Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Azzahra

Perdagangan Antar Benua

Sejarah | 2025-11-08 13:53:20

A.Estado da India.

1.Sistem Perdagangan

Dalam masa Modern Awal, bangsa-bangsa Barat mulai memasuki Asia. Dampaknya di Nusantara berkaitan dengan kegiatan perdagangan Portugis dan Belanda. Mengapa bangsa Portugis yang pertama kali memasuki dunia perdagangan Asia? Kenyataan bahwa Portugal tidak memiliki kekayaan agraris sehingga menjadikan laut menjadi sumber penghasilan utama (perdagangan dan perikanan). Kegiatan perdagangan yang pada mulanya hanya terbatas di Laut Tengah mulai berubah menjelang abad ke-15 ketika bangsa Portugis mulai mengembangkan teknologi maritim.Berbeda dengan Belanda, ketika Portugis mulai mengadakan ekspansi ke Asia belum ada kelas menengah yang menguasai ekonomi. Oleh karena itu, kegiatan perdagangan antarbenua itu sepenuhnya dikendalikan oleh raja dan bangsawan. Hanya raja dan para bangsawan yang memiliki modal yang cukup besar untuk mengembangkan teknologi maritim dan membiayai perdagangan antarbenua.Ada beberapa perbedaan cara perdagangan orang Portugis dengan perdagangan orang Asia. Salah satu ciri lain perdagangan antarbenua dari pihak Portugis yang tidak terdapat pada para pedagang Asia seperti Cina adalah permusuhannya terhadap Islam.Ada dua faktor yang menyebabkan Portugis senantiasa memusuhi Islam dalam masa Modern Awal ini. Pertama adalah perlawanan terhadap Islam di Portugal sejak tahun 713. Sejak itu Benua Iberia (Portugal dan Spanyol) dijajah oleh kekuasaan Islam. Baru sejak 1249 seluruh kekuatan Islam dapat dilenyapkan dari Portugal. Negeri itu untuk kembali dapat disatukan oleh Raja Alfonso III (1248-1279).Faktor kedua penyebab orang Portugis senantiasa bermusuhan dengan Islam di masa Modern Awal ini adalah faktor persaingan ekonomi. Sejalan dengan perkembangan teknologi maritim, orang Portugis juga mulai menyadari bahwa kekayaan alam Afrika (terutama emas) dan Asia (terutama rempah-rempah) dapat mendatangkan keuntungan yang besar di pasar Eropa.Perbedaan lain yang mencolok antara Portugis dan Asia adalah bahwa para pedagang Asia tidak memiliki jaringan organisasi yang luas yang mencakup wilayah kegiatan yang luas. Tiap-tiap pedagang di Asia bersama keluarga mereka berdiri sendiri-sendiri. Selain itu, sarana perdagangan laut, yaitu jungku, dari para pedagang Asia tidak dipersenjatai. Perkecualiannya adalah para pedagang Cina di masa Cheng He (1405-1430-an).Strategi perdagangan Portugis adalah membangun suatu pusat administrasi yang berhubungan dengan benteng-bentengnya. Oleh karena itu, setelah memasuki Asia, pada tahun 1510, Laksamana de Albuquerque merebut Goa dari kerajaan Bijapur di pantai barat India untuk dijadikan pusat administrasi perdagangan Portugis. Pemimpin perdagangan Portugis di Asia yang berkedudukan di Goa bergelar “Vice Roy” atau wakil raja. Dari Goa, perdagangan di sekitar Laut Arab, Teluk Persia, dan Samudra Hindia dapat didominasi oleh Portugis melalui kapal-kapal dan benteng-bentengnya. Untuk mengendalikan perdagangan di Asia Tenggara, pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque merebut emporium Malaka yang berada di bawah kesultanan Malaka.

2.Sistem Monopoli

a.Sunda Kalapa

Setelah menguasai Malaka, de Albuquerque merencanakan untuk mengirim tiga armada untuk membangun monopoli Portugis. Dua armada berhasil dikirim, yaitu ke Maluku (untuk mencari cengkih) dan ke Sunda Kalapa (untuk mencari lada). Namun, armada yang rencananya akan dikirim ke Timor¹¹ untuk menegakkan monopoli Portugis atas kayu cendana tidak pernah dikirim karena kekurangan kapal.Armada yang dikirim ke pelabuhan Sunda Kalapa terdiri dari empat kapal layar yang dipimpin oleh de Alvin. Sunda Kalapa adalah sebuah pelabuhan dari kerajaan Pakuan Pajajaran. Laporan lengkap yang pertama yang kita miliki mengenai Sunda Kalapa berasal dari buku Tomé Pires (Summa Oriental) yang ikut dalam armada tahun 1513 itu.Pihak Portugis tampaknya menyambut permintaan raja Sunda itu. Pada tahun 1522 sepupu Alfonso de Albuquerque yang menggantinya sebagai kapitan Malaka, yaitu Jorge de Albuquerque, mengirin armada kedua yang dipimpin Amrique Leme. Tugas Leme adalah membuat sebuah perjanjian perdagangan dan persahabatan dengan Prabu Surawisesa dan menetukan tempat yang terbaik untuk membangun benteng yang diminta oleh raja Sunda itu.Namun, benteng tersebut tidak pernah dapat dibangun dan monopoli tidak pernah dilaksanakan. Rupanya Demak mengetahui niat Portugis itu, dan setelah merebut Banten (Bandar Sunda) pada tahun 1526, diputuskan untuk mengirim pasukan untuk mencegahnya. Pasukan itu dipimpin oleh Fatahilah (Faletehan) yang tiba di Sunda Kalapa beberapa hari sebelum armada ketiga dari Portugis tiba di kota pelabuhan Sunda itu. Pasukan Demak itu diperkuat oleh pasukan Cerebon dan pasukan Banten.Dengan demikian, Portugis tidak pernah berkuasa di kerajaan Sunda dan Sunda Kalapa. Akan tetapi, Portugis dari Malaka masih tetap berdagang dengan Sunda Kalapa dan Banten hingga pertengahan abad ke-16. Selama itu pula nama Sunda Kalapa tetap dipertahankan.

b.Maluku

Armada lain yang dikirim oleh Alfonso de Albuquerque untuk merebut daerah-daerah rempah-rempah dilakukan pada tahun 1512. Armada yang terdiri atas tiga kapal layar itu dipimpin oleh Antonio de Abreu (salah satu kapal yang memuat perbekalan tenggelam di perairan Madura). Tujuan utama ekspedisi ke Maluku itu untuk membangun monopoli Portugis atas perdagangan cengkih.” Armada itu pertama-tama tiba di kepulauan Banda, yaitu pusat produksi pala dan fuli (bunga pala). Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga.Penduduk Ternate menggunakan istilah “Kastela” untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal dengan nama Gamalama. Sejak tahun 1522 hingga tahun 1570 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate. Sudah tentu tidak jarang terjadi konflik antara para penguasa Ternate dan pihak Portugis yang senantiasa mencoba mendominasi Ternate.Konflik yang sering terjadi antara Portugis dan sultan Ternate itu akhirnya meluas menjadi peperangan yang besar. Awal peperangan itu adalah pembunuhan Sultan Khairun (1537-1570) secara khianat oleh seorang prajurit Portugis di benteng Gamalama. Pengkhianatan dari pihak Portugis itu membangkitkan perlawanan Sultan Baabullah (1570-1584), putra Khairun. Baabulah mengepung benteng Portugis tersebut selama lima tahun. Selain itu, Baabullah juga berhasil mengerahkan daerah-daerah lainnya di Maluku (kecuali Tidore) untuk melawan Portugis. Wilayah-wilayah yang melawannya, seperti Bacan, dihancurkannya.Sementara itu, Baabullah berhasil menyatukan seluruh Maluku Utara dalam kekuasaannya. Ternate menjadi pelabuhan yang sangat ramai dikunjungi oleh para saudagar mancanegara, dan menyebabkan sultan menjadi kaya raya. Francis Drake, seorang petualang Inggris yang pernah singgah di Ternate, mengatakan bahwa ia diterima dalam sebuah balai yang dibangun dalam benteng Portugis itu.Sejak pertengahan abad ke-15 pula jazirah Leitimor (Pulau Ambon) telah menjadi pusat penyebaran agama Katolik di wilayah itu. Ketika Franciscus Xaverius mengunjungi Ambon pada tahun 1546 ia berhasil meyakinkan pimpinan Ordo Jesuit di Portugal bahwa Ambon dan sekitarnya dapat dijadikan daerah misi yang subur. Selama sekitar 50 tahun berikutnya, desa-desa yang penduduk di Jazirah Leitimor (Pulau Ambon), pulau-pulau Haruku, Saparua, dan Nusalaut yang belum beragama Islam menjadi pemeluk Kristen.

c.Nusa Tenggara Timur

Seperti dikatakan di atas, pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque merencanakan tiga armada untuk merebut monopoli perdagangan di Maluku, Jawa Barat, dan Timor. Armada ke Timor ditunda keberang-katannya sampai tiga kali karena ketika itu Portugis kekurangan kapal-kapal layar. Orang Portugis pertama yang sampai di Nusa Tenggara Timur adalah para rohaniwan dari Ordo Dominikan yang mendirikan sebuah benteng di sebuah pulau yang mereka namakan Solor. Selain melaksanakan tugas utamanya, yaitu menyebarkan agama Katolik, para rohaniwan itu juga berdagang kayu cendana untuk membiayai kegiatan utama itu.Keberhasilan para rohaniwan Katolik dalam perdagangan kayu cendana itu menyebabkan Portugis mengeluarkan pernyataan bahwa kayu cendana adalah monopoli Portugis. Dengan sendirinya ketentuan itu tidak pernah dapat ditegakkan. Akan tetapi, pada tahun 1613 VOC berhasil merebut benteng para rohaniwan di Solor itu. Selanjutnya VOC mengadakan hubungan persahabatan dengan para raja di Pulau Timor bagian barat. Di bagian utara orang Portugis berkuasa melalui para raja wilayah itu.Sekalipun VOC akhirnya menguasai Malaka pada tahun 1646,Perdagangan Portugis di Pulau Timor tidak berhenti. Hubungan dagang Portugis dan raja-raja Timor bagian utara terus dilanjutkan melalui Makao. Dominasi Portugis dalam perdagangan kayu cendana itu tetap berlanjut sekalipun VOC sempat menggalang kerja sama dengan raja Kupang dan membangun sebuah benteng di sana. Keadaan itu akhirnya menimbulkan konflik terbuka dengan Portugis. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat di pegunungan Molo pada tahun 1569 VOC dan raja-raja yang men-dukungnya dihancurkan sama sekali. Selanjutnya perdagangan cendana dikendalikan melalui Makao. VOC tetap bertahan di Kupang bukan untuk menyaingi Portugis dalam perdagangan cendana, melainkan untuk mencegah Portugis masuk kembali ke Ambon dan Maluku dari Timor. Sejak awal abad ke-15, rempah-rempah tersebut mulai menjadi primadona dalam ekspor dari Nusantara. Sejak Cheng He, para pedagang Jawa dan Melayu mengangkut rempah-rempah itu ke Malaka. Pasar yang paling penting bagi rempah-rempah dari Nusantara adalah Cina dan India yang kemudian oleh berbagai pedagang lain meneruskannya hingga Eropa. Setelah Cheng He tidak lagi menjadikan Malaka sebagai pusat per-dagangannya (1430-an), perdagangan rempah-rempah dari Malaka mundur. Namun, dengan kedatangan Portugis, Eropa menjadi pasar rempah-rempah yang menentukan pula. Seperti halnya di India dan Cina, di Eropa pun rempah-rempah digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan bahan obat obatan.Perluasan pasar rempah-rempah itu menyebabkan produksi rempah-rempah oleh penduduk juga meningkat untuk memenuhi permintaan. Masa puncak perdagangan rempah-rempah adalah antara 1570 hingga 1630. Ketika itu sekalipun Portugis berusaha keras untuk mempertahankan monopoli atas rempah-rempah, para pedagang dari Nusantara masih tetap penting. Bahkan para pedagang muslim mengekspornya melalui Aceh ke Mesir, yang akan diteruskan ke pasar-pasar rempah lainnya.Perdagangan rempah-rempah itu membawa keuntungan bagi penduduk juga karena berbagai macam bahan kain dari India dan Cina serta berbagai perabot lainnya mengalir dari Malaka ke Maluku. Selain itu, perdagangan juga membawa dampak lain, seperti dalam soal agama, seni, dan berbagai produk budaya material lainnya milik para pedagang asing.Suatu kebiasaan pada orang Portugis di Asia, yang tidak ditiru oleh orang-orang Barat lainnya yang datang kemudian, adalah pembauran dengan penduduk lokal. Karena kondisi pelayaran zaman itu tidak nyaman dan tidak memenuhi syarat bagi para perempuan dari Portugal, para pedagang dan pelaut Portugis yang menetap untuk waktu yang lama di suatu kota pelabuhan menikah dengan perempuan setempat. Keturunan mereka membentuk masyarakat baru yang dinamakan "Meztizo". Melalui keluarga-keluarga hasil perkawinan campuran itulah kebudayaan Portugis menyebar di berbagai kota pelabuhan di Asia.

B.Verenigde Oostindische Compagnie (VOC)

1.Sistem Perdagangan

Sama halnya dengan bangsa Portugis, dalam masa Modern Awal, bangsa Belanda pun mengaitkan perdagangan (ekonomi) dan politik (kekuasaan). Berbeda dengan bangsa Portugis, bangsa Belanda melaksanakan perdagangan antarbenua melalui suatu badan dagang yang dibentuk khusus untuk itu, dilengkapi dengan modal yang disetor oleh warga negaranya. Dengan demikian, sekalipun dalam perdagangan antarbenua perusahaan perdagangan dari bangsa Belanda mendapat perlindungan politik, akibatnya perusahaan perdagangan itu bukan menjadi milik negara, melainkan milik warga negaranya.Sistem perdagangan yang memiliki aspek politik dan aspek swasta itu berkaitan dengan perkembangan masyarakat Belanda ketika itu. Dalam perkembangan itu, ekonomi pada umumnya (khususnya perdagangan) berada dalam tangan lapisan sosial yang dinamakan kaum bourgeoisie (burjuis), sedangkan politik masih berada dalam tangan kaum aristokrat. Kerja sama yang serasi antara kedua golongan sosial itulah yang memungkinkan diselenggarakannya perdagangan antarbenua di masa Modern Awal itu.Banyaknya perusahaan pelayaran niaga yang mengklaim memegang monopoli perdagangan antara kota masing-masing dengan Asia dengan sendirinya menimbulkan persaingan ketat. Persaingan terutama terjadi pada penentuan harga jual rempah-rempah yang diangkut dari Asia, khususnya Nusantara. Persaingan yang mengakibatkan merosotnya keuntungan itu menyebabkan pihak Amsterdam dan Zeeland memutuskan untuk menyatukan semua perusahaan pelayaran niaga itu dalam satu perusahaan saja. Dengan bantuan pemerintah masing-masing, dan intervensi keluarga Oranye (Pangeran Mauritz), pada tanggal 20 Maret 1602 Staten Generaal mengeluarkan sebuah surat izin (Octrooi) pada sebuah perusahaan yang dinamakan Verenigde Oostindische Compagnie (Serikat Perusahaan Perdagangan di Asia Timur). Octrooi tersebut berlaku 21 tahun dan dapat diperbarui seterusnya.Selain itu, seperti halnya Portugis, VOC juga memiliki suatu jaringan birokrasi dan persenjataan. Cara berdagang yang tidak lazim di Asia itu (kecuali Cheng He) dapat disebut sebagai beaurocratic and amred trade (perdagang yang didasari birokrasi dan tentara).” Wujudnya adalah benteng-benteng dengan pegawai dan tentaranya serta suatu hubungan surat-menyurat yang aktif dan laporan-laporan yang panjang dan lengkap antara berbagai pejabat di daerah dengan pusat di Batavia. Wilayah-wilayah yang dikuasai VOC untuk kepentingan dagangnya dikoordinasi oleh seorang goeverneur, sedangkan di wilayah-wilayah lain yang tidak memiliki ikatan politik ditempatkan seorang opperhoofd (kepala) atau seorang gezaghebber (penguasa).Suatu ciri lain sistem perdagangan VOC adalah yang dinamakan partnership (kemitraan). VOC mengupayakan suatu sistem monopoli atas rempah-rempah dengan cara membina kemitraan dengan para penguasa lokal. Sampai sekitar pertengahan abad ke-16 kemitraan itu berhasil dibangun karena para penguasa lokal membutuhkan VOC untuk memerangi Portugis. Pihak VOC juga berkepentingan secara ekonomis (dagang) maupun secara politis untuk memerangi Portugis.

2.Sistem Monopoli

a.Kepulauan Maluku Utara

Contoh-contoh yang baik dari kemitraan jenis pertama tersebut di atas adalah antara VOC dan Ambon (1605) dan antara VOC dan Ternate. Karena kebijakan monopoli perdagangan cengkih VOC di Ternate membawa dampak pada kebijakan di Ambon, berikut akan dibahas terlebih dahulu kemitraan antara VOC dan Ternate.Seperti telah dikemukakan di atas,” bahwa pada tahun 1570 Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Maluku Utara. Sementara itu, di Portugis terjadi perubahan politik yang berdampak di Maluku. Pada tahun 1580 Raja Spanyol, Filip II, berhasil merebut takhta Portugis dan memerintah dua kerajaan sekaligus. Oleh karena itu, Madrid memerintahkan agar Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Dom Pedro da Cunha, bersama Tidore (sekutu Spanyol) menduduki Ternate, dengan mengerahkan sebuah pasukan yang sangat besar (3.095 orang) pada bulan Maret 1606.Sementara itu, pihak-pihak yang menolak kekuasaan Spanyol mengetahui bahwa di Banten telah tiba sebuah armada Portugis dari negeri Belanda. Seorang bangsawan dikirim sebagai utusan untuk meminta bantuan Belanda mengusir Spanyol dari Ternate dengan imbalan monopoli cengkih.Kebijakan monopoli cengkih VOC di Maluku mengalami perubahan di sekitar tahun 1650-an. Perubahan itu sudah tampak sejak Sultan I lamzah (1627-1648), adik Sultan Baabullah, masih muda. Ketika Gubernur Jenderal Spanyol Pedro da Cunha menyandera Sultan Said ke Manila, Hamzah termasuk dalam rombongan itu. La baru kembali ke Ternate sekitar 1627 dan langsung dipilih oleh Dewan Kerajaan sebagai sultan. Selama berada di Manila rupanya ia tertarik pada cara Spanyol memerintah di Filipina, yaitu dengan kekerasan. Oleh sebab itu, ketika menjadi sultan di Ternate, ia mencoba menerapkan sistem pemerintahan tangan besi itu dan mengabaikan kebiasaan para sultan sebelumnya yang senantiasa bermusyawarah dan bermufakat dengan para bangsawan di Ternate. Salah satu hambatan yang dihadapi Hamzah untuk melaksanakan cara pemerintahan yang otoratis itu adalah perlawanan dari keluarga Tomagola yang sejak abad ke-16 telah diberi hak untuk berkuasa di jazirah Hoamoal di Seram dan di pulau-pulau sekitarnya, termasuk di jazirah Hitu (di Pulau Ambon).” Pusat kekuasaan Tomagola di Hoamoal itu terletak di negeri Luhu yang juga merupakan pelabuhan ekspor cengkih utama di masa itu.VOC sangat gembira dengan tindakan Sultan Hamzah itu karena Hoamoal dan Hitu selalu menjadi titik lemah sistem monopolinya di kepulauan Ambon. Para pedagang Eropa dari Makassar senantiasa mengirim para nahkoda Bugis dan Makassar untuk membeli cengkih secara tersembunyi di kedua wilayah itu untuk dijual kembali kepada para pedagang Eropa. Hal itu juga dilakukan oleh para pedagang dari kepulauan Banda.Sepeninggal Hamzah pada tahun 1648, Dewan Kerajaan memilih sebagai sultan putranya yang tertua yang bernama Mandar Syah (1648-1675).Berbeda dengan ayahnya, Mandar Syah adalah seorang sultan yang sangat lemah. Untuk mempertahankan diri ia membina kerja sama yang sangat erat dengan VOC. Sikap itu mendapat kecaman dari para anggota Dewan Kerajaan, dan pada tahun 1950 menurunkan Mandar Syah dan meng-gantikannya dengan adiknya, Kaicili Manilha, yang oleh pihak VOC dianggap “tidak sanggup mengendalikan pikirannya”. Pihak-pihak yang menentang Mandar Syah adalah Kaicili¹ Said dan Hukum Laulata dari keluarga Tomagola, Kimelaha Terbile dari keluarga Tomaitu, Jougugu Kaicili Musa dan Kimelaha Marsaoli dari keluraga Marsaoli. Sultan Mandar Syah melarikan diri ke Fort Oranye dan meminta perlindungan VOC, dan dengan bantuan VOC ia dapat dipulihkan kembali sebagai sultan Ternate pada tahun 1655.Dengan demikian, VOC mengharapkan dapat mengendalikan per-dagangan cengkih secara tuntas dengan menghilangkan para penyelundup cengkih yang umumnya adalah orang Jawa, Melayu, dan Banda. Selain itu, ekstirpasi pohon cengkih setiap tahun di Maluku Utara menguntungkan VOC. Dalam pertengahan abad ke-17 sudah terjadi kelebihan produksi cengkih sehingga harganya di pasaran Eropa mulai merosot. Pengurangan produksi di Maluku Utara itu akan menormalkan kembali harga cengkih di pasaran duniab.Kepulauan AmbonSeperti telah dikemukakan di atas, VOC lebih dahulu berkuasa di Ambon daripada di Ternate. Persaingan Hitu dengan Portugis yang telah berlangsung sejak pertengahan abad ke-16 itu makin meruncing menjelang akhir abad itu. Sejak itu pula kapal-kapal dagang Belanda mulai muncul di Hitu dengan tujuan mengambil keuntungan yang maksimal dari perdagangan cengkih. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau Hitu mencoba menggalang persahabatan dengan Belanda untuk menghadapi Portugis. Ketika di Hitu muncul berita bahwa di Banten telah muncul armada Belanda yang sangat kuat, dikirimlah utusan-utusan untuk meminta agar Belanda bersama Hitu menghadapi Portugis. Laksamana Steven van der Hagen yang memimpin armada VOC tersebut segera memanfaatkan kesempatan baik itu karena ditawari monopoli cengkih sebagai imbalan kerja sama. Pada tahun 1606 armada VOC dengan dibantu pihak Hitu merebut benteng Portugis di Ambon itu dan mengganti namanya menjadi Fort Victoria.Dengan demikian, VOC di Ambon bebas membangun suatu sistem monopoli cengkih di Maluku. Sudah sejak tahun 1652 Gubernur VOC di Ambon memerintahkan penduduk untuk menanam cengkih. Namun, kebun-kebun cengkih itu hanya dibatasi pada empat pulau, yaitu Pulau Ambon, Pulau Haruku, Pulau Saparua, dan Pulau Nusalaut. Di pulau-pulau lainnya yang pernah menghasilkan cengkih ketika masih dikuasai Ternate, yaitu di jazirah Hoamoal dan pulau-pulau kecil di sekitarnya berlaku.

b.Kepulauan ambon

Pada umumnya setiap keluarga diharuskan menanam sejumlah pohon cengkih yang setiap tahunnya dipanen menjelang akhir tahun. Akan tetapi, ketika jumlah produksi cengkih berlebihan di pasar Eropa sehingga harganya merosot, VOC di Ambon mengadakan hongitochten dan menebas (extierpatie) sejumlah pohon cengkih di setiap negeri.Pengelolaan wilayah perkebunan cengkih yang meliputi empat pulau itu (Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut) membuat VOC membangun suatu birokrasi yang berpusat di kota Ambon yang direbutnya dari Portugis pada tahun 1606. Pusat administrasi yang dipimpin seorang gubernur itu terdapat dalam Fort Vicoria. Di sekitar benteng itu muncul sebuah kota yang hingga kini dinamakan kota Ambon.” Wilayah administrasi keempat pulau tersebut, ditambah dengan pulau-pulau Seram dan Buru dalam masa VOC, dinamakan Gouvernement van Amboina (Pemerintah Amboina).Untuk menjamin produksi monopoli, VOC menata negeri-negeri (desa) di keempat pulau kecil itu (Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut). Permukiman yang sebelumnya terletak di pegunungan, terutama yang memberi perlawanan pada VOC selama bagian pertama abad ke-17, diharuskan membangun negerinya di pesisir. Dalam abad ke-17 jumlah penduduk keempat pulau itu diperkirakan sekitar 100.000 jiwa.Penduduk negeri dibagi lagi dalam beberapa bagian (soa) masing-masing dengan pemimpinnya sendiri (kepala soa), dan soa dibagi dalam famili (keluarga) yang melaksanakan produksi cengkih. VOC yang menguasai kepulauan itu berdasarkan kemenangan dalam perang, membagi lahan-lahan terbaik bagi penduduk untuk ditanami cengkih (tanah dati). Setiap keluarga wajib menanam 80 pohon cengkih. Pengaruh VOC selama sekitar 300 tahun sangat membekas di kepulauan Ambon dan beberapa tempat lain seperti kota Jakarta (baca: Batavia). Dengan dihapusnya sistem monopoli tersebut di kepulauan Ambon pada tahun 1865, sistem tanah dati juga kehilangan fungsinya. Akan tetapi, sistem negeri (desa) tetap bertahan hingga kini.

c.Kepulauan Banda

Kepulauan Banda terdiri dari dua pulau yang besar, yaitu Pulau Banda dan Banda Besar atau Lontor. Selain itu, ada beberapa pulau kecil yang terdapat di sebelah baratnya, seperti Pulau Rosenggaing dan Pulau Run. Dalam awal abad ke-17 diperkirakan jumlah penduduknya hanyalah 15.000 jiwa yang terbagi dalam desa-desa kecil di kepulauan tersebut. Berbeda dengan Maluku Utara (dan sama dengan di kepulauan Ambon), di kepulauan Banda tidak muncul institusi kerajaan yang mengikat desa-desa itu menjadi satu kesatuan politik. Setiap desa berdiri sendiri dengan pimpinan seorang tetua yang dalam bahasa Melayu disebut Orangkaya. Dalam awal abad ke-17 terjadi persaingan antara Inggris dan Belanda untuk memonopoli perdagangan lada di kepulauan Banda. Beberapa tahun sebelum abad ke-17 Inggris dan Belanda telah menemukan jalan ke kepulauan Banda. Akan tetapi, persaingan mulai keras sejak di Inggris dibentuk East India Company (EIC) pada tahun 1600 dan di Belanda dibentuk Verenigde Oost-indische Compagnie (VOC) dua tahun kemudian. Jika VOC membuka kantor dagangnya di Banda Neira, EIC menduduki Pulau Run dan Pulau Ai yang dianggap koloni Inggris pertama di Asia.d.Dua Pelabuhan InternasionalSekalipun secara nominal VOC telah menguasai daerah-daerah produksi rempah-rempah di Nusantara Timur, tidak berarti bahwa cengkih dan pala tidak dapat diperdagangkan pihak-pihak lain. Pada awal abad ke-17 persaingan VOC masih tetap Portugis yang berkuasa di Malaka.Para pedagang asing itu sendiri tidak berani memasuki perairan Maluku dengan kapal-kapal layarnya yang besar yang mudah dicegah oleh armada-armada VOC yang sewaktu-waktu berada di perairan Maluku. Akan tetapi, para pedagang asing itu membiayai para pedagang Bugis dan Makassar yang menggunakan perahu-perahu kecil untuk memasuki wilayah monopoli VOC. Perahu-perahu kecil itu mudah sekali disembunyikan di teluk-teluk yang banyak terdapat di pulau-pulau sehingga tidak mudah terlihat oleh armada VOC.

d.Dua pelabuhan internasional

Seperti telah disinggung di atas para pedagang Bugis dan Makassar itu terutama berhubungan dengan Hoamoal yang sampai pertengahan abad ke-17 dikuasai oleh salah satu anggota keluarga inti (Fala Raha) di Ternate yaitu keluarga Tomagola. Bahkan, dalam menghadapi VOC Hoamoal tidak segan-segan meminta bantuan dari Makassar. Demikian pula jazirah Hitu yang menjadi produsen cengkih yang penting di kawasan Ambon. Dalam menghadapi VOC Hitu pun mendapat bantuan dari Makassar selain dari Jawa.Intervensi VOC di Banten berlangsung dalam masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651-1683) yang sesungguhnya merupakan zaman keemasan kerajaan Banten. Ketegangan dalam keraton muncul ketika putra sulung Sultan Tirtayasa, yang kemudian memerintah sebagai Sultan Haji (memerintah 1682-1687), mempunyai ambisi untuk menggantikan ayahnya sebagai sultan. Untuk memperkuat kedudukannya ia meminta bantuan VOC di Batavia. Sultan Tirtayasa terpaksa meninggalkan keratonnya pada tahun 1671. Selain memusuhi VOC hubungan Tirtayasa dengan Amangkurat II di Mataram juga tidak serasi.

e.VOC dan Mataram

Mataram adalah kerajaan yang paling besar di Pulau Jawa dalam masa VOC. Namun, kepentingan VOC di wilayah ini tidak menyangkut perdagangan antarbenua, tetapi kebutuhan konsumsi VOC di Asia. Pertama-tama VOC membutuhkan Mataram untuk penyediaan bahan makanan para pegawai dan tentaranya.” Selain itu, VOC sangat membutuhkan kayu jati untuk perbaikan kapal-kapal layarnya dan perumahan para pejabat di Batavia. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa kantor dagang VOC yang pertama di wilayah Mataram adalah di Japara.Hubungan VOC dengan Mataram mulai menjadi intensif sejak zaman Sultan Agung (memerintah 1613-1646), raja yang terbesar sepanjang sejarah Mataram. Sejak VOC bercokol di Batavia Sultan Agung telah menyadari bahwa para pedagang Belanda itu dapat menjadi saingannya. Bahkan, ketika VOC mengirim utusannya dari Japara untuk menghadiri upacara penobatan Sultan Agung, raja Jawa itu telah memperingatkan bahwa hubungan Mataram dapat berlangsung dengan baik apabila VOC tidak berambisi untuk menduduki Pulau Jawa. Kekhawatiran itu tampaknya menjadi kenyataan ketika VOC merebut Jayakarta dan menjadikannya pusat perdagangan mereka dengan nama Batavia.

f.VOC bubar digantikan Negara Kolonial Hindia Belanda

Namun, upaya Sultan Agung untuk mengusir VOC dari muara Sungai Ciliwung itu ternyata gagal. Dua kali penyerbuan besar-besaran dalam tahun 1627 dan 1629 ternyata gagal, walaupun Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen meninggal tahun 1629 karena kemungkinan besar terjangkit penyakit kolera.Perlawanan Surapati atas Mataram berlangsung lama. Sebagai imbalan atas bantuan VOC, badan dagang Belanda itu diizinkan membuka kantor-kantor dagang selain di Japara dan Semarang, juga di Surabaya, Rembang, Demak, dan Tegal.Sementara itu, muncul sejumlah pangeran di Mataram yang juga menentang kekuasaan Amangkurat III (1703-1708) yang dianggap banyak pangeran tidak berhak atas takhta Mataram. Oleh sebab itu, ketika Pakubuwono II naik takhta (1704-1719) ia harus meminta bantuan VOC lagi untuk mengatasi gangguan keamanan itu. Seperti biasanya, VOC menuntut balas jasa. Pada bulan Oktober 1705 Mataram membuat perjanjian baru dengan VOC.f.VOC Bubar Digantikan Negara Kolonial Hindia BelandaDalam akhir abad ke-18 VOC dibubarkan. Masalah yang masih menggangu para ahli sejarah VOC adalah menjawab pertanyaan mengapa VOC harus dibubarkan, sedangkan EIC masih bertahan hingga pertengahan abad ke-19. Dalam akhir abad ke-19, ketika liberalisme mulai berkumandang di negeri Belanda dan sistem ekonomi yang dikendalikan negara seperti tanam paksa sedang digempur oleh kalangan politik, jawaban yang sering dilontarkan adalah korupsi. Ketika itu orang menuduh bahwa para pegawai VOC, terutama pegawai tinggi dan perwiranya, banyak menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri sendiri sehingga merugikan VOC. Bahkan, ketika itu singkatan VOC dipelesetkan menjadi Vergaan Onder Corruptie (Tenggelam Karena Korupsi).Tuduhan itu kini mulai dipelajari secara ilmiah, tetapi sampai hari ini belum ada suatu analisis pun yang membenarkan tuduhan itu. Korupsi memang tidak mudah diungkapkan, padahal kenyataannya adalah bahwa para pegawai tinggi VOC memiliki rumah-rumah mewah di Batavia dan di negeri Belanda yang jelas tidak dapat dibiayai hanya dengan gaji mereka.Karena terus-menerus merugi, VOC tidak sanggup membayar dividen dari saham-saham yang dibeli rakyat. Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang pada negara untuk melakukan kewajibannya. Namun, akhirnya pada tahun 1795 negara memutuskan untuk mengambil alih seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan dari utang-utang tersebut. Untuk melakukan hal itu, negara membentuk sebuah panitia. Pada akhirnya di tahun 1799 panitia itu menyatakan bahwa VOC failite dan bubar. Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak, seperti benteng-benteng atau daerah-daerah produksi rempah-rempah di Nusantara, diambil alih oleh negara. Itulah aset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari Negara Kolonial Hindia Belanda yang berdiri sejak tahun 1817.

  • #
  • #
  • #
  • #
  • #
  • Disclaimer

    Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

    Berita Terkait

    Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

    × Image