Nadhif dan Sabuk Putih Taekwondo Pemberi Semangat
Adab | 2025-11-05 14:31:11PAGI itu, matahari bersinar cerah di atas Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Ilmi, Lemabang, Palembang. Nadhif, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang duduk di kelas 1, sedang berolah raga pagi dengan penuh semangat. Jam dinding menunjukkan angka 9 lewat 10 menit. Hari Sabtu adalah hari favoritnya karena jam 9.45 nanti, ia akan mengikuti latihan Taekwondo bersama teman-temannya di sekolah.’
"Ayo, Ayah Bunda! Nadhif sudah siap!" teriak Nadhif berlari mendekati kedua orang tuanya yang masih berada di garasi. Tampak Anang Dedek sedang memakaikan dobok putih di pinggan Nadhif. Dobok adalah baju latihan Taekwondo yang rapi dan bersih. Sabuk putih di pinggangnya sudah terpasang rapi di pinggang Nadhif.
"Oke sayang. Kita siap berangkat. Semangat sekali kamu hari ini," kata Bunda sambil tersenyum. "Ingat ya, di Taekwondo bukan hanya belajar menendang dan memukul, tapi juga belajar menjadi anak yang baik."
Nadhif mengangguk mantap. Ia sudah hafal pesan Bunda itu.
NADHIF diantar Ayah Refa dan Bunda Nisa ke sekolah.esampainya di sekolah, Nadhif menaiki tangga sambil berlari kecil menuju aula di lantai 3yang dijadikan tempat latihan. Di sana, teman-temannya sudah berkumpul. Ada Emir yang selalu ceria, Afnan yang pendiam tapi tekun, Arsen yang pemberani, dan Kasih yang pintar sekali melakukan tendangan.
"Hai, Nadhif!" sapa Emir sambil melambaikan tangan.
"Hai, Emir. Ayo kita ke dojang untuk memulai latihan!" jawab Nadhif riang.
Pukul 9.45 tepat, Sabeum, sebutan untuk pelatih mereka, masuk ke aula. Sabeum Uju namanya. Semua anak langsung berbaris rapi dan membungkuk hormat.
"Charyeot! Kyungye!" perintah Sabeum. Anak-anak berdiri tegap lalu membungkuk dengan sopan.
"Hari ini kita akan belajar tentang pengendalian diri," kata Sabeum. "Siapa yang tahu apa artinya?"
Nadhif mengangkat tangan. "Artinya kita harus bisa mengendalikan emosi, Sabeum."
"Benar sekali, Nadhif! Pengendalian diri sangat penting, bukan hanya saat latihan, tapi juga di sekolah dan di rumah."
LATIHAN dimulai dengan pemanasan. Nadhif dan teman-temannya berlari mengelilingi aula, melakukan peregangan, dan berlatih gerakan dasar. Nadhif mencoba sekuat tenaga mengikuti setiap gerakan, meskipun kakinya masih pendek dan tendangannya belum setinggi Arsen.
"Nadhif, jangan terburu-buru. Lakukan dengan benar, pelan-pelan dulu," kata Sabeum sambil membetulkan posisi kaki Nadhif.
Nadhif mengangguk. Ia ingat bahwa ketekunan adalah salah satu nilai penting dalam Taekwondo. Ia tidak boleh menyerah hanya karena belum bisa melakukan gerakan dengan sempurna.
Setelah beberapa kali mencoba, tendangan Nadhif mulai membaik. "Bagus, Nadhif! Kamu sudah lebih baik!" puji Sabeum.
Nadhif tersenyum lebar. Ia merasa bangga, tapi juga belajar untuk tetap rendah hati, seperti yang selalu diajarkan Sabeum.
SETELAH latihan gerakan dasar, Sabeum meminta anak-anak untuk berpasangan. Nadhif berpasangan dengan Emir. Mereka harus berlatih menangkis serangan satu sama lain.
"Emir, aku belum terlalu bisa menangkis. Boleh ajari aku?" tanya Nadhif dengan jujur.
"Tentu! Lihat, tanganmu harus seperti ini," kata Emir sambil memperagakan gerakan dengan sabar. "Ayo coba!"
Nadhif mencoba mengikuti arahan Emir. Meskipun masih salah beberapa kali, Emir terus membantunya dengan sabar. Tidak ada ejekan, hanya semangat untuk saling membantu.
"Nah, sekarang sudah benar! Kamu hebat, Nadhif!" kata Emir sambil tersenyum.
Nadhif merasa senang. Ia belajar bahwa dalam Taekwondo, mereka bukan hanya teman latihan, tapi juga saudara yang saling mendukung. Inilah yang disebut solidaritas—kebersamaan dalam mencapai tujuan.
DI TENGAH LATIHAN, Sabeum mengumumkan sesuatu. "Minggu depan, kita akan ada ujian kenaikan sabuk. Kalian harus menunjukkan semua yang sudah dipelajari."
Nadhif merasa sedikit gugup. Bagaimana kalau ia gagal? Bagaimana kalau tendangannya masih kurang tinggi?
Emir yang melihat wajah khawatir Nadhif menepuk bahunya. "Tenang, Nadhif! Kita latihan bareng yuk sepanjang minggu ini. Aku juga masih perlu banyak belajar."
"Aku juga ikut!" seru Arsen. "Kita bisa saling bantu!"
Afnan mengangguk setuju. "Kita tim, kan? Kalau ada yang kesulitan, kita bantu sama-sama."
Nadhif tersenyum. Ia tidak sendirian. Teman-temannya ada di sisinya, siap membantu dan berjuang bersama.
MENJELANG akhir latihan, Sabeum mengajarkan teknik dasar pertahanan diri. "Ingat, anak-anak. Taekwondo bukan untuk menyakiti orang lain. Kita hanya menggunakan ilmu ini untuk melindungi diri sendiri kalau dalam bahaya."
"Sabeum, kalau ada teman yang nakal dan mendorong kita, boleh kita tendang?" tanya Arsen polos.
Sabeum menggeleng. "Tidak, Arsen. Kalau hanya didorong, kita cukup bilang baik-baik dan lapor ke guru. Taekwondo hanya untuk melindungi diri di situasi yang benar-benar berbahaya. Kita harus punya sikap pengendalian diri. Ingat?"
Semua anak mengangguk paham. Mereka belajar bahwa kekuatan harus digunakan dengan bijak dan tanggung jawab.
PUKUL 11.15, latihan berakhir. Semua anak berbaris kembali, membungkuk hormat kepada Sabeum.
"Terima kasih, Sabeum!" ucap mereka serempak.
"Kalian semua hebat hari ini. Ingat selalu: sopan santun, kejujuran, ketekunan, pengendalian diri, dan semangat pantang menyerah. Nilai-nilai ini akan membuat kalian menjadi anak-anak yang luar biasa!"
Nadhif pulang dengan hati penuh kebahagiaan. Ia tidak hanya belajar menendang dan menangkis, tapi juga belajar menjadi anak yang disiplin, sabar, menghargai teman, dan bertanggung jawab.
Di rumah, Yuk Enjel dan Bik Nina, pengasuh Nadhif, menyambut Nadhif dengan hangat dan bertanya. "Bagaimana latihannya, Nadhif?"
"Seru, Yuk, Bik! Aku belajar banyak hal. Aku jadi lebih kuat, tapi aku juga belajar untuk tidak sombong dan selalu bantu teman!" cerita Nadhif dengan mata berbinar.
Bunda yang berjalan di belakang Nadhif, mengusap kepala Nadhif dengan lembut. "Itulah yang Bunda harapkan. Taekwondo bukan hanya soal kekuatan fisik, tapi juga kekuatan hati dan pikiran."
Nadhif mengangguk, lalu duduk di samping Bunda. "Bunda, tadi aku hampir kesal waktu tendanganku belum bagus. Tapi aku ingat kata Sabeum untuk sabar."
"Bagus sekali, sayang! Itu namanya mengendalikan diri," kata Bunda. "Bunda mau ceritakan beberapa hal penting yang harus Nadhif ingat, ya?"
Nadhif mengangguk tanda mengerti.
"Pertama, sabar itu membuat kita kuat. Seperti tadi, kamu terus mencoba sampai berhasil. Tidak semua hal bisa langsung jadi, kadang kita harus mencoba berkali-kali."
"Kedua, kalau Nadhif merasa marah atau kesal, boleh kok. Semua orang kadang merasa begitu. Tapi jangan sampai memukul atau berkata kasar sama teman, ya. Kalau marah, tarik napas dalam-dalam, hitung sampai sepuluh, atau cerita ke Bunda dan Ayah."
"Ketiga, kalau nanti ada yang menang dan ada yang kalah, ingat ya: kalah itu bukan berarti gagal. Yang penting kita sudah berusaha sebaik mungkin. Dan kalau menang, jangan sombong. Tetap bersyukur dan bantu teman yang belum berhasil."
"Keempat, kalau ada masalah dengan teman, bicara baik-baik dulu. Gunakan kata-kata yang sopan. Ilmu beladiri hanya untuk melindungi diri dari bahaya, bukan untuk berkelahi karena hal kecil."
"Kelima, tidak apa-apa minta tolong seperti tadi Nadhif minta Kasih ajari. Itu bukan berarti lemah, tapi justru berani belajar!"
Bunda mengambil napas sebentar, lalu melanjutkan. "Yang keenam, kadang kita cemburu lihat teman yang lebih pintar. Itu wajar. Tapi jangan sampai cemburu membuat kita tidak baik sama teman. Jadikan itu semangat untuk belajar lebih giat!"
"Ketujuh, kalau sedang gugup atau takut, cobalah tarik napas dalam-dalam lewat hidung, tahan sebentar, terus keluarkan pelan-pelan lewat mulut. Lakukan beberapa kali sampai merasa tenang."
"Kedelapan, jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain sampai sedih. Setiap anak punya kelebihan sendiri-sendiri. Emir mungkin lebih cepat berlari, tapi Nadhif lebih baik hafal doa, kan?"
"Dan yang terakhir, yang paling penting: selalu berdoa kepada Allah. Minta kekuatan untuk sabar, minta hati yang tenang, dan minta jadi anak yang lebih baik. Allah selalu mendengar doa kita."
Nadhif memeluk Bunda erat-erat. "Terima kasih, Bunda! Aku akan ingat semuanya. Aku ingin jadi anak yang bisa mengendalikan diri seperti yang Bunda bilang!"
"Insya Allah, sayang. Bunda yakin Nadhif bisa. Ingat ya, anak yang benar-benar kuat bukan hanya badannya yang kuat, tapi hati dan pikirannya juga kuat. Itu yang membuat Nadhif menjadi anak hebat!"
Malam itu, Nadhif tidur dengan hati tenang dan penuh semangat. Ia bermimpi menjadi seorang Taekwondoin yang tidak hanya kuat secara fisik, tapi juga kuat dalam mengendalikan diri dan emosinya. Ia tahu perjalanannya masih panjang, tapi dengan bantuan Bunda, Ayah,, Sabeum, dan teman-temannya, ia pasti bisa menjadi anak yang hebat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
