Upacara Hari Guru Muhammadiyah Sarolangun: Sebuah Pagi yang Mengajarkan Keikhlasan
Pendidikan | 2025-11-25 15:22:37
Oleh: Agus setiyono*)
Pagi itu, halaman sekolah Muhammadiyah di Kabupaten Sarolangun menjelma menjadi panggung kebersamaan. Embun yang belum sepenuhnya surut menempel di ujung rumput, sementara angin pagi mengantar aroma tanah basah yang seolah mengundang siapa pun untuk berhenti sebentar dan bersyukur. Guru-guru berdiri dalam barisan penuh khidmat, menghadirkan wajah-wajah yang lelah oleh pengabdian, namun tetap menyimpan cahaya semangat yang tak pernah padam.
Upacara peringatan Hari Guru kali ini terasa lebih hangat. Tidak hanya sebagai agenda seremonial tahunan, namun sebagai ruang bagi renungan, syukur, sekaligus pemaknaan ulang tentang perjalanan panjang para pendidik Muhammadiyah di Sarolangun. Bertindak selaku Inspektur Upacara adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jambi, Buya H. Suhaimi Chan, sosok bersahaja yang tutur katanya sering menjadi penenang dan penyemangat bagi seluruh AUM di Jambi.
Dalam sambutannya, Buya menyampaikan pesan yang mengalir pelan namun menghujam dalam sanubari para pendidik yang hadir. Ia menekankan pentingnya soliditas dan ta’awun—kekuatan untuk saling menolong, menopang, dan menjaga satu sama lain dalam lingkup Amal Usaha Muhammadiyah.
“Saya sangat memahami berbagai kekurangan yang mungkin kita rasakan,” ujarnya lirih namun tegas. “Baik kekurangan dalam hal materiil maupun hal lain yang menjadi tantangan kita sehari-hari. Namun bekerja di AUM bukan sekadar profesi. Ini adalah ladang amal. Asal dilakukan dengan ikhlas, insyaAllah Allah akan memberikan balasan yang jauh lebih berharga daripada apa pun yang bisa kita hitung.”
Para guru mengangguk. Wajah mereka menampakkan kesadaran bahwa pengabdian adalah jalan sunyi yang panjang—namun bukan tanpa makna. Mereka adalah para penjaga masa depan, meski sering berjalan dalam senyap tanpa sorotan.
Suasana pagi itu semakin semarak dengan hadirnya drum band dari beberapa sekolah Muhammadiyah
Dentuman snare drum dan gema terompet mengisi udara dengan ritme keberanian dan keceriaan. Barisan siswa yang memainkan alat musik itu melangkah dengan percaya diri, menambahkan warna pada peringatan yang sebelumnya sangat hening dan reflektif. Sorak kecil penuh bangga terdengar dari orang tua, guru, dan sesama siswa yang menyaksikan penampilan tersebut.
Jajaran Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sarolangun juga hadir lengkap, memberikan dukungan moral bagi para guru yang selama ini menjadi ujung tombak pendidikan persyarikatan. Para siswa pun turut memeriahkan acara, membawa poster dan bunga buatan tangan sebagai ungkapan terima kasih kepada guru-guru mereka.
Ketika rangkaian upacara selesai, suasana berubah menjadi lebih akrab dan cair. Semua yang hadir—guru, siswa, pengurus, hingga tamu undangan—berkumpul dalam kebersamaan yang sederhana namun berkesan. Acara diakhiri dengan makan bersama, sebuah tradisi kecil yang menghadirkan tawa, percakapan, dan rasa syukur yang tak diucapkan. Di bawah pepohonan rindang halaman sekolah, mereka duduk melingkar, berbagi hidangan seadanya, namun terasa begitu hangat karena dinikmati dalam semangat persaudaraan.
Hari Guru di Sarolangun tahun ini tidak hanya menjadi peringatan. Ia menjadi potret kecil tentang bagaimana keikhlasan bekerja di AUM, bagaimana kebersamaan menguatkan, dan bagaimana sebuah pagi dapat mengajarkan bahwa mendidik bukan hanya tentang ilmu, tetapi tentang hati yang terus rela memberi tanpa berharap kembali.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
