Kontroversi Tayangan Xpose Uncensored: Pro atau Kontra?
Lainnnya | 2025-11-10 08:45:02Senin, 13 Oktober 2025, sebuah tayangan di salah satu channel TV populer di Indonesia, Trans7, menayangkan segmen acara Xpose Uncensored. Tayangan tersebut mengangkat isu tentang Pondok Pesantren Lirboyo dengan narasi yang dianggap melecehkan, seperti: “Santrinya minum susu aja harus jongkok, emang gini kehidupan di pesantren?”. Segmen ini menuai kritik dari sebagian masyarakat, bahkan tagar #BoikotTrans7 sempat menjadi trending topic di media sosial.
Cuplikan yang ditayangkan menampilkan kehidupan pesantren yang disebut-sebut sebagai “feodalisme” dalam beradab, termasuk potongan video santri mencium tangan kiai yang diberi narasi satir: santri “rela ngesot” demi mencium tangan kiai dan memberi amplop. Hal ini dianggap melecehkan simbol penghormatan dalam tradisi pesantren, yang seharusnya dipandang sebagai bentuk adab dan bukan penghambaan. Reaksi keras muncul dari pemuka agama, santri, alumni, dan masyarakat luas yang menuntut Trans7 menarik video tersebut dari media sosial.
Selain itu, Nahdlatul Ulama (NU) melalui lembaga kader pesantrennya, RMI PBNU, menyatakan bahwa tayangan ini telah merendahkan martabat pesantren dan mengajukan tujuh tuntutan resmi, antara lain permintaan maaf terbuka, penghentian program, serta kemungkinan menempuh jalur hukum. Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa “tayangan tersebut tidak hanya tidak layak ditayangkan, tetapi juga mengandung unsur penghinaan terhadap tradisi yang merupakan bagian dari identitas bangsa” (Kaltim Post, 2025).
Kasus ini memunculkan beragam opini masyarakat. Beberapa menilai tayangan Trans7 menampilkan fakta yang tidak dapat diterima, sementara yang lain menekankan perlunya kritik berbasis data. Menurut Sadam melalui unggahan di TikTok, kesalahan terbesar dalam menyampaikan kritik adalah ketika hal itu tidak didukung oleh data dan fakta yang valid; kritik seharusnya didasarkan pada bukti konkret, bukan sekadar opini tanpa dasar, karena dapat menimbulkan dampak serius.
Dalam artikel yang ditulis oleh A. Shibah (2025), berdasarkan data pantauan Drone Emprit, mayoritas warganet menunjukkan sentimen negatif terhadap isu ini, yaitu mencapai 62% dari total percakapan. Sementara 23% bersentimen positif dan 15% netral. Hal ini menunjukkan kekuatan masyarakat dalam mengontrol media; reaksi cepat netizen dan organisasi keagamaan mencerminkan kesadaran publik terhadap haknya sebagai penonton dan tuntutan akuntabilitas media.
Kontroversi ini menjadi pelajaran penting bagi industri televisi di Indonesia. Persaingan konten di era digital mendorong media untuk mengejar sensasi dan popularitas, sering kali mengabaikan nilai budaya dan sensitivitas keagamaan. Kasus Trans7 menunjukkan bahwa kelalaian kecil dalam proses editorial dapat berdampak besar terhadap kepercayaan publik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
