AI dan Pemanasan Global: Ketika Otak Digital Dunia Menambah Panas Bumi
Teknologi | 2025-11-13 16:29:04
Artificial Intelligence (AI) sering dianggap sebagai teknologi masa depan yang cerdas, efisien, dan tanpa batas. Namun di balik kemampuannya menciptakan gambar, menulis teks, atau menggerakkan kendaraan otonom, ada fakta besar yang jarang disadari: AI membutuhkan energi dalam jumlah luar biasa. Setiap perintah yang kita berikan pada AI mulai dari membuat gambar hingga menjawab pertanyaanmemicu ribuan server di pusat data (data center) yang bekerja siang dan malam, menghasilkan panas, dan mengonsumsi listrik dalam jumlah besar.
Menurut International Energy Agency (IEA), konsumsi energi pusat data global bisa mencapai 1.000 TWh pada tahun 2026, setara dengan seluruh konsumsi listrik Jepang dalam setahun. Sebagian besar energi itu masih berasal dari pembangkit berbahan bakar fosil.
Akibatnya, di tengah upaya dunia menekan emisi karbon untuk melawan pemanasan global, AI justru menjadi penyumbang emisi baru yang mulai diperhitungkan secara serius.
Mengapa AI Menyebabkan Pemanasan Global?
1. Pelatihan raksasa butuh energi besar
Setiap kali perusahaan teknologi melatih model AI seperti GPT atau Gemini, dibutuhkan ribuan chip GPU (prosesor grafis) yang bekerja selama berminggu-minggu. Sebuah studi oleh Universitas Massachusetts Amherst menemukan bahwa melatih satu model AI besar dapat menghasilkan emisi karbon setara 626.000 km perjalanan mobil bensin.
2. Pusat data yyang terus beroperasi
Setiap interaksi AI—seperti chat, gambar, atau analisis data—dilayani oleh server yang beroperasi 24 jam. Untuk mendinginkan server ini, digunakan sistem pendingin air dan udara yang juga boros energi. Di banyak negara, termasuk Indonesia, listrik yang digunakan pusat data masih berasal dari PLTU batu bara, yang menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca.
3. Ledakan permintaan data dan perangkat keras
Permintaan terhadap GPU, server, dan infrastruktur digital meningkat drastis. Penambangan bahan baku seperti lithium, tembaga, dan silikon untuk membuat chip dan baterai juga memberi dampak lingkungan tambahan melalui kegiatan pertambangan intensif.
Dampak di Indonesia
Indonesia mulai menjadi tujuan investasi untuk pembangunan pusat data dan server AI karena posisinya yang strategis di Asia Tenggara dan kestabilan infrastrukturnya. Namun hal ini membawa beberapa tantangan besar.
- Lonjakan konsumsi listrik: Pusat data baru di kawasan Bekasi, Cikarang, dan Batam diperkirakan membutuhkan puluhan megawatt listrik tambahan. – Sebagian besar listrik di kawasan industri tersebut masih berasal dari PLTU batu bara, sehingga berkontribusi langsung pada emisi karbon.
- Suhu kota meningkat: Data center besar menghasilkan panas yang harus dikeluarkan melalui pendingin udara, meningkatkan suhu mikro di sekitar area tersebut (fenomena urban heat island).
- Pemakaian air untuk pendinginan: Setiap pusat data raksasa bisa menggunakan ratusan ribu liter air per hari untuk mendinginkan server. Ini menjadi masalah potensial di kota-kota padat dengan pasokan air terbatas.
- Kesenjangan digital dan energi: Ketika sebagian energi digunakan untuk menopang teknologi mahal seperti AI, daerah-daerah terpencil di Indonesia masih berjuang mendapatkan akses listrik yang stabil.
AI adalah hasil kecerdasan manusia tetapi kecerdasan sejati bukan hanya menciptakan teknologi hebat, melainkan menggunakannya secara bertanggung jawab. Jika tidak dikendalikan, revolusi AI bisa menambah beban bagi planet yang sudah memanas. Namun bila diarahkan dengan prinsip hijau, AI justru dapat membantu manusia memperbaiki cara hidupnya dan menekan laju pemanasan global.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
