Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Najla Fayrus

Bertahan tanpa Pensiun: Semangat Hidup Pak Dudung di Usaha Dus Peci

Bisnis | 2025-12-02 14:49:51

Di sebuah rumah sederhana di Gang Sitimariah, Kelurahan Jamika, seorang lelaki tua masih sibuk mengatur tumpukan kertas, plat cetak, dan pesanan dus peci dari berbagai daerah. Tangannya sudah berkeriput, langkahnya pelan, tetapi semangat itu masih terjaga. Dialah Dudung Sutisna, 79 tahun, satu dari sedikit perajin dus peci tradisional yang masih bertahan di Bandung.

Bagi sebagian orang, usia hampir delapan dekade adalah waktu beristirahat. Tapi bagi Pak Dudung, berhenti justru terasa tidak masuk akal. “Saya tidak punya pensiun,” katanya sambil tersenyum tipis.

Warisan dari Tasikmalaya

Pak Dudung bukan penduduk asli Bandung. Ia lahir di Tasikmalaya dan pindah ke Kota Kembang pada awal tahun 1960-an mengikuti kedua orang tuanya. Sang ayah lebih dulu berkecimpung di dunia kerajinan dus peci. Pendidikan formalnya hanya sampai sekolah dasar, dan tidak banyak pekerjaan yang bisa ia masuki saat itu. Maka ketika sang ayah berhenti bekerja, ia meneruskan usaha ini dengan tekad.

Usaha keluarga ini resmi berdiri pada tahun 1970. Sejak itu, hidupnya nyaris tidak jauh dari kertas, pisau cetak, lem, dan aroma tinta.

Bertahan di Tengah Perubahan Zaman

Tidak ada etalase toko. Tidak ada media sosial. Tidak ada iklan. Seluruh pelanggan datang hanya dari mulut ke mulut. Ketika satu brand peci mencari tempat membuat dus, mereka mendapat jawaban yang sama: “Ke Pak Dudung saja.” Dari situlah jaringan nasional itu tumbuh. Hingga kini, ia melayani puluhan merek peci dari berbagai daerah di Indonesia.

Meski begitu, dunia tak selalu bersahabat. Trend fashion berubah, peci pernah tergusur oleh iket atau topi modern. Banyak pejabat kini jarang memakai peci dalam acara formal. Di sisi lain, perusahaan besar dengan mesin canggih mampu mencetak dus lebih cepat dan jauh lebih murah “Tapi saya tidak mau tinggalkan peci,” kata Pak Dudung. “Ini warisan.”

Setiap pesanan dus peci dibuat khusus mulai dari desain, ukuran, pisau cetak, hingga plat kertas. Ia mendatangi percetakan hampir setiap hari untuk memastikan warna tidak meleset dan emboss tidak bergeser.

Rumah yang Berubah Jadi Bengkel Hidup

Ruang tamu rumahnya berfungsi ganda, tempat menerima tamu, tempat kerja, sekaligus ruang penyimpanan dus. Proses finishing dilakukan bersama istri dan anak-anaknya. Satu pegawai setia bernama Pak Engkos membantu mengantar dan menjemput kertas. Untuk pengiriman jarak jauh, ada Pak Ade, tukang becak yang menjadi rekan kerja tetap untuk mengirimkan ke ekspedisi.

Dari rumah mungil itu, lahir lapangan kerja kecil untuk tetangga. Bukan perusahaan besar, tetapi cukup berarti bagi warga sekitar. “Kita saling bantu. Rezeki itu kalau dibagi, malah jadi berkah,” Ujar Pak Dudung.

Pesan untuk Anak Muda

Saat ditanya soal harapan untuk generasi muda, jawabannya tegas, “Harus semangat, percaya diri, jujur, ulet. Kerjakan apa pun yang penting halal. Peluang itu datang dari mana saja dari relasi, dari kebaikan, dari kerja keras.” Ia juga berharap peci kembali digunakan dalam acara formal, terutama oleh pejabat negara. “Biar tradisi tidak hilang,” tambahnya.

Di Antara Peci dan Keabadian Kecil

Nama Pak Dudung mungkin tidak dikenal publik luas. Ia bukan selebriti, bukan pejabat, bukan pemilik pabrik besar. Tapi dari balik gang kecil di Jamika, ia menjaga sebuah tradisi, memberi pekerjaan bagi tetangga, dan menghidupi keluarganya lewat ketekunan yang jarang ditemui di zaman serba instan ini.

Kisahnya mengingatkan bahwa inspirasi tidak selalu datang dari panggung besar. Kadang ia hadir dari tangan tua yang masih bekerja, dari seseorang yang memilih bertahan pada nilai yang sama selama lebih dari lima puluh tahun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image