Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Glis Aisyahrani

Mengenal Akad Tijari: Jalan Berdagang yang Berkah dan Bebas Riba

Agama | 2025-11-23 12:44:26

Menurut Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/IV/2001 Akad tijarah, berasal dari bahasa Arab "tijarah" yang berarti perdagangan, perniagaan, atau bisnis, merupakan salah satu jenis akad dalam ekonomi syariah yang mengatur tentang pertukaran harta benda dengan tujuan mencari keuntungan. Berlandaskan prinsip keadilan dan kejujuran, akad tijarah membuka jalan bagi umat Islam untuk melakukan transaksi perdagangan secara halal dan menguntungkan, baik bagi pihak penjual maupun pembeli.

Akad tijarah didefinisikan sebagai kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi jual beli atau pertukaran harta benda dengan tujuan mencari keuntungan, dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip syariah Islam.

Dalam menjalankan akad tijarah, terdapat beberapa prinsip penting yang harus dipatuhi, yaitu:

 

  • Saling ridha: Transaksi harus didasari atas kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
  • Adanya objek transaksi: Objek transaksi harus jelas, halal, dan memiliki nilai manfaat.
  • Terpenuhinya rukun dan syarat: Rukun dan syarat akad tijarah harus terpenuhi dengan sempurna.
  • Kebebasan memilih: Pihak-pihak yang terlibat dalam akad tijarah bebas memilih akad yang sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan mereka.
  • Kebebasan menentukan harga: Penjual dan pembeli bebas menentukan harga barang yang diperjualbelikan dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan.
  • Kebebasan dalam penentuan waktu dan tempat: Penjual dan pembeli bebas menentukan waktu dan tempat pelaksanaan transaksi.

Para ulama berpendapat bahwa akad tijarah merupakan akad yang sah serta diakui dalam Islam. Transaksi ini dipandang sebagai bentuk ibadah karena memberikan jalan bagi umat Muslim untuk memenuhi kebutuhan hidup secara halal dan bermartabat. Meski demikian, praktik akad tijarah wajib senantiasa mengikuti ketentuan syariah dan menjauhi hal-hal yang dilarang, seperti riba, gharar, maupun objek yang haram.

Dalil yang menjelaskan tentang tijari :

 

  • Surat Al-Baqarah ayat 275

"... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

 

  • Surat An Nisaa’ ayat 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”

 

  • Ibnu Majah no. 2185

"Jual beli yang sah itu adalah jual beli yang saling ridha."

Akad tijarah dapat diterapkan dalam berbagai aspek ekonomi, termasuk:

 

  1. Transaksi jual beli barang
  2. Membeli bahan makanan di pasar atau supermarket.
  3. Berbelanja pakaian di toko atau platform daring.
  4. Membeli perangkat elektronik seperti laptop atau ponsel.

Prinsip bagi hasil (mudharabah) dalam akad tijarah banyak diterapkan dalam berbagai jenis bisnis, seperti :

 

  • Investasi: Investor menitipkan modalnya kepada pengusaha untuk dikelola dalam suatu usaha. Keuntungan usaha kemudian dibagi antara investor dan pengusaha sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
  • Usaha syariah: Bank syariah menawarkan berbagai produk pembiayaan berbasis syariah, seperti mudharabah muqayyadah dan musyarakah, yang menerapkan prinsip bagi hasil antara bank dan nasabah.

Sewa-menyewa dan kontrak leasing :

 

  • Sewa rumah: Menyewa rumah sebagai tempat tinggal.
  • Sewa kendaraan: Menyewa mobil atau motor untuk kebutuhan pribadi atau bisnis.
  • Leasing syariah: Kontrak leasing alat berat, kendaraan, atau properti tanpa riba.

Akad tijarah menjadi fondasi utama dalam sistem ekonomi syariah karena menyediakan mekanisme perdagangan yang selaras dengan aturan Islam. Melalui pemahaman yang mendalam mengenai pengertian, landasan hukum, serta praktik nyata dalam keseharian, umat Muslim dapat mengoptimalkan akad tijarah sebagai sarana meraih keuntungan ekonomi yang tetap berpegang pada nilai-nilai religius.

Terima Kasih.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image