Cupping Test, Cara Menilai Kualitas Biji Kopi!
Riset dan Teknologi | 2025-12-08 20:54:06Oleh Ridwan Rizkyanto
Dosen Universitas Andalas
Cupping test atau “cupping” adalah metode standar yang dipakai pelaku industri kopi dari petani, eksportir, hingga roaster dan roaster specialty untuk menilai karakter dan mutu biji kopi secara sensorik. Prosesnya terlihat sederhana: biji dipanggang sesuai standar, digiling seragam, diseduh dalam cawan kecil, lalu dicicipi berulang oleh paneler yang meliputi penilaian aroma, rasa, aftertaste, acidity (keasaman), body (berat mulut), balance, dan kesan umum. Tujuan cupping bukan sekadar menentukan apakah kopi “enak”, tapi memberikan deskripsi terukur tentang atribut kopi sehingga pembeli dan produsen bisa membuat keputusan perdagangan yang objektif.
Teknik cupping menuntut konsistensi dan protokol yang ketat. Specialty Coffee Association (SCA) sejak lama mengeluarkan panduan praktik cupping mulai dari waktu dan cara pemanggangan, rasio bubuk-air, suhu penyajian, hingga format lembar penilaian agar hasil antar-sesi dan antar-paneler dapat dibandingkan. Dalam praktik umum, sampel dipanggang dalam rentang waktu tertentu dan dibiarkan “rest” minimal beberapa jam sebelum diujicoba; bubuk ditempatkan di cawan bersih, air panas dituangkan, buih dibersihkan, dan paneler menilai aroma basah, aroma saat diseduh, lalu mengambil tegukan untuk menilai profil rasa. Ketelitian ini penting sebab variabel kecil saja (mis. suhu atau grind size) bisa mengubah profil sensori yang terbaca.
Meski cupping sering dianggap metode subjektif karena bergantung pada indera manusia, riset menunjukkan cupping tetap sangat berguna untuk menangkap perbedaan kualitas dan atribut yang berkaitan dengan asal, varietas, dan proses pengolahan. Studi-studi terbaru mengaitkan hasil cupping dengan faktor agronomi: misalnya ketinggian tanam, genetik tanaman, dan metode pengolahan pascapanen dapat memengaruhi prekursor rasa dan atribut yang terdeteksi saat cupping. Dengan kata lain, cupping tidak hanya menilai “enak atau tidak”, tapi juga membantu memetakan seberapa besar kontribusi lingkungan dan praktik pertanian terhadap karakter kopi. Temuan semacam ini menjelaskan mengapa kopi dari ketinggian tertentu atau dari varietas tertentu konsisten menunjukkan profil rasa yang khas.
Untuk menjaga objektivitas, banyak organisasi kini mengembangkan kerangka penilaian yang lebih sistematis. SCA misalnya baru-baru ini memperbarui pendekatannya lewat Coffee Value Assessment yang menekankan penilaian deskriptif dan afektif yang lebih terstruktur mengurangi ketergantungan pada satu skor keseluruhan dan menambah resolusi data tentang atribut spesifik. Pendekatan ini memudahkan pelaku rantai pasok untuk mengomunikasikan nilai kopi dengan data yang lebih kaya; misalnya, seorang pembeli dapat membayar premi untuk kopi dengan karakter acidity dan floral tinggi yang konsisten terukur pada cupping. Perubahan ini juga mencerminkan kemajuan ilmu sensorik yang mendorong praktik cupping dari seni menjadi kombinasi seni dan sains.
Bagi pembaca awam yang ingin mencoba cupping sendiri, beberapa tips praktis: gunakan sampel yang dipanggang dengan konsisten, timbang bubuk dan air secara akurat, gunakan gelas/cawan bersih tanpa bau, dan cicipi pada lingkungan netral tanpa aroma menyengat. Lebih penting lagi, latih kemampuan deskriptif: catat aroma yang muncul (mis. cokelat, buah, bunga), rasa dasar (manis, asam), tekstur (body), dan aftertaste. Cupping bukan kompetisi ini alat komunikasi mutu. Bagi petani dan pelaku usaha kopi Indonesia, menguasai cupping akan membuka akses pasar yang lebih luas dan memberi nilai tambah pada kopi spesialti yang dihasilkan.
Referensi:
Hu, R., et al. (2024). The Growing Altitude Influences the Flavor Precursors, Sensory Characteristics, and Cupping Qualities of Coffee. Foods.
Bollen, R., et al. (2024). Sensory profiles of Robusta coffee (Coffea canephora) and implications for standard cupping methods. Frontiers in Sustainable Food Systems
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
