Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bima Ramadhan Syabibi

Profesionalisme dan Pembelajaran Klinis Mahasiswa Koas di RSGM Universitas Airlangga

Edukasi | 2025-11-05 13:22:00

Profesionalisme dan Pembelajaran Klinis Mahasiswa Koas di RSGM Universitas Airlangga

Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Airlangga merupakan salah satu pusat pendidikan kedokteran gigi terbaik di Indonesia. Di tempat ini, mahasiswa profesi kedokteran gigi (koas) mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung melalui praktik klinis di bawah bimbingan dosen pembimbing. Proses ini tidak hanya mengasah keterampilan teknis, tetapi juga menanamkan nilai profesionalisme, empati, dan etika yang menjadi dasar seorang dokter gigi sejati.

Selama kegiatan observasi di RSGM Universitas Airlangga, saya menyaksikan bagaimana para mahasiswa koas bekerja dengan penuh tanggung jawab dan ketelitian. Mereka menangani pasien secara langsung dengan tetap berpegang pada prinsip keselamatan, kenyamanan, serta komunikasi terapeutik.

Kegiatan dimulai dengan anamnesis, yaitu proses tanya jawab mengenai keluhan pasien. Seorang koas dengan sabar menanyakan riwayat sakit gigi pasien sambil menenangkan rasa cemas yang terlihat dari ekspresi pasien. Setelah itu, mereka melakukan pemeriksaan intraoral dengan alat steril seperti kaca mulut dan explorer untuk memastikan diagnosis yang tepat.

Setiap langkah dilakukan di bawah pengawasan dosen pembimbing klinik yang memastikan seluruh prosedur sesuai dengan standar operasional. Koas tampak mencatat hasil pemeriksaan dengan teliti, kemudian mendiskusikannya sebelum memutuskan rencana perawatan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran di RSGM tidak hanya berfokus pada tindakan klinis, tetapi juga melatih kemampuan berpikir kritis dan kerja kolaboratif.

Hasil Temuan

Dari observasi tersebut, terdapat beberapa hal penting yang saya temukan:

1. Profesionalisme dan empati menjadi prioritas. Meskipun masih belajar, koas sudah mampu menjaga sopan santun, bahasa tubuh, dan cara bicara agar pasien merasa nyaman.

2. Pengawasan dosen menciptakan pembelajaran aktif. Diskusi antara dosen dan koas membuat mereka lebih memahami alasan di balik setiap tindakan medis.

3. Koas menghadapi tekanan nyata. Mereka harus tenang di bawah tekanan waktu, menghadapi pasien dengan karakter berbeda, dan tetap mengikuti prosedur dengan benar.

4. Integrasi teori dan praktik. Pengetahuan dasar yang dipelajari di kelas benar-benar diterapkan, misalnya dalam menentukan diagnosa karies atau membuat rencana restorasi gigi.

Salah satu koas yang saya amati berkata, “Awalnya memang gugup karena pasien yang kita tangani itu nyata, tapi lama-lama rasa gugup berubah jadi tanggung jawab. Kita belajar bukan cuma memperbaiki gigi, tapi juga menenangkan pasien.” Kutipan itu menunjukkan kedewasaan profesional yang mulai tumbuh dalam diri calon dokter gigi.

Pengalaman ini memberikan kesan mendalam bagi saya. Melihat bagaimana para koas bekerja dengan dedikasi tinggi membuat saya sadar bahwa menjadi dokter gigi bukan hanya tentang kemampuan teknis, tetapi juga tentang hati yang melayani. Mereka belajar untuk menyeimbangkan antara logika medis dan rasa empati kepada pasien.

Saya pribadi merasa terinspirasi dan berkata dalam hati, “Saya ingin suatu hari bisa berada di posisi mereka memberikan perawatan dengan ilmu dan keikhlasan, serta membuat pasien merasa tenang.”

Melalui observasi ini, saya juga belajar tentang arti kerja sama tim dan komunikasi efektif. Setiap tindakan yang tampak sederhana ternyata memiliki prosedur panjang yang harus dijalani dengan tanggung jawab.

Observasi di RSGM Universitas Airlangga memperlihatkan bahwa proses pembelajaran klinis tidak hanya membentuk kemampuan medis, tetapi juga kepribadian dan nilai-nilai profesional seorang calon dokter gigi. Mahasiswa koas menjadi bukti nyata bahwa dedikasi, ketelitian, dan empati adalah fondasi utama dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu pembimbing klinik, “Menjadi dokter gigi bukan hanya soal memperbaiki gigi, tapi tentang bagaimana kita memperlakukan pasien dengan hati.”

Pengalaman ini menegaskan bahwa dunia kedokteran gigi bukan sekadar tentang keterampilan tangan, melainkan juga tentang kepedulian dan rasa kemanusiaan yang mendalam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image