Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dellano

MBG Mau Dihapus? Sementara Ada Anak yang Justru Bersyukur Lewat Tabungannya

Sekolah | 2025-11-19 11:50:09

Dear para orang tua di mana pun berada, yuk kita berhenti sejenak. Tarik napas pelan, lalu tanyakan pada diri sendiri: “Anak saya sarapan apa hari ini?” “Bekal makan siangnya apa saja?” “Uang jajannya cukup tidak?”

Jawab jujur walau mungkin dalam hati saja.

Program Makan Bergizi Gratis

Kalau hari ini kita bisa menyiapkan sarapan hangat, membungkuskan bekal, bahkan memberi uang jajan, sungguh itu nikmat yang luar biasa. Banyak dari kita tak sadar bahwa kemampuan memberi makan anak setiap hari adalah rezeki yang tak semua keluarga miliki. Kadang kita lupa, kadang kita lalai, padahal itu salah satu bentuk cinta terbesar dari Tuhan.

Dan mungkin, kita akan jauh lebih pandai mensyukuri nikmat itu jika melihat realitas di luar sana realitas yang diam-diam mengetuk hati dan mengingatkan, “Hidup kita ternyata jauh lebih beruntung dari banyak orang.”

Di Jatinangor, Sumedang, ada seorang guru honorer SMP bernama Ibu Susi Susanti. Sekolahnya termasuk penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah program pemerintah yang kini sedang ramai dikritik, bahkan ada yang mendorong agar dihentikan.

Tapi di balik keramaian itu, ada kisah kecil yang menghangatkan hati kisah yang mungkin luput dari sorotan mereka yang hanya melihat angka dan perdebatan.

Suatu hari, Ibu Susi bertanya pada salah satu muridnya, Idris, dengan lembut, “Idris, kenapa kamu ikut MBG?”

Jawaban Idris sederhana, tapi menampar hati banyak orang dewasa. “Biar bisa nabung, Bu.”

Ternyata, Idris bukannya tidak punya uang jajan. Ia justru ingin menyisihkan uang itu untuk membantu orang tuanya di rumah. Agar beban keluarga sedikit lebih ringan. Agar ibunya tidak perlu khawatir. Agar ayahnya bisa tersenyum lebih lapang.

Idris tidak mengeluh. Ia tidak meminta-minta. Ia hanya memanfaatkan apa yang negara sediakan untuk membantu orang tuanya yang sedang berjuang.

“Kadang, di balik program yang ramai dikritik, ada anak-anak yang diam-diam sangat bersyukur karena merasa diperhatikan,” ujar Ibu Susi lirih.

Kata-kata sederhana itu seperti mengetuk nurani: bahwa sebuah program, seberapa pun cacatnya dalam pandangan sebagian orang, bisa jadi sangat berarti bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.

Ibu Susi menutup ceritanya dengan harapan, “Semoga apa pun keputusan ke depan, selalu berpihak pada yang paling membutuhkan.”

Cerita ini bukan tentang membela apa pun. Bukan tentang politik. Bukan tentang pro–kontra.

Ini tentang anak kecil bernama Idris, yang mengingatkan kita bahwa syukur bisa hadir dalam bentuk paling sederhana: sepiring makan siang gratis yang membuatnya bisa menabung untuk orang tuanya.

Ini juga tentang kita para orang tua yang mungkin selama ini lupa bahwa nikmat tidak selalu berbentuk uang, rumah besar, atau gaji tetap. Kadang nikmat itu sesederhana masih mampu memberi makan anak sendiri.

Dan mungkin benar kata sebagian guru di pelosok: “MBG itu, ternyata, diterima oleh mereka yang hatinya masih penuh syukur.”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image