Prinsip dan Cara Komunikasi Dokter dengan Pasien di Rumah Sakit
Hospitality | 2025-11-10 13:57:56Oleh: Dr. Wihasto Suryaningtyas, dr., Sp.BS Subsp. N-Ped
Spesialis Bedah Saraf – Subspesialis Bedah Saraf Anak
Pelayanan kesehatan di rumah sakit mencakup berbagai bentuk interaksi antara dokter dan pasien. Komunikasi yang baik menjadi salah satu pilar penting dalam memberikan pelayananmedis yang aman, efektif, dan beretika. Seorang dokter harus mampu menyesuaikan caraberkomunikasi dengan situasi dan kondisi pelayanan yang sedang berlangsung, baik di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, maupun instalasi gawat darurat (IGD). Meskipun ketiga lingkungan tersebut memiliki karakteristik dan dinamika yang berbeda, terdapat prinsip-prinsip dasar komunikasi medis yang harus selalu dijaga dan diterapkan dalam setiap interaksi dokter dengan pasien maupun keluarganya.
1. Tahap Awal Komunikasi: Perkenalan dan Identifikasi
PeranPrinsip pertama dalam komunikasi antara dokter dan pasien adalah memperkenalkan diri secara jelas.Dokter perlu menyampaikan nama, jabatan, serta bidang keahliannya. Hal ini penting agar pasien memahami siapa yang menangani dirinya, sekaligus menumbuhkan rasa percaya bahwa ia berada di tangan tenaga ahli yang kompeten. Dalam kasus pasien dengan cedera multipel. misalnya trauma kepala, patah tulang, dan cedera perut akibat kecelakaan biasanya terdapat lebih dari satu dokter spesialis yang menangani. Oleh karena itu, dokter perlu menjelaskan kepada pasien atau keluarganya mengenai peran masing-masing dokter, agar tidak terjadi kebingungan. Misalnya: “Saya adalah dokter bedah saraf yang akan menangani cedera kepalanya, sedangkan untuk patah tulang akan ditangani oleh dokter ortopedi, dan untuk cedera perut oleh dokter bedah umum.” Jika pasien dalam keadaan tidak sadar, perkenalan dilakukan kepada keluarga atau wali pasien yang bertanggung jawab.
2. Menjaga Privasi dan Kerahasiaan Medis
Prinsip kedua adalah menjaga kerahasiaan informasi medis pasien. Sebelum menjelaskan kondisi pasien, dokter harus memastikan bahwa pihak yang mendengarkan informasi tersebut adalah orang yang berhak, seperti keluarga inti atau wali resmi. Tidak semua pasien ingin penyakitnya diketahui oleh orang lain, bahkan oleh kerabat dekat sekalipun. Selain itu, penyampaian informasi sebaiknya dilakukan di tempat yang tenang dan privat, bukan di ruang terbuka yang dapat terdengar oleh banyak orang. Privasi membantu pasien merasa amandan nyaman dalam menyampaikan keluhan maupun riwayat penyakitnya, terutama bila menyangkut hal-hal yang sensitif atau bersifat pribadi.
3. Komunikasi Dua Arah: Hak dan Kewajiban Dokter serta Pasien
Hubungan antara dokter dan pasien bersifat dua arah dan interaktif, didasari oleh kepercayaan(trust). Baik dokter maupun pasien memiliki hak dan kewajiban yang harus saling dihormati:
Hak pasien:
a. Didengarkan keluhannya.
b.Mendapatkan penjelasan yang jujur, lengkap, dan seimbang tentang kondisi yang dialami.
c.Memperoleh kesempatan bertanya dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan medis.
Kewajiban pasien dan keluarga:
a.Memberikan informasi yang benar dan jujur mengenai riwayat penyakit,pengobatan sebelumnya, dan kondisi kesehatan lain yang relevan.
Hak dokter:
a. Mendapatkan data dan keterangan yang akurat dari pasien.
Kewajiban dokter:
a. Menyampaikan informasi yang akurat dan transparan.
b. Memberikan ruang bagi pasien untuk bertanya dan memahami proses pengobatan atau tindakan medis.
c. Kejujuran dan keterbukaan kedua belah pihak sangat penting untuk membangun komunikasi yang saling percaya, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap hasil perawatan.
4. Penggunaan Bahasa yang Mudah Dipahami
Dokter hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien dan keluarganya. Istilah medis sering kali sulit dipahami oleh masyarakat awam, sehingga perlu dijelaskan menggunakan analogi atau penjelasan sehari-hari agar tidak menimbulkan salah persepsi. Pasien atau keluarga juga boleh mencatat penjelasan dokter untuk membantu pemahaman, meskipun perekaman suara atau video dilarang tanpa izin tertulis dari pihak rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku.
5. Isi Informasi Medis yang Harus Disampaikan (Informed Consent)
Salah satu aspek penting dalam komunikasi dokter-pasien adalah pemberian informasi dan edukasi medis (informed consent). Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa pasien atau keluarga memahami sepenuhnya kondisi medis, rencana tindakan, serta risiko yang mungkin timbul sebelum menyetujui suatu prosedur.Isi utama yang perlu disampaikan dokter meliputi:
1. Kondisi atau diagnosis pasien, berdasarkan:
a. Riwayat penyakit (anamnesis),
b. Pemeriksaan fisik,
c.Hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, CT-scan, MRI, dan lainnya).
2. Dokter wajib menjelaskan dasar penetapan diagnosis secara terbuka dan menunjukkan hasil pemeriksaan bila diperlukan, dengan mempertimbangkan kesiapan psikologis pasien.
3. Pilihan atau opsi penanganan medis (plan of care):
a. Terapi obat,
b. Tindakan non-bedah,
c. Tindakan pembedahan jika diperlukan.
4. Urutan dan alasan pemilihan tindakan harus dijelaskan secara runtut agar pasien memahami jalannya perawatan.
5. Indikasi tindakan medis:
a. Mengurangi tekanan atau komplikasi penyakit,
b. Mengambil sampel jaringan untuk diagnosis pasti,
c. Mencegah kerusakan organ lebih lanjut,
d. Memperbaiki fungsi tubuh atau kualitas hidup.
6. Risiko tindakan medis atau pembedahan, yang dijelaskan secara jujur dan proporsional.
7. Harapan dan kemungkinan hasil setelah tindakan dilakukan.
8. Konsekuensi bila tindakan tidak dilakukan, agar pasien memahami dampaknya terhadap kondisi kesehatan.
9. Waktu untuk mempertimbangkan keputusan. Untuk kasus yang tidak gawat darurat (misalnya tumor otak), pasien dapat diberi waktu beberapa hari untuk berdiskusi dengan keluarga.
10. Kebutuhan tambahan pasca tindakan, seperti transfusi darah, obat-obatan lanjutan,pemeriksaan lanjutan, serta efek samping yang mungkin timbul. Setelah seluruh penjelasan diberikan, dokter akan menanyakan kembali apakah pasien dan keluarga sudah memahami informasi tersebut. Jika sudah, proses dilanjutkan dengan penandatanganan dokumen informed consent, yang berfungsi sebagai bukti hukum bahwa keputusan diambil secara sadar, tanpa paksaan, dan berdasarkan informasi yang memadai.
6. Penerapan Prinsip Komunikasi pada Berbagai Situasi
Pada pasien rawat jalan, prinsip komunikasi tetap sama, meskipun konteksnya lebih ringan, seperti konsultasi dan kontrol rutin. Pada pasien rawat inap, komunikasi dilakukan secara berkala, baik kepada pasien maupun keluarga, terutama ketika ada perubahan kondisi atau rencana tindakan. Pada pasien gawat darurat (IGD), dokter harus cepat, tegas, dan tetap menjaga etika komunikasi, terutama kepada keluarga bila pasien tidak sadar.
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien bukan sekadar pertukaran informasi medis, tetapi merupakan fondasi kepercayaan, etika, dan profesionalisme dalam pelayanan kesehatan. Dengan menjaga privasi, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, bersikap jujur, serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,maka hubungan dokter-pasien akan terjalin dengan baik dan bermartabat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
