Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mei Simbolon

Fisioterapi Bukan Tukang Pijet

Edukasi | 2025-11-11 17:57:40

Profesi fisioterapi kerap terjebak dalam persepsi publik yang sempit. Tidak sedikit masyarakat yang masih menyamakan fisioterapis dengan tukang pijet yang memberikan layanan relaksasi. Kekeliruan ini terus bertahan karena kurangnya pemahaman tentang ruang lingkup praktik fisioterapi, sekaligus minimnya edukasi mengenai peran ilmiah yang dijalankan profesi ini. Padahal, fisioterapi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan modern yang bekerja dengan dasar bukti, bukan sekadar sentuhan terapeutik yang bersifat sementara.
Di ruang klinik, fisioterapis bukan hanya memberi intervensi manual. Mereka melakukan asesmen komprehensif, menakar kondisi pasien melalui pemahaman anatomi, fisiologi, biomekanik, hingga patologi. Hasil asesmen inilah yang menentukan bentuk program rehabilitasi. Intervensi yang diberikan pun bukan pijatan bebas arah, tetapi rangkaian teknik spesifik yang memiliki rasional ilmiah, seperti mobilisasi sendi, manipulasi jaringan lunak, hingga latihan terapeutik yang terukur. Semua itu bertujuan mengembalikan fungsi gerak, mengurangi nyeri, dan meningkatkan kapasitas aktivitas.
Pandangan bahwa fisioterapi adalah “pijat versi klinik” juga menimbulkan dampak praktis yang tidak kecil. Ketika masyarakat mencari layanan tanpa standar, risiko cedera meningkat karena tubuh diperlakukan tanpa pertimbangan medis. Di sisi lain, persepsi tersebut mereduksi kontribusi fisioterapis dalam kasus-kasus yang jauh lebih kompleks, seperti rehabilitasi pasca stroke, pemulihan cedera olahraga, kondisi musculoskeletal kronis, hingga pemulihan pascaoperasi. Rentang layanan seperti ini jelas tidak bisa dipenuhi oleh pijat konvensional.
Perkembangan sistem kesehatan hari ini menempatkan fisioterapi sebagai penopang rehabilitasi jangka panjang. Dengan meningkatnya penyakit kronis dan kebutuhan menjaga kualitas hidup, fisioterapis hadir sebagai tenaga kesehatan yang membantu pasien tetap mandiri, mengurangi risiko kekambuhan, dan membangun kapasitas fisik yang berkelanjutan. Mereka bekerja tidak hanya dengan tangan, tetapi juga dengan edukasi, latihan terprogram, dan pendekatan multidisiplin sesuai pedoman praktik profesional.
Dalam konteks tersebut, penting bagi publik untuk memahami bahwa fisioterapi adalah profesi terlisensi dengan standar kompetensi yang ketat. Kurikulum pendidikan fisioterapi mencakup pembelajaran ilmiah bertahun-tahun, disertai praktik klinik terstruktur yang mengharuskan mahasiswa menguasai penalaran klinis, evaluasi risiko, dan keterampilan prosedural yang aman. Pengakuan terhadap kompetensi ini menjadi fondasi bagi kerja sama yang lebih sehat antara pasien dan tenaga kesehatan.
Karena itu, membenahi persepsi tentang fisioterapi bukan sekadar upaya branding profesi, tetapi langkah untuk memastikan bahwa masyarakat menerima pelayanan yang tepat dan aman. Fisioterapis bukan tukang pijet; mereka adalah tenaga kesehatan yang memadukan ilmu gerak dengan pendekatan rehabilitatif untuk memulihkan fungsi manusia. Menghargai profesi ini berarti menghargai keselamatan pasien dan kualitas praktik kesehatan yang lebih bermartabat.

-Mahasiswa D4 Fisioterapi Universitas Airlangga-
-Mahasiswa D4 Fisioterapi Universitas Airlangga-

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image