Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ika Bunda i i

Alarm Darurat Moral Generasi: Meninjau Ulang Peran Edukasi Pergaulan dalam Islam

Eduaksi | 2025-11-15 04:45:23

Oleh: Ika misfat isdiana

Kabar memprihatinkan baru-baru ini datang dari generasi muda, khususnya di Kabupaten Lembata, NTT. Data dari layanan konseling tes HIV/AIDS (Mobile VCT) menyingkap fakta yang mengkhawatirkan. Dari 50 pelajar yang menjadi sampel konseling, dilaporkan 85 persen di antaranya aktif secara seksual.

Meskipun data ini mungkin tidak merepresentasikan keseluruhan populasi pelajar di sana, temuan ini menyajikan realitas yang menuntut perhatian serius. Dilaporkan pula kasus ekstrem seperti seorang siswi SMP kelas II yang telah berhubungan dengan 32 laki-laki, dan seorang siswa SMA yang menjual materi pornografi kepada oknum guru. Fakta-fakta ini sejatinya adalah alarm darurat bagi dunia pendidikan dan seluruh elemen bangsa.

Selama ini, berbagai upaya edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya serta penularan HIV/AIDS telah diupayakan. Kerja sama berbagai elemen, pelibatan pelajar dalam beragam kegiatan, hingga layanan konseling VCT (termasuk terobosan mobile) telah dilaksanakan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih ada celah fundamental yang belum tertangani secara tuntas.

Celah tersebut adalah belum teraplikasikannya edukasi komprehensif mengenai batasan-batasan pergaulan menurut pandangan Islam secara menyeluruh. Hal ini belum menjadi prioritas utama bagi semua elemen, baik di ranah keluarga, institusi pendidikan, maupun pemangku kebijakan. Padahal, kesamaan persepsi dalam memandang perbuatan zina (pergaulan bebas) sebagai sebuah kemungkaran adalah langkah awal yang krusial.

Islam, melalui firman-Nya, secara tegas melarang umatnya untuk mendekati zina, karena ia adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk (QS. Al-Isra: 32). Larangan "mendekati" ini memiliki makna preventif yang sangat dalam. Fenomena pergaulan remaja yang kian dimaklumi, seperti "pacaran" atau terminologi serupa lainnya, dalam perspektif ini, dapat dilihat sebagai pintu gerbang yang membuka jalan bagi perbuatan zina.

Dari satu perbuatan zina, dapat timbul berbagai dampak destruktif lanjutan: kehamilan di luar nikah, aborsi, penularan HIV/AIDS, pembunuhan, perselingkuhan, bunuh diri, hingga rusaknya moralitas generasi bangsa.

Jika konsep Islam terkait pergaulan ini diimplementasikan secara kolektif oleh setiap individu Muslim, keluarga, dunia pendidikan, dan negara secara menyeluruh, maka bencana sosial akibat pergaulan bebas dapat dicegah.

Namun, ironisnya, ketika konsep Islam ini ditawarkan sebagai solusi, seringkali ia dipandang sebagai antitesis kemajuan, kolot, atau tidak selaras dengan modernitas (yang kerap berkiblat pada nilai-nilai Barat). Hal ini dapat dipahami, mengingat tatanan sosial global saat ini cenderung didominasi oleh sistem nilai sekuler-liberal yang tidak bersumber dari wahyu. Akibatnya, bencana sosial akibat pergaulan bebas—yang dalam pandangan Islam adalah azab—seringkali dinormalisasi dan tidak lagi dianggap sebagai alarm bahaya.

Solusi yang diambil pun cenderung bersifat "tambal sulam" dan tidak menyentuh akar permasalahan. Upaya penanggulangan sering berfokus pada mitigasi risiko, bukan pada pencegahan perbuatannya itu sendiri. Misalnya, kampanye penggunaan kondom bagi remaja, atau penanganan ODHA yang mungkin hanya berfokus pada kerahasiaan identitas tanpa disertai rehabilitasi moral dan spiritual yang memadai. Terlebih lagi, tidak adanya aspek sanksi (kuratif) yang tegas dan berefek jera terhadap perbuatan zina di level sistemik.

Selama solusi yang ditawarkan masih bersifat parsial dan tidak menyentuh akar masalah (yakni permisivitas terhadap perbuatan mendekati zina), maka upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli tidak akan berdampak signifikan dalam menghapus wabah perzinahan dan efek domino yang ditimbulkannya.

Pertanyaannya, sampai kapan bencana moral ini akan berakhir? Jawabannya jelas: sampai perbuatan zina dan segala hal yang mendekatinya benar-benar dilarang dan dicegah secara komprehensif oleh seluruh elemen masyarakat dan negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image