Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andrea Amabel

Makanan Ultra Proses di Menu MBG: Bergizi atau Rendah Gizi?

Info Terkini | 2025-11-12 13:54:58

Surat edaran Badan Gizi Nasional (BGN) terkait Program Makan Bergizi Gratis yang beredar di media sosial memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Dalam tersebut, BGN menyatakan bahwa menu dari program MBG dapat menggunakan Ultra-Processed Food (UPF) seperti biskuit, roti, sereal, sosis, nugget, dan produk sejenis lainnya dengan catatan mengutamakan produk lokal. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas gizi dalam program tersebut

Foto : Surat Edaran BGN Penggunaan UPF dalam Menu MBG

Padahal, tujuan MBG untuk memperbaiki ketimpangan gizi anak Indonesia. Jika menu yang diberikan justru makanan ultra proses yang nilai gizinya rendah, kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan menjadi program makan gratis, bukan bergizi gratis.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, mempertanyakan komitmen dari BGN terhadap penggunaan ultra-processed food dalam program makan bergizi. Apresiasi terhadap produk UMKM dan perkembangan teknologi pangan memang penting, tetapi pemenuhan kebutuhan gizi dari bahan pangan harus menjadi prioritas utama. Anak-anak membutuhkan nutrisi untuk tubuhnya bukan sekadar kenyang sesaat.

Masyarakat, terutama orang tua, perlu mengetahui potensi bahaya penggunaan UPF dalam menu MBG. Pertanyaannya, apakah UPF benar-benar dapat mendukung tujuan program MBG dalam meningkatkan gizi anak Indonesia?

Mengenal Ultra-Processed Food (UPF) 

Makanan ultra-processed food atau dikenal sebagai UPF merupakan produk industri yang dibuat menggunakan zat yang diekstraksi, diubah, atau disintesis seperti lemak, gula dan minyak. Kategori UPF menempati tingkat pemrosesan tertinggi dalam sistem klasifikasi makanan NOVA. Teknologi industri yang digunakan dapat menghasilkan dan memformulasi makanan yang memiliki rasa yang nikmat, waktu penyimpanan yang lama, mudah untuk dikonsumsi serta biaya yang rendah.

Proses tersebut menghilangkan zat gizi yang penting dan menambahkan bahan aditif seperti pewarna dan penguat rasa. Contoh makanan UPF seperti mie instan, frozen-food (nugget, sosis, bakso, dan daging ham), makanan kaleng, camilan kemasan, dan makanan siap saji.

Kandungan Gizi dan Dampak UPF pada Anak

UPF tidak dapat memenuhi Pedoman Gizi Seimbang yang seharusnya menjadi dasar pemenuhan gizi anak di Indonesia. Pedoman tersebut menekankan bahwa konsumsi makanan yang beragam, cukup buah dan sayur, protein nabati dan hewani serta mengurangi makanan dan minuman mengandung tinggi gula garam dan lemak.

Menu MBG yang didominasi oleh makanan ultra proses akan mengakibatkan peningkatan risiko kesehatan anak. Makanan UPF cenderung tinggi kalori, tetapi kurang serat, vitamin dan mineral sehingga meskipun menyediakan energi, tubuh akan kekurangan nutrisi. Akibatnya, anak akan mengalami “hidden hunger” yang merupakan salah satu malnutrisi pada anak. Hal ini terjadi karena kekurangan vitamin dan mineral esensial tertentu. Menurut penelitian Lancet Reg Health Southeast, sebagian besar kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi, vitamin A atau yodium pada anak. Anak terlihat kenyang, tetapi tubuhnya diam-diam kekurangan nutrisi yang dapat menghambat tumbuh kembang.

Ketika anak terlalu sering mengonsumsi makanan UPF, tubuh cenderung menerima asupan kalori yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan peningkatan berat badan berlebih, gangguan metabolik, hingga obesitas pada usia dini. Kasus obesitas meningkat secara signifikan dari 3 persen menjadi 9,4 persen, diakibatkan karena perubahan gaya makan ke ultra-processed modern food. Pada hasil Indonesia Health Survey (SKI) tahun 2023, prevalensi toddler mengalami kelebihan berat badan adalah 4,2 persen. Hampir semua makanan UPF mengandung natrium yang tinggi sehingga dapat meningkatkan risiko hipertensi.

Jika UPF diberikan dalam program MBG, bagaimana mungkin tujuan meningkatkan status gizi anak Indonesia akan tercapai?

Risiko Konsumsi UPF pada Anak 

Dampaknya tidak hanya sampai pada gizi yang buruk saja. Konsumsi berulang yang memuat UPF akan membentuk preferensi anak terhadap rasa yang kuat dan makanan serba instan. Anak menjadi tidak terbiasa mengonsumsi makanan segar seperti sayur, buah, dan biji-bijian yang seharusnya mengisi piring mereka. Riset menunjukan bahwa UPF memengaruhi sistem reward pada otak anak. Sistem tersebut memicu rasa ingin makan berlebihan karena sangat lezat. Selain itu, proses berpikir-perasaan yang saling memengaruhi satu sama lain akhirnya menentukan nafsu dan perilaku makan anak yang kurang sehat.

Kebiasaan ini tidak bisa terus menetap hingga dewasa. Pola makan ini akan menjadikan generasi yang sulit lepas dari makanan yang praktis dan tinggi kalori. Negara bukan hanya menghadapi masalah kesehatan saja, tetapi juga beban ekonomi karena munculnya penyakit tidak menular (PTM). Program yang seharusnya menjadi solusi justru memperburuk kesehatan nasional di masa depan.

Riset pemberian program bergizi di sekolah Ethiopia (Addis Ababa) membuktikan bahwa program makanan bergizi yang diselenggarakan di sekolah dapat meningkatkan kehadiran dan prestasi siswa. Intervensi gizi dapat memberi dampak besar untuk pendidikan anak-anak. Penggunaan UPF pada program ini bukan menjadi solusi, tetapi menjadi ancaman yang menggerus kualitas dan perkembangan jangka panjang.

Solusi Untuk Pelaksanaan MBG 

Kita perlu mengingat kembali tujuan dan alasan MBG diadakan, yaitu mewujudkan SDM unggul melalui pemenuhan gizi masyarakat dengan baik dan berkualitas. Anak-anak akan tumbuh dengan optimal karena nutrisi keseharian tercukupi. Pemerintah perlu memastikan setiap makanan dalam program ini sesuai dengan pedoman gizi seimbang dan menghentikan penggunaan makanan ultra proses dalam menu MBG. Masyarakat juga dapat mengambil peran dalam mengawasi pelaksanaan program dan memastikan anak memperoleh makanan yang berkualitas dan bergizi.

Makanan UPF bukan menjadi solusi yang tepat untuk perbaikan gizi anak Indonesia. Kehadiran dalam menu MBG justru mengancam kesehatan dan perkembangan anak. Momen ini harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan yang diterapkan untuk menggunakan UPF pada menu program makan bergizi gratis dan segera menghentikan demi terwujudnya sumber daya manusia unggul dan cerdas di masa depan.

- Andrea Amabel Irwina Permono Mahasiswa Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image