Mazhab dalam Krisis Iklim: Mencari Fikih Berkelanjutan untuk Dunia Modern
Agama | 2025-11-20 23:33:47
Krisis iklim global merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia di era modern, dengan dampak sosial, ekonomi, dan ekologis yang meluas. Dalam konteks ini, peran agama, khususnya Islam, menjadi semakin relevan dalam menawarkan kerangka etika dan moral untuk menginspirasi tindakan. Mazhab-mazhab dalam Islam, yang secara historis menjadi panduan dalam berbagai aspek kehidupan, kini dihadapkan pada pertanyaan krusial: bagaimana fikih tradisional dapat diadaptasi dan dikembangkan untuk menciptakan fikih berkelanjutan yang relevan dengan krisis iklim? Artikel ini akan menjelajahi landasan teologis Islam terkait lingkungan, respons ulama dan lembaga mazhab terhadap isu iklim, serta potensi besar fikih untuk menjadi solusi bagi dunia modern yang berkelanjutan
*Respons dan Pandangan Ulama serta Lembaga Mazhab terhadap Krisis Iklim Global*
Respons terhadap krisis iklim global dari ulama dan lembaga mazhab telah berkembang, terutama pada abad ke-20 dan 21, seiring dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan . Gerakan "Green Islam" atau Islam Hijau muncul sebagai respons terhadap masalah lingkungan yang memburuk, terutama di negara-negara dengan populasi Muslim besar seperti Indonesia, yang sangat rentan terhadap bencana alam .
*Potensi Fikih Mazhab untuk Fikih Berkelanjutan*
Fikih, sebagai sistem hukum Islam, memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi fikih berkelanjutan yang relevan dengan tantangan krisis iklim modern. Prinsip-prinsip fikih menyediakan pendekatan terstruktur untuk menangani masalah lingkungan, menekankan tanggung jawab etika dan moral .
Untuk mengembangkan fikih berkelanjutan, diperlukan adaptasi dan ijtihad kontemporer:
1.Reinterpretasi Konsep Fikih: Beberapa konsep fikih tradisional seperti maslahah (kemaslahatan umum), dharurah (kondisi darurat), dan maqasid syariah (tujuan-tujuan syariah) dapat diinterpretasikan secara lebih luas untuk mencakup perlindungan lingkungan sebagai kemaslahatan fundamental bagi seluruh umat manusia dan makhluk hidup
2.Ijtihad Kolektif: Mengingat kompleksitas krisis iklim, ijtihad individual mungkin tidak mencukupi. Diperlukan ijtihad kolektif oleh majelis ulama dan pakar dari berbagai mazhab, yang juga melibatkan ilmuwan lingkungan dan praktisi pembangunan berkelanjutan
3.Pengembangan Fatwa Inovatif: Fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan, seperti Fatwa MUI tentang pengendalian perubahan iklim, menunjukkan arah yang positif. Pengembangan lebih lanjut dari fatwa-fatwa semacam ini, yang mengikat secara moral dan dapat mendorong tindakan nyata, sangat diperlukan .
4.Memerangi Antroposentrisme: Salah satu akar masalah krisis iklim adalah antroposentrisme—pandangan bahwa manusia adalah pusat dari segalanya dan memiliki hak mutlak atas alam. Fikih berkelanjutan perlu menekankan kembali pandangan kosmologis Islam yang menempatkan manusia sebagai bagian dari ciptaan dan memiliki tanggung jawab, bukan dominasi mutlak .
Dengan mempertimbangkan adaptasi dan ijtihad kontemporer, fikih mazhab memiliki potensi untuk menjadi kerangka yang kuat bagi umat Muslim untuk bertindak secara proaktif dalam menghadapi krisis iklim, mendorong praktik-praktik berkelanjutan, dan berkontribusi pada penciptaan dunia yang lebih hijau dan adil.
Mazhab dalam Islam menawarkan kerangka etika dan hukum yang kaya, dengan landasan teologis yang kuat untuk keberlanjutan lingkungan. Sejarah telah menunjukkan bahwa ulama dan lembaga mazhab memiliki kapasitas untuk merespons tantangan zaman, termasuk krisis iklim, melalui interpretasi dan fatwa yang relevan. Pengembangan "fikih berkelanjutan" melalui reinterpretasi prinsip-prinsip Islam, ijtihad kolektif, dan pendekatan interdisipliner adalah kunci untuk mengadaptasi ajaran tradisional agar relevan dengan tuntutan dunia modern. Dengan demikian, mazhab tidak hanya menjadi penjaga tradisi, tetapi juga inovator solusi bagi krisis iklim global, membimbing umat Muslim menuju praktik yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk masa depan bumi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
