Mengapa Perkebunan Sawit tak Bisa Jadi Rumah Baru Bagi Orangutan?
Edukasi | 2025-12-08 17:05:28
Perkebunan kelapa sawit adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, menghasilkan devisa yang besar, dan menyerap jutaan tenaga kerja. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai luas 16,38 juta hektare pada 2025, dengan Riau dan Sumatera Utara menjadi provinsi dengan area sawit terbesar. Meskipun menyumbang ekonomi yang signifikan, ekspansi sawit justru mengancam spesies kritis seperti Orangutan melalui deforestasi habitat alami mereka. Perkebunan sawit bukan rumah bagi mereka, melainkan zona konflik yang mematikan.
Penelitian Greenspace pada 2019 mencatat bahwa seluas 183.687 hektare habitat Orangutan telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Hilangnya hutan berarti hilangnya ratusan jenis buah, bunga, daun, dan serangga yang menjadi sumber makanan Orangutan. Sebaliknya, perkebunan sawit hanya menyediakan satu jenis tanaman dengan nilai nutrisi rendah. Akibatnya, Orangutan terjebak di petak-petak hutan kecil yang tidak lagi mampu menopang populasi jangka panjang.
Ketika makanan dan ruang hidup berkurang, Orangutan terpaksa memasuki kebun sawit. Mereka memakan pucuk sawit muda, dan perilaku ini membuat mereka dianggap hama. Banyak Orangutan kemudian diburu atau dibunuh oleh pekerja atau pihak perusahaan. Menurut laporan EIA (2021), diperkirakan 630 hingga 3.882 Orangutan dibunuh setiap tahun.
Sebuah studi di Malaysia, yang mencoba memahami interaksi antara Orangutan dan perkebunan sawit, menunjukkan bahwa Orangutan memang bisa bertahan hidup atau menggunakan area sawit, asalkan faktor keamanan dan ketersediaan pangan di sekitar perkebunan masih terpenuhi.
Studi tersebut menyarankan penanaman tanaman pangan (seperti padi gogo dan buah-buahan) serta penyediaan koridor hutan sebagai jalur pergerakan satwa. Namun, kondisi ideal ini jarang sekali terjadi.
Masalahnya, model bisnis perkebunan kelapa sawit skala besar yang umum di Indonesia didorong oleh target produksi dan efisiensi biaya. Praktik ini sering menghilangkan sisa-sisa hutan dan jalur sungai (riparian) yang sebenarnya penting sebagai koridor Orangutan. Selain itu, fokus mereka hanya pada satu komoditas, sawit. Tidak ada makanan lain yang bisa mendukung kebutuhan Orangutan seperti buah, daun, atau tanaman liar yang biasanya mereka temukan di hutan.
Dengan demikian, kebun sawit hanya bisa menjadi “rumah baru” bagi Orangutan jika perusahaan menerapkan praktik konservasi yang jauh lebih ketat, dimana hal ini sebenarnya tidak sejalan dengan sistem monokultur dan model efisiensi industri sawit saat ini. Tanpa perubahan besar tersebut, perkebunan sawit akan tetap menjadi tempat penuh konflik dan bahaya, bukan tempat tinggal yang aman bagi Orangutan.
Daftar Referensi:
1. Environmental Investigation Agency (EIA). (Tahun 2021). Orangutan Dalam Krisis. (Data terkait pembunuhan dan konversi habitat Orangutan).
2. Laporan Greenpeace Indonesia (2021), Sawit Ilegal dalam Kawasan Hutan : Karpet Merah Oligarki.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
