi kulit, hingga leptospirosis. Pada beberapa daerah, akses bantuan pun terhambat karena jalan putus.

Kerugian ini bukan hanya dialami oleh masyarakat, tetapi juga pemerintah daerah yang harus mengeluarkan biaya besar untuk penanganan darurat maupun pemulihan. Jika akar masalahnya tidak diselesaikan, siklus kerugian ini akan terus berulang setiap tahun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image